WONOGIRI (SUARABARU.ID) – Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Wonogiri, Eko Sunarsono, menyatakan, Grebeg Sura Tahun Je 1958 (Muharam 1446 H) Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri, akan dimulai Selasa malam (30/7/24) nanti. Lokasinya di Lapangan Gunungsari, Jatisrono, Wonogiri.
Event tahunan ini, akan berlanjut sampai dengan Sabtu (3/7/24) mendatang. Malam pertama akan ditandai upacara pembukaan. Kemudian dirangkai dengan penyajian seni Anggara Musiclab X Ngumandang Creative X, Ngumandang Dance dan musik Keroncong Dewa Ruci.
Rabu sore besok (31/7/24), digelar lomba mewarnai anak-anak dari Taman Kanak-kanak (TK), dimeriahkan display drum band pelajar dari SMK Pancasila-6 Jatisrono dan marching band SMP Negeri 2 Sidoharjo. Malam harinya, digelar final festival Kethek Ogleng tingkat SD se Kecamatan Jatisrono, Wonogiri, pentas seni tari, reog format festival dan Obyok.
Kamis (1/8/24) petang sampai malam, akan disajikan seni karawitan Gong Gandhem dari SD Negeri 1 Pelem Jatisrono, Karawitan Pantes Mekar dari SD Negeri 3 Pandeyan Jatisrono. Pukul 20.30-21.00 digelar Kirab Apem Sura, dan dirangkai dengan pentas wayang kulit semalam suntuk oleh Dalang Ki Eko Sunarsono SSn.
Jumat (2/8/24), disajikan ASAF Course dan final festival Kethek Ogleng tingkat SMP, CROWN Wonogiri dan Band Green Tobaco. Hari terakhir Sabtu malam (3/8/24), akan digelar Dzikir Munajah Ratib Al-Hadad dan pengajian akbar bersama Habib Syech Kiai Ahmad Sa’ad.
Budayawan Jawa peraih Anugerah Bintang Budaya, Kanjeng Raden Arya (KRA) Pranoto Adiningrat yang juga Abdi Dalem Keraton Surakarta, menyatakan, Grebeg Sura menjadi event wisata budaya yang menggabungkan elemen keagamaan, kebudayaan dan nilai sosial masyarakat Jawa.
Toleransi
Tradisi warisan leluhur yang diwariskan dari generasi ke generasi, ini mengedepankan nilai-nilai kebersamaan, toleransi, dan penghormatan terhadap budaya. Ini menjadi bukti nyata bagaimana bangsa Indonesia memelihara akar budayanya.
Sejarah Grebeg Sura telah ada sejak Abad Ke-8 Masehi, ketika Kerajaan Mataram Islam berdiri di Tanah Jawa. Perayaan ini, awalnya merupakan bagian dari upacara agama Hindu-Buddha yang kemudian disesuaikan dengan nilai-nilai Islam.
Sejak saat itu, Grebeg Sura terus bertransformasi dan mengalami penggabungan dengan elemen-elemen budaya lokal. Yang mencerminkan semangat toleransi dan harmoni, menjadi bagian kehidupan masyarakat Indonesia, yang lestari sampai saat ini.
Di dalamnya, terkandung nilai gotong royong, guyub rukun, saling menghormati dan menjadi cerminan semangat persatuan dalam membangun bangsa. Grebeg Sura sebagai warisan budaya tak benda, mengandung semangat kebersamaan dan toleransi, menjadi simbol penting dalam menyatukan masyarakat Indonesia dari berbagai keberagaman budaya dan keyakinan. Melalui warisan budaya ini, bangsa Indonesia akan terus menghargai sejarahnya.
Melalui Grebeg Sura, masyarakat senantiasa menghormati dan mengapresiasi sejarah serta budayanya, melalui jalinan ikatan sosial antara satu sama lain. Menjadi bukti kekayaan budaya, sebagai sarana memanjatkan doa dan mencari berkah, juga jadi cerminan penyampaian nilai moral.(Bambang Pur)