blank
Sejak menjelang perayaan Imlek Kongzili 2576 (2025 M), pertokoan di Pasar Gede Kota Solo ini, menjual kue keranjang, lampion, baju gongxi fa cai beserta pernik-pernik aksesories Tionghoa lainnya.(SB/Bambang Pur)

SOLO (SUARABARU.ID) – Kota Solo masih semarak dengan pemasangan ribuan lampion warna-warni, dan puluhan lampion para dewa serta lampion ikonik Tahun Ular Kayu Kongzili 2576 (2025 M). Perayaan Imlek yang puncaknya Tanggal 29 Januari 20025, akan berlanjut sampai Cap Go Meh (malam kelima belas) Hari Rabu Tanggal 12 Februari 2025.

Dalam merayakan Imlek dan Cap Go Meh, selalu menyertakan hidangan khas kue keranjang. Kue legit berbahan baku tepung ketan dan gula ini, memiliki rasa manis dan tekstur kenyal serta lengket ini. Jenang tepung ketan ini, memiliki kaya makna dan punya sejarah panjang menyelamatkan prajurit Kerajaan Wu saat dilanda kelaparan.

Kue Hoki yang diyakini memiliki nilai keberuntungan ini, mempunyai filosofi yang begitu erat dalam kehidupan. Memberikan makna positif dalam penyambutan Tahun Baru Imlek, bertuah kebahagiaan, keberuntungan, berlimpahnya rejeki, meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan.

Bentuknya yang bulat, mempresentasikan keutuhan hubungan antar sesama. Filosofinya, senantiasa bergandeng tangan dalam kebersamaan, tanpa harus mendahulukan ego masing-masing.

Wartawan Bambang Pur, pernah dua kali melakukan tugas jurnalis ke Tiongkok. Yakni pada Tahun 1990 ke Beijing dan Guangzhou, kemudian pada Tahun 2007 ke Nanning Provinsi Guangxi. Selama bertugas di negeri China tersebut, memperoleh pemahaman bahwa kue keranjang populer disebut Nian Gao.

Legendanya, erat dengan Dewa Dapur. Kue ini menjadi persembahan untuk dewa-dewa. Yang oleh masyarakat Tionghoa diyakini para dewa-dewa itu ikut bersemayam di masing-masing rumah keluarga China. Setiap tahun, Dewa Dapur melaporkan tentang keberadaan keluarga pemilik rumah kepada Kaisar Giok. Yakni tentang keterkaitannya dengan Sang Dewa yang ikut bertempat tinggal. Agar tidak melaporkan hal-hal buruk, maka pemilik rumah mempersembahkan kue keranjang.

Asal-usul hadirnya kue keranjang, juga diceritakan dalam sejarah perang di China sekitar 2.500 tahun lalu. Cerita itu, menyebutkan asal usul Nian Gao telah ada sejak mangkatnya Jenderal Pemimpin Perang Wu Zixu dari Kerajaan Wu.

Jenang Ketan

Setelah Jenderal Wu tewas, Raja Yue yang bernama Goujian, menyerang Ibu Kota Kerajaan Wu. Ini menyebabkan banyak tentara terjebak di dalam tembok besar kota. Menjadikan para tentara menderita kekurangan makanan, karena stok logistik habis dan ini menyebabkan banyak prajurit yang sakit dan tewas akibat kelaparan.

blank
Bersamaan dengan tugas jurnalistik ke Cina, Wartawan Bambang Pur, berswafoto di objek wisata yang mendunia, yakni di Great Wall atau Tembok Besar Cina.(SB/Bambang Pur)

Para prajurit yang selamat, teringat pesan Mendiang Jenderal Wu, yaitu manakala para prajurit membutuhkan makanan, harus menggali tepi tembok kota sedalam tiga kaki untuk bisa mendapatkan makanan. Penggalian dilakukan, menemukan pada dasar pondasi tembok ada balok yang terbuat dari jenang ketan.

Keberadaan balok jenang berbahan tepung ketan itu, dulu sengaja dipasang untuk memperkokoh berdirinya dinding tembok. Karena lengket ketan, memiliki sifat yang mudah senyawa dengan tanah dan bangunan pondasi.

Perolehan jenang ketan di dasar pondasi dinding tembok tersebut, dipahami sebagai temuan yang memberikan keberuntungan. Karena dari temuan itu, dapat dijadikan bahan pangan untuk menyelamatkan nyawa para prajurit yang pada kelaparan. Karena itu, Nian Gao, selalu ikut disajikan dalam kelengkapan ritual perayaan selama periode Tahun Baru Imlek. Sebab, dianggap dapat memberikan keberuntungan, dan bertuah positif bagi peningkatan derajat kehidupan.

Kue keranjang yang bentuknya bulat tak berujung, melambangkan kekeluargaan yang erat dan tanpa batas. Teksturnya yang kenyal, melambangkan keuletan, kegigihan dan daya juang yang tinggi. Rasa manis, 

Proses pembuatannya yang lama, perlambang bahwa untuk menggapai harapan dan cita-cita, tidak dapat instans.(Bambang Pur)