BANYUMAS – Getuk goreng memang menjadi cemilan khas Sokaraja, Kabupaten Banyumas yang diperkirakan sudah ada lebih dari seabad silam. Tepatnya sekitar tahun 1918. Orang yang berjasa melahirkan olahan itu bernama Sanpirngad, seorang penjaja makanan keliling. Salah satu menu yang dijualnya adalah getuk singkong.
Konon, karena peminatnya tidak banyak, getuk yang dijualnya itu kerap sisa dan basi. Terlalu sayang jika dibuang, akhirnya Sanpirngad menemu akal. Getuk sisa itu kemudian dikumpulkan dan digoreng ditambah bumbu gula kelapa. Mujur tak dapat diukur, getuk goreng dari “resep tak sengaja” itu justru malah diminati bahkan dicari pembeli. Singkat cerita, usaha getuk goreng itu kemudian meletup, hingga sepeninggal Sanpingrad, usaha itu lantas dikelola oleh menantunya yang bernama H Tohirin dan diteruskan oleh keturunan Sanpingrad hingga kini.
“Dan kini, getuk goreng masih terus dilestarikan keturunan Mbah Sanpirngad dan alhamdulilah jadi salah satu ikon Kabupaten Banyumas,” kata H Sutrisno, generasi ketiga pengusaha getuk goreng Sokaraja. Sutrisno kini mengelola Toko Getuk Goreng Asli Haji Tohirin Bapak Sanpirngad Jalan Jenderal Soedirman Sokaraja, Banyumas sejak tahun 1918.
Ternyata, wanginya getuk goreng Sanpirngad itu sampai juga ke hidung Gubernur Ganjar Pranowo saat melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Banyumas. Karena penasaran, Ganjar pun berkunjung langsung ke kediaman H Sutrisno. Beruntung, sang tuan rumah menghidangkan getuk goreng yang masih mengepul hangat. “Legi, gurih tur nyenengke (Manis, gurih dan membuat ketagihan),” kata Ganjar.
Diliputi rasa penasaran, Ganjar lantas meminta Sutrisno menunjukkan proses pembuatan kudapan khas nan unik tersebut. Sejurus kemudian, mereka pun bergegas menyusuri lorong di samping kediaman Sutrisno. Setelah berjalan sekitar seratus meter, suara tumbukan dan penggorengan mulai terdengar. Disusul aroma wangi yang sangat menggoda. Begitu Ganjar memasuki pintu, sejumlah pekerja tampak kaget melihat kedatangan gubernur berambut putih itu. “Pagi ini di Sokaraja ada yang khas, yaitu getuk goreng,” kata Ganjar.
Kepada Ganjar, Sutrisno menjelaskan proses pembuatan kuliner itu. Mulai dari pemilihan singkong sebagai bahan baku, merebus, menumbuk, pemotongan hingga proses penggorengan. Namun yang paling menarik minat Ganjar adalah saat melihat antusiasme empat lelaki yang tengah menumbuk. Ganjar pun tak mau melewatkan kesempatan saat ditawari salah satu pekerja untuk turut menumbuk adonan singkong dan gula merah.
“Ternyata menumbuk ini ada rumusnya, tidak boleh bersamaan harus beriringan satu persatu. Itu ritme harmoni seperti harmoninya orang Indonesia,” kata Ganjar yang diiyakan seluruh pekerja.
Dari proses penumbukan, Ganjar bergeser ke proses pemotongan adonan. Seorang pekerja lelaki terlihat menaburi tepung ke adonan sebelum memotong. Potongan-potongan adonan itulah yang kemudian digoreng. “Inilah proses yang terakhir (menggoreng),” paparnya.
Rasa-rasanya, memang bukan sekadar insting politiknya saja yang andal, Ganjar Pranowo ternyata juga memiliki lidah yang kemampuannya tidak kalah dari pakar-pakar kuliner. Ganjar mengatakan, tidak akan lengkap rasanya jika berkunjung ke Banyumas tanpa mencicipi getuk goreng Sanpirngad. “Warungnya di sini, tepat di sisi Jalan Sokaraja,” ucapnya.
Suarabarau.id/Tim