Prosesi kirab Rawat Jagat Pacitan menyertakan usungan Gunungan Hasil Bumi, juga beragam potensi kesenian lokal. Berlangsung meriah, mengundang massa penonton yang menyemut.(Prokopim Pacitan)
PACITAN (SUARABARU.ID) – Gelaran Rawat Jagat Pacitan Ke-3 Tahun 2024, mengambil tema Eling lan Waspada (Elwas) atau Ingat dan Waspada terhadap potensi ancaman bencana. Event wisata budaya ini, berlangsung meriah disaksikan oleh ribuan massa.

Bagian Prokopim Pemkab Pacitan, semalam, mengabarkan, event tersebut diinisiasi oleh Yayasan Konsursium Kangen Pacitan bekerjasama dengan Pemkab Pacitan. Rawat Jagat yang ketigakalinya ini, dibuka oleh Bupati Indrata Nur Bayu Aji. Dimulai Sabtu petang dan berlanjut sampai malam (21/9/24), .

Ribuan masyarakat menyemut di sepanjang jalan untuk menyaksikan prosesi Kirab Panji dan Tumpeng, serta berbagai hiburan seni budaya. Kirab diawali dari Pendapa Kabupaten Pacitan, menuju panggung utama di perempatan Penceng. Sepanjang perjalanan, diiringi dengan tetabuhan dan Penari Keling. Juga melibatkan Barisan Panji dari 12 Kecamatan se Kabupaten Pacitan. Dirangkai dengan usungan gunungan Tumpeng Hasil Bumi serta Ambeng.

Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji dan Wakil Bupati Gagarin Sumrambah masing-masing beserta istri, turut serta dalam prosesi iring-iringan kirab. Demikian juga dengan jajaran Forkopimda, para tamu dari Kabupaten tetangga. Juga diikuti para Pimpinan Perangkat Daerah, beserta seluruh Kepala Desa (Kades) dan Lurah se Kabupaten Pacitan serta barisan dari berbagai Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).

Menurut Bupati, tema “Eling lan Waspada” sebagai ajakan bagi masyarakat untuk menjaga keharmonisan hidup, alam, serta selalu waspada terhadap potensi ancaman, baik bencana alam maupun sosial. Tema ini, merupakan ajaran leluhur agar selamat dari berbagai marabahaya.

Festival Rawat Jagat ini, juga menjadi ruang ekspresi bagi masyarakat, para pegiat seni dan anak-anak sekolah yang turut tampil dalam pertunjukan seni.

Tari Keling

Kata Bupati, Rawat Jagat merupakan ikhtiar untuk tetap membangun optimisme di segala sektor kehidupan masyarakat. Juga meningkatkan kesadaran dari ancaman bencana dan marabahaya yang mengancam saat ini. Juga menjadi sarana sosialisasi menjaga lingkungan dan mewaspadai kerawanan bencana alam dan menarik kunjungan wisatawan ke Pacitan.

Dalam event tersebut, juga ditampilkan Tari Keling. Yakni atraksi kesenian asli Desa Kalipelus, Kecamatan Kebonagung, yang pemeran utamanya tampil menggunakan atribut serba hitam. Tak hanya pakaian, sekujur tubuh termasuk wajahnya, dibalur dengan pewarna hitam kelam.

Tari Keling merupakan perwujudan tingkah penuh wibawa dan tangguh, dalam menghadapi dinamika kehidupan. Syair dan tembang yang mengiringinya, mengandung makna mendalam sekaligus sebagai nasehat untuk menjalani kehidupan.
Tari Keling diciptakan warga Dusun Watulapak, Kalipelus, memiliki filosofi ketangguhan terhadap potensi bencana alam dan bencana sosial.

Kelompok penari Tari Keling berada di barisan terdepan dalam iring-iringan prosesi kirab budaya Rawat Jagat. Di belakangnya, usungan gunungan raksasa hasil bumi. Festival Rawat Jagat ini, sebagai salah satu wadah dalam mengekspresikan rasa syukur, dan menyampaikan doa serta harapan. Untuk membangun rasa optimisme di segala sektor kehidupan masyarakat, dan kewaspadaan terhadap ancaman bencana dan berbagai macam marabahaya.

Event ini, sebagai upaya mengenalkan potensi wisata, budaya dan tradisi Pacitan yang dikenal sebagai Kabupaten dengan potensi 1001 Goa, dan populer sebagai Pacitan Is The Paradise of Java. Harapannya, potensi religi dan seni budaya harus menjadi elemen penting, dalam proses pembangunan dan bisa berkontribusi untuk kesejahteraan masyarakat.

Kirab budaya Rawat Jagat, ditutup dengan doa permohonan keselamatan. Beragam pertunjukkan seni dan budaya, berlanjut hingga malam hari. Festival tahunan ini, tak hanya mewadahi seni dan budaya lokal, tetapi diharapkan jadi pengungkit ekonomi masyarakat dan meningkatkan minat kunjungan wisatawan ke Pacitan.(Bambang Pur)