blank
Sulismanto

Oleh Sulismanto*

Meski telah berlalu lebih dari sepekan, kecelakaan bus rombongan wisata guru dan siswa SMK Lingga Kencana Depok masih banyak dibahas. Pernyataan pro dan kontra terus muncul dari berbagai lapisan masyarakat.

Di luar persoalan mengenai kedua sikap itu, penulis tertarik membahas istilah yang dipilih oleh masyarakat—untuk menyebut aktivitas yang dilakukan rombongan wisata itu—, yakni  “study tour”.

Dalam berbagai wacana yang membahas peristiwa tersebut, istilah “study tour” berada dalam posisi lebih dari sekedar dominan. Istilah itu hampir selalu digunakan oleh mereka yang terlibat dalam wacana tersebut. Sementara bahasa Indonesia memiliki padanan istilahnya, yakni “widyawisata”, jika aktivitas itu memang dimaksudkan sebagai wahana belajar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), widyawisata berarti “perjalanan ke luar (daerah, kampus, dan sebagainya) dalam rangka kunjungan studi (biasanya berombongan); kunjungan dalam rangka menambah ilmu pengetahuan”.

Di luar itu, bahasa Indonesia juga memiliki istilah “karyawisata”. Istilah ini digunakan dalam konteks perjalanan wisata yang terkait dengan pekerjaan. Lalu, ada “darmawisata” yang oleh KBBI diartikan sebagai “perjalanan atau kunjungan singkat dengan tujuan bersenang-senang dan sebagainya; perjalanan yang dilakukan untuk tujuan rekreasi sambil mengenal baik objek wisata dan lingkungannya”,

Penggunaan istilah “study tour” alih-alih “widyawisata” ini semoga bukan sebuah gejala ketidakcintaan penutur bahasa Indonesia terhadap bahasanya sendiri. Atau dalam posisi lain, lebih mencintai bahasa asing dibanding bahasa Indonesia. Boleh jadi, masyarakat hanya sedang lebih suka menggunakan istilah berbahasa Inggris tersebut .

Meski terbatas, masih ada sementara pihak yang menggunakan istilah “widyawisata”. Saat penulis mencoba mengetik frasa kunci “widyawisata SMK Lingga Kencana” di mesin pencari Google, tampil beberapa media massa yang menggunakan kata widyawisata dalam beritanya. Demikian pula ketika kata kunci “widyawisata” penulis ketik di media pencarian platform media sosial. Sejumlah unggahan status yang terhitung baru, tetap menggunakan kata berbahasa Indonesia tersebut. Bahkan ada status yang mengabarkan terbitnya surat edaran lembaga tertentu menyikapi kecelakaan yang terjadi Subang tersebut, yang juga menggunakan istilah berbahasa Indonesia.

Dahulu, istilah-istilah berbahasa Indonesia itu sangat dikenal dan sering digunakan. Pada sisi yang lain, penulis melihat ada fenomena pasang surut penggunaan kata mengikuti tren. Dengan dua premis ini, ada harapan tren penggunaan kata “widyawisata” menggantikan padanannya dari bahasa asing.

Dalam KBBI kata dasar “wisata” memiliki likuran, bahkan lebih dari 30 gabungan kata. “Wisata religi” dan “wisata kuliner” ada di antara gabungan kata tersebut. Kedua gabungan kata ini, agaknya belum surut penggunaannya.

Penulis penasaran, sampai kapan istilah “study tour” lebih banyak disukai dibanding padanan istilahnya dalam bahasa Indonesia. Semoga “widyawisata” sedang menjalani “wisata tidur” saja, lalu segera bangun mengingatkan banyak orang.

 

*Penulis adalah ASN di Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Setda Jepara.