blank
Shin Tae-yong. Foto: dok/kitagaruda.id

Oleh: Amir Machmud NS

blankKALAU menggunakan tim senior, saya yakin kita bisa juara Piala AFF…”

Pernyataan itu menjadi kesimpulan Shin Tae-yong, selepas kegagalan tim nasional Indonesia meraih tiket semifinal Piala AFF 2024. Muhammad Ferarri dkk dikalahkan Filipina 0-1 dalam laga penentuan di Stadion Manahan, Solo, Sabtu (22/12) lalu.

Kalimat coach Shin itu lebih beraksen justifikasi defensif, semacam pembelaan diri, karena sepanjang turnamen Piala ASEAN 2024, timnas dengan tim mudanya tampil dengan permainan gigih.

Faktor kematangan menjadi titik lemah, terutama ketika menghadapi tim yang bermaterikan pemain senior, seperti Myanmar, Vietnam, dan Filipina.

Boleh disimpulkan, Muhammad Ferarri dkk tumpul di sektor penyerang. Empat gol semuanya dicetak oleh pemain belakang.

Indonesia hanya menyertakan sejumlah pemain dengan jam terbang di level senior, seperti Asnawi Mangkualam, Pratama Arhan, Rafael Struick, dan Marselino Ferdinand.

Selebihnya adalah para pemain eks tim U20 dan muka-muka baru. Tiga pemain merupakan debutan, yakni Mikael Tata, Rivaldo Pakpahan, dan Achmad Maulana. Sisanya merupakan materi eks tim U20.

Dua Event
Mengirim tim muda menjadi kebijakan PSSI dan coach STY, karena timnas senior sedang disiapkan untuk lanjutan kualifikasi Piala Dunia 2026.

Maret 2025 mendatang, Jay Idzes dkk masih bertarung melawan Australia, Bahrain, Cina, dan Jepang di Grup C. Hasil terakhir, menang 2-0 atas Arab Saudi membuka peluang untuk tetap bertahan dalam persaingan. Apakah lolos langsung sebagai runner up Grup C, atau harus menempuh perjuangan di babak keempat.

Walaupun masih lama, Maret 2025, namun fokus ke Pra-Piala Dunia bisa dipahami lebih penting ketimbang Piala AFF, sehingga mengirim tim muda ke Piala AFF.

Ini menjadi realitas unik. Gagal di tingkat regional ASEAN, tetapi pada sisi lain masih berpeluang untuk bersaing ke level Asia untuk lolos ke Piala Dunia.

Menginjak Bumi
Anak-anak muda kita di Piala AFF menampilkan permainan yang menjanjikan, hanya memang belum matang. Kartu merah untuk Marselino Ferdinand saat melawan Laos, dan Muhammad Ferarri ketika menghadapi Filipina menjadi cermin “kemudaan” mereka.

Banyak penjelasan STY tentang performa pasukannya di tengah gelombang kritik mengenai sikap eksperimental yang menandakan belum adanya skema paten di Piala AFF ini.

Sorotan STY tentang jadwal Liga yang tak sinkron dengan Piala AFF karena bukan kalender FIFA, yang menyebabkan keminiman pematangan persiapan, direspons oleh netizens tentang fakta STY belum memberikan trofi sejak menukangi timnas pada 2019.

Asa tinggi para fans setelah timnas diperkuat oleh banyak pemain diaspora, melambung ke titik tertinggi untuk menembus sejarah lolos ke Piala Dunia.

Pada satu sisi, kehadiran para pemain diaspora meningkatkan kualitas timnas, walaupun pada sisi lain juga mengundang kritik menghambat pengembangan pemain lokal. Dualisme pendapat ini berjalan seiring dengan perjalanan timnas yang juga meningkat di ranking FIFA.

Maka haruslah diakui, di bawah Shin Tae-yong, kiprah timnas dengan mayoritas pemain diaspora membubungkan harapan. Namun hasil di Piala ASEAN 2024 ini seperti mengembalikannya berpijak ke bumi.

Evaluasi Total
Walaupun kita bisa berdalih mengirim tim muda, faktanya masih banyak hal yang harus dibenahi. Tidak cukup mengevaluasi tim itu, tetapi juga secara holistik harus melihat ekosistem sepak bola kita. Dari sisi organisasi maupun seluruh aspek penyelenggaraan kompetisi.

Apa yang kita lakukan dengan memberi legalitas kewarganegaraan kepada para pemain diaspora, suka atau tidak suka bermakna instan, kalau tidak ingin menyebutnya sebagai langkah pragmatis.

Segi positifnyalah yang kita petik, yakni sebagai pelecut untuk melahirkan pemain-pemain unggulan produk liga. Pada sisi lain juga membantu timnas untuk meng-up grade kualitas dengan kehadiran para diaspora yang bergabung.

Sasaran timnas di lingkup ASEAN, yang selain Piala AFF juga SEA Games, menjadi ukuran kalau kita bertekad menjadi “raja” di kawasan ini. Pada titik inilah kita masih mengakui Indra Syafri sebagai pelatih dengan prestasi terbaik, yakni di kelompok usia 19, 22, dan emas SEA Games.

Coach STY belum menghasilkan trofi. Yang dia hadirkan adalah atmosfer kegairahan dengan peningkatan peringkat FIFA dan kelolosan di sejumlah putaran final kelompok usia dan senior Piala Asia.

Dia, antara lain, memberi sejarah untuk kali pertama Indonesia lolos ke babak gugur Piala AFC pada 2024, dan membawa tim U23 ke semifinal Piala Asia pada tahun yang sama.

Evaluasi total selepas kegagalan di Piala AFF, bagaimanapun tidak boleh terlepas dari persiapan menuju lanjutan perjuangan di kualifikasi Piala Dunia, tahun depan.

Amir Machmud NS; wartawan suarabaru.id dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah