Oleh : Ariyanto Muhammad Toha, M.Pd
Siapa yang tak kenal Sang Patih Gajah Mada dengan Sumpah Palapanya, di mana ia tidak akan memakan buah palapa sebelum nusantara bersatu. Ini mengandung makna mendalam bahwa sang patih tak akan bersenang-senang sebelum nusantara bersatu.
Gajah Mada memang bukan raja di kerajaannya, akan tetapi visi dalam diri beliau begitu kuat, dipercaya sehingga mendapatkan dukungan dari warga dan kerajaannya. Cerita Sang Patih dapat ditarik dalam konteks guru dan sekolahnya.
Guru memang bukan kepala sekolah, akan tetapi jika visi seorang guru memiliki makna yang kuat tentu visi tersebut berpeluang menghubungkan hati lebih banyak pihak hingga kemudian mengundang upaya kolaboratif demi mewujudkannya.
Visi seorang guru harus dapat di-amini semua pihak karena sangat jelas keberpihakannya pada murid. Yang perlu diingat dalam merumuskan sebuah visi guru penggerak adalah tiga hal. Pertama, narasi dalam visi diawali dengan kata kerja. Kedua bahwa dalam visi memuat profil pelajar pancasila, dan yang ketiga terdapat komponen aset lingkungan sekolah yang dapat dimanfaatkan untuk mewujudkan visi tersebut.
Dalam visi guru penggerak, kita dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan di bawah ini untuk mempermudah perumusannya. Setidaknya ada lima buah pertanyaan yang kemudian diejawantahkan ke dalam sebuah visi, yaitu apa makna pernyataan visi bagi Bapak/Ibu?, apa harapan, cita-cita Bapak/Ibu untuk murid, rekan pendidik, komunitas sekolah, kehidupan masyarakat di daerah, dan bangsa-negara Indonesia?, apa yang selama ini jadi keyakinan bersama dan menyatukan sekolah kita?,apa yang diharapkan menjadi pembeda antara murid di sekolah Bapak/Ibu dengan murid di sekolah lain? Dan apa kontribusi orang dewasa dan para pemangku kepentingan di sekolah kita dalam mewujudkan murid dengan Profil Pelajar Pancasila?
Penulis yang menjadi pendidik di sebuah sekolah menengah pertama (SMP) bergenre pesantren modern/boarding school merumuskan sebuah visi guru penggerak yang dituangkan dalam tugas 1.3.a.3 Mulai Dari Diri – Modul 1.3 sebagai berikut :
Saya memimpikan murid-murid yang menerapkan nilai-nilai agama dalam kesehariannya. Saya percaya bahwa murid adalah pribadi yang unik namun tetap dapat dituntun oleh guru. Di sekolah, saya mengutamakan kebutuhan murid dengan kemampuannya masing-masing. Murid di sekolah saya sadar betul bahwa perjalanan mereka masih panjang dalam meraih masa depan tentu butuh teladan, motivasi, dan dorongan semangat dari gurunya. Saya dan guru lain di sekolah saya yakin untuk dapat berkolaborasi mewujudkan visi. Saya dan guru lain di sekolah saya paham bahwa penting dalam mewujudkan di satuan pendidikan
Dari jabaran kata kunci di atas maka penulis merumuskan sebuah visi guru penggerak : “Menumbuhkan Santri Luhur dalam Prestasi yang Berwawasan Lingkungan Lestari dan Berjiwa Enterpreuner”.
Dalam konteks tersebut bahwa lingkungan sekolah berada dalam bingkai boarding school/pesantren modern sehingga 24 jam siswa/santri berada di lingkungan asrama dan sekolah yang berada dalam satu komplek.
Untaian visi guru penggerak di atas mengandung makna bahwa dalam tataran sekolah menengah pertama yang bergenre pondok pesantren modern atau boarding school, peserta didik masih dalam taraf pertumbuhan dalam mencari jati diri.
Oleh karena itu, pendidik diharapkan dapat menuntun agar peserta didik tumbuh menjadi santri luhur. Seabab genre pondok pesantren atau boarding school terdapat muatan lokal mata pelajaran ciri khusus pondok pesantren sehingga saat tampil atau kembali ke masyarakat dapat dirasakan oleh lingkungan masyarakat tempat mereka tinggal. Tentu setidaknya melalui kajian-kajian hadits atau qur’an dalam kultum di komunitas-komunitas yang ada di lingkungan mereka tinggal dan ini adalah peran ustadz/musyrif yang ada di pondok pesantren sebagai garda terdepan perwujudan visi dalam aspek religius.
Dalam prestasi mengandung makna peran pendidik dalam sekolah formal (SMP) yang secara luas tidak hanya menitikberatkan kepada aspek akademiknya saja akan tetapi harus diperluas dalam aspek keterampilan, keahlian, sesuai kodrat alam dan kodrat zamannya.
Penggunaan IT semisal gawai dalam pondok pesantren memang dilarang. Akan tetapi dalam mengejawantahkan sebuah visi yang menjadi satu kesatuan sesuai kodrat zamannya bahwa penggunaan IT dalam pembelajaran di sekolah formal (SMP) menjadi mutlak sesuai kebutuhan murid maka tidak menjadi masalah jika gawai atau media IT lainnya digunakan di sekolah formal.
Berwawasan lingkungan mengandung arti bahwa komplek pondok dan SMP sebagian besar adalah lingkungan hijau yang asri dan banyak murid atau santri beraktifitas setiap hari selama 24 jam di asrama dan sekolah. Karena itu perhatian terhadap lingkungan menjadi sangat penting terutama dalam hal kebersihan. Tidak hanya menjadi tanggung jawab petugas kebersihan saja. Implementasinya dikorelasikan dengan materi pelajaran tentang tumbuhan semisal mata pelajaran Ilmu Pengetahun Alam sebagai contoh bahwa santri diminta membawa tumbuhan untuk kemudian diteliti atau dilakukan sebuah proyek dan dapat juga berkontribusi dalam menciptakan lingkungan hijau di sekolah dan pondok pesantren.
Sedangkan berjiwa enterpreuner mengandung makna bahwa pemanfaatan kolam ikan yang dimiliki pondok, perkebunan pisang, perkebunan ketela pohon, kantin pondok, pemanfaatan daur ulang sampah untuk kerajinan atau handy craft perlu dirangkai menjadi bagian dari visi karena pos/tempat untuk memasarkan produk-produk dari pemanfaatan aset pondok telah tersedia.
Melalui event atau kegiatan yang bersifat rutin seperti bazaar saat kajian Ahad pagi di Gedung Umar Hasyim, pameran saat pertemuan Wali Santri atau pameran dan kegiatan lainnya yang bersifat insidental bertaraf lokal, daerah, ataupun nasional.
Secara singkat, berikut mengejawantahkan sebuah visi guru penggerak sesuai dengan kenyataan yang ada di sekolah penulis dalam bingkai “Menumbuhkan Santri Luhur Dalam Prestasi yang Berwawasan Lingkungan Lestari dan Berjiwa Enterpreuner”.
Penulis adalah guru di SMP Muh Asy Syifa’ Blimbingrejo dan Calon Guru Penggerak Angkatan 7 Kabupaten Jepara