GROBOGAN (SUARABARU.ID) – Lantunan tembang Aja Nangis dan Caping Gunung menggema di pendopo Kabupaten Grobogan, Sabtu (3/8/2024). Ternyata itu suara merdu Bupati Grobogan Sri Sumarni dalam acara Pembukaan Seleksi Lomba Sinden Muda Nasional ke 2 yang digelar di Pendopo Kabupaten Grobogan.
Sri Sumarni menembangkan sekar Aja Nangis dan Caping Gunung layaknya para sinden, duduk bersimpuh di antara dua sinden yang ada di sana.
Seleksi Lomba Sinden Muda Nasional itu merupakan perhelatan yang digelar Pepadi (Persatuan Pedalangan Indonesia) kali kedua, yang sebelumnya digelar di Kota Semarang.
“Alhamdulilah, Kabupaten Grobogan menjadi tuan rumah dalam kegiatan Lomba Sinden Muda Nasional kedua, yang tujuannya ini adalah mencari bibit-bibit muda sebagai sinden, ” papar Teguh Harjokusumo, Ketua Pepadi Grobogan.
Dalam lomba ini, ada 21 peserta yang bersaing untuk memperebutkan juara. Sebanyak 21 peserta ini datang dari berbagai daerah seperti Kabupaten Pacitan (Jawa Timur), Surakarta, Grobogan, Blora dan sebagainya.
“Peserta lomba ini adalah seniwati berumur 16-30 tahun berjumlah 21 orang dari Pacitan, Wonogiri, Sukoharjo, Solo, Pati, Boyolali, Sragen, Blora selebihnya dari Kabupaten Grobogan, ” tutur Teguh.
Teguh menjelaskan, harapan yang ingin diperoleh dari kegiatan Seleksi Lomba Sinden Muda Nasional kedua ini yakni lebih mengenalkan seni dan budaya daerah khususnya seni menembang Jawa, bentuk edukasi kepada masyarakat Grobogan terutama kaum milenial agar memahami tentang seni dan budaya serta menanamkan kecintaan seni dan budaya.
Bangga
Bupati Grobogan Sri Sumarni mengatakan dirinya turut bangga dengan diselenggarakannya Lomba Sinden Muda Nasional kedua dengan Grobogan sebagai tuan rumahnya.
Sri Sumarni menaruh harapan supaya para sinden muda ini turut melestarikan budaya Jawa , khususnya menembang. Apalagi, para sinden yang menjadi peserta berusia 16-21 tahun.
“Kompetisi ini tergolong unik karena tidak sekedar menampilkan unjuk ketangkasan nembang para sinden belia, tetapi juga menyediakan kesempatan kepada para sinden muda untuk menimba ilmu tentang rasa, etika, dan tata krama sinden,” ujar Sri Sumarni.
“Etika sinden menjadi sangat penting karena dengan pemahaman ini para sinden diajak untuk menyadari bahwa mereka bukan sekedar pekerja seni semata, tetapi juga penyampai nilai-nilai kehidupan yang tertuang dalam tembang-tembang Jawa yang mereka, ” tambahnya.
Terkait dirinya bernyanyi layaknya sinden tadi, Sri Sumarni mengaku lebih susah dibandingkan dengan menyanyi lagu biasa. Hal itu karena adanya cengkok pada sekar-sekar (lagu) Jawa.
“Saya tadi menyanyi sangat susah sekali, tinggi sekali nadanya. Maka, saya heran dengan para sinden yang menjadi peserta tadi. Mereka masih muda-muda tetapi sudah memahami pelog, sinom, gambuh dan ssebagainy, ” tambah Sri Sumarni.
Dirinya berharap, para sinden ini bisa menjaga budaya warisan adiluhung yang masih terus dikembangkan hingga saat ini agar dapat dinikmati generasi yang akan datang.
“Dalam kesempatan ini saya mengajak masyarakat untuk menangkal pengaruh kebudayaan asing yang tidak selaras dengan kepribadian bangsa Indonesia serta dapat menumbuh-kembangkan dan memperkaya kebudayaan bangsa, ” imbau Sri Sumarni.
Tya Wiedya