BLORA – Sidang ke-20 kasus gula non-SNI, tampak wajah Lie Kamadjaja terlihat tenang, penampilan terkesan sedikit esentrik, namun nada suaranya terdengar bergetar saat membacakan sendiri pembelaan (pleidoi), Rabu (9/1).
Di depan majelis hakim Dwi Ananda FW (ketua), Morindra Kresna, Endang Dewi Nugraheni (anggota), dan pengunjung yang memadati kursi ruang sidang, Lie Kamadjaja membeber pembelaannya secara rinci
Dalam kesempatan itu, terdakwa membatah keras, mengungkap bukti-bukti tertulis, pendapat saksi-saksi, dan sederet saksi ahli bahwa gula miliknya yang diproduksi PT GMM adalah gula kualitas terbaik dan ber-SNI.
Menurutnya, salah satu yang paling relevan dengan kasusnya, saat mengelola Pabrik Gula (PG) Industri Gula Nusantara (IGN) Cepiring, telah berertifikat Standar Nasional Indonesai (SNI) Nomor 138/BBIA/ABI-Pro.
Dibeber juga, ketika pemerintah belum mewajibkan SNI untuk gula kristal putih (GKP), justeru IGN sudah ber-SNI, jelas mantan Presiden Direktur PT Ghendis Multi Manis (PG Blora).
“Saya selalu membiasakan yang benar, bukan membenarkan yang biasa” katanya dihadapan majelis hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tunggal, Karyono.
Berganti-ganti
Lie Kamadjaja juga mengungkap, penyidik berubah-ubah menyebut dasar inspeksi mendadak (sidak), awalnya laporan masyarakat, dan berganti menjadi informasi dari karyawan pabrik.
Tidak cukup disitu, dasar sidak berganti lagi menjadi sidak rutin atas kepatuhan perijinan perusahaan, bahkan terakhir polisi seolah melihat sendiri tumpukan gula di dalam pabrik saat pergi memancing.
Pasal yang didakwakan, lanjutnya, juga berganti-ganti dari tuduhan penimbunan gula, menjadi penyalahgunaan gudang, berganti lagi menjadi gula tidak ber-SNI, dan terakhir karung yang tidak berlabel logo SNI.
“Masih ada lagi tuduhan tidak mendasar, seperti mafia gula, informasi sepihak dan sewenang-wenang penyidik, tapi tidak terbukti,” bebernya.
Terakhir, polisi hanya menggunakan surat pencabutan SNI, sementara semua saksi yang pernah dan masih bekerja di PT GMM Bulog, dan terlibat dalam tim SNI tidak pernah melihat ataupun menerima surat pencabutannya.
Bahkan surat pencabutan sertifikat SNI GMM, tidak pernah dapat dibuktikan keberadaannya, seperti diungkap saksi hali UGM Yogyakarta, Dr. Mailinda Eka Yuniza.
Kamadjaya menambahkan, saksi ahli tersebut menegaskan surat pencabutan SNI nomor 184/ABI-Pro/BBIA/V/2016 terbukti cacat hukum, dan dianggap tidak pernah ada.
Sidang berlangsung pukul 09:50 WIB hingga sore hari, Kamdjaja dan penasehat hukumnya Heriyanto serta Idris, membeber banyak hak terkait bukti-bukti formal, dan keterangan saksi yang dibaikan JPU.
Heriyanto meyakinkan kepada majelis hakim, bahwa terdakwa tidak melanggar aturan SNI, dan aturan lainnya, sehingga sangat layak kalau diputus bebas.
Sidang pleidoi kali ini, adalah sidang lanjutan dari tuntutan yang sempat ditunda dua kali. JPU Karyono menuntut pidana enam bulan dan merampas gula milik Kamadjaja untuk negara.
Diberitakan sebelumnya, Lie Kamadjaja membantah gula miliknya (eks gula PT GMM) yang masih tersimpan di dua gudang di Blora, dan disegel polisi (Polda Jateng) adalah gula non-SNI.
Kamadjaja menjelaskan, pihaknya menyimpan gula 21.957 ton gula di dua gudang di Blora, karena saat itu dalam proses peralihan dari PT GMM ke PT GMM Bulog.(suarabaru.id/wahono)