blank
MENGADU - Sejumlah pegawai yang tergabung dalam Ikatan Pegawai Non Pegawai Negeri Sipil (PNS) Puskesmas (IPNP2) Kota Tegal, mengadu ke DPRD Kota Tegal. (foto: nino moebi)

TEGAL (SUARABARU.ID) – Sejumlah pegawai yang tergabung dalam Ikatan Pegawai Non Pegawai Negeri Sipil (PNS) Puskesmas (IPNP2) Kota Tegal, mengaku mendapatkan upah mulai dari Rp 42.500 hingga Rp 68.000 perhari.

“Kami menyampaikan aspirasi unek-unek kepada dewan kemarin Selasa (8/9/2020). Kami lintas profesi, tidak hanya paramedis saja, ada tenaga teknis, administrasi dan tenaga lainnya yang bekerja di 8 puskesmas,” kata Ketua IPNP2 Kota Tegal Iqbal Teguh Eko, saat dikonfirmasi Rabu (9/9/2020).

Iqbal menjelaskan, pertama mempertanyakan kejelasan status kepegawaian, yang semula sebagai pegawai Badan Layanan Usaha Daerah (BLUD) Puskesmas menjadi Supporting Staff (SS) di bawah Dinas Kesehatan Kota Tegal sejak 1 Mei 2020.

Yang kedua, mereka juga berharap mendapat upah minimal sesuai dengan upah minimum Kota Tegal sebesar Rp 1,9 juta. “Saat ini kami dapat upah sehari Rp 42.500 untuk lulusan SMA, Rp 51.000 untuk lulusan D3, dan Rp 68.000 untuk lulusan S1,” kata Iqbal.

Aspirasi yang ketiga adalah, Iqbal berharap nantinya bisa masuk prioritas dalam seleksi menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). “Mengingat usia kami rata-rata sudah tidak bisa lagi mengikuti CPNS. Kita sudah mengabdi belasan hingga puluhan tahun. Saya saja sudah 13 tahun,” tutur Iqbal.

Iqbal mengatakan, sejak bekerja, ia dan rekan-rekannya belum pernah menerima gaji hingga menyentuh UMK. Atau paling besar hanya mendapat upah harian selama 23 hari dalam sebulan dengan total Rp 1.100.000.

Bahkan sebelumnya dirinya tenaga wiyata bakti hanya dapat upah hanya uang sabun. Baru di tahun 2015 Puskesmas menjadi BLUD kami dapat gaji Rp 1.350.000 plus jasa layanan sekitar Rp 500.000,” jelas Iqbal.

Sejak 1 Mei 2020, yang tadinya sebagai pegawai BLUD yang direkrut Puskesmas, kini dialihkan tanggungjawabnya ke Dinas Kesehatan sebagai supporting staff.

Alhasil mereka tidak lagi menerima gaji bulanan, melainkan upah harian sebagai SS. “Sejak 1 Mei 2020 paling besar dapat upah Rp 1,1 juta per bulan. Tidak ada jasa layanan. Kami di puskesmas bekerja lebih ekstra. Tidak hanya menangani pasien di puskesmas saja. Termasuk sampai terlibat tracing. Jadi kita punya faktor risiko yang lebih tinggi dibandingkan di instansi lainnya,” kata Iqbal.

Iqbal berharap, paling tidak bisa mendapatkan upah minimal sesuai UMK. “Harapan kami semoga ke depan nasib kami berubah lebih baik lagi. Karena dibelakang kami ada anak istri yang juga perlu dihidupi,” pungkasnya.

Terkait hal tersebut Kepala Dinas Kesehatan Kota Tegal, Sri Prima Indraswari mengatakan, puskesmas sejak 2015 bisa merekrut tenaga sendiri. “Jadi waktu itu pola pengelolaan keuangannya dikelola sendiri oleh puskesmas,” kata Prima.

Menurut Prima, karena pendapatan Puskesmas menurun, akhirnya sejak Mei 2020 pembiayaannya dialihkan ke Dinas Kesehatan. “Karena dialihkan ke Dinkes maka standarisasinya sesuai dengan Pemerintah Kota Tegal, termasuk pegawai non-pns di puskesmas,” kata Prima

Meski demikian, kata Prima, pihak Pemkot Tegal takkan tinggal diam. “Kami sudah membuat usulan standarisasi besaran honor dan prosesnya bertahap,” kata dia.

Menurut Prima, pegawai non PNS puskesmas saat ini statusnya supporting staff dengan kontrak kerja tahunan. “Kontrak kerja itu 1 tahun, bisa diperpanjang dan bisa tidak. Namun kita memperpanjang dan di Dinkes Kota Tegal, tidak ada jasa pelayanan. Nanti yang menentukan kesepakatan di tim anggaran, Pemkot Tegal,” pungkasnya.

Sementara Asisten 1 Setda Kota Tegal, Imam Badarudin mengatakan, karena status mereka dialihkan dari puskesmas ke Dinas Kesehatan maka menjadi supporting staff.

“Kalau di Dinkes tidak ada jasa pelayanan. Namun kita sedang menyusun standarisasi. Di nota dinas dari Dinkes sudah maju, nanti tinggal dibahas. Agar honor ada kenaikan,” kata dia.

”Ya kita maklum waktu di BLUD ada jasa pelayanan, ketika di Dinkes tidak ada. Sementara masalah Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) saya tidak bisa menjawab. Karena ketentuan dari pusat,” kata Imam.

Ketua Komisi 1 DPRD Kota Tegal, Eny Yuningsih menyampaikan, dalam rapat kerja Komisi 1 dengan tim standarisasi Kota Tegal, komisi 1 memperjuangkan dan mengupayakan untuk standarisasi pegawai non PNS (misalkan sporting staf atau yang lain), diharapkan sejajar dengan UMR/UMK yang di tetapkan oleh Pemerintah Kota.

Hal ini dimaksud untuk meningkatkan kesejahteraan. pegawai non PNS agar lebih sejahtera, dan dalam menentukan standarisasi Kota Tegal hendaknya melihat beban kerja serta profesional pegawai, tujuannya lebih mengapresiasi terhadap kinerja pegawai non PNS.

“Kami mohon kesabaran karna semua ini harus melalui mekanisme yang sedang diupayakan melalui Pemerintah Kota Tegal,” pungkas Eni.

Nino Moebi