Oleh: Khanif Hidayatullah
Het Klaverblad disematkan kepada tiga serangkai putri dari Bupati Jepara, RMAA Sosroningrat. Ketiga putri tersebut ialah Raden Ajeng Kartini, Raden Ajeng Kardinah, dan Raden Ajeng Roekmini.
Het Klaverblad berasal dari bahasa Belanda yang mempunyai makna ‘Daun Semanggi’. Ketiga saudari ini mempunyai kesamaan visi dan paradigma yang senantiasa membuatnya kompak satu sama lain. Istilah ini diberikan oleh Nyonya Ovink-Soer seorang istri pegawai administrasi Hindia Belanda.
RA Kartini mempunyai pengaruh besar terhadap saudarinya tersebut. Budaya literasi dan cara berpikir kritis membentuk kesamaan berpikir kepada keduanya dalam mengolah rasa kemanusiaan.
BACA JUGA Jepara dalam Lintasan Sejarah Nusantara
RA Kartini dikenal sebagai tokoh pejuang emansipasi (kesetaraan). Kondisi sosial pada masa tersebut terjadi hegemoni feodalisme yang begitu kuat. RA Kartini merasakan ketidakadilan yang diterima oleh kaum perempuan. Hak dan segala aktivitas perempuan dibatasi. Begitu pun hak perempuan dalam memperoleh pendidikan. RA Kartini tidak hanya diam, RA Kartini terjun langsung dalam menangani pendidikan yang digelar di serambi belakang Pendopo Jepara. Perjuangan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat RA Kartini berlanjut hingga saat menjadi istri dari Bupati Rembang.
Pemikiran-pemikiran kritis dari analis sosial RA Kartini ia tuangkan dalam korespondensinya kepada sahabat-sahabat Eropanya, seperti Ny. Ovink Soer, Estelle Zeehandelaar, Rosa Abendanon dan lainnya.
Dalam suratnya, RA Kartini mengkisahkan nasib yang dialami oleh bangsanya, impian besar, dan cita-cita. Surat-surat tersebut kemudian dibukukan pada tahun 1911 berjudul Door Duisternis tot Licht yang berarti Habis Gelap Terbitlah Terang. Buku inilah yang menjadi salah satu penyulut perjuangan tokoh pergerakan Bumiputera dalam memperjuangkan kemerdekaan.
RA Kartini ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh Presiden Soekarno pada 2 Mei 1964 melalui Keppres RI No. 108 Th 1964. Perjuangan RA Kartini juga diabadikan sebagai nama jalan di kota-kota benua Eropa yaitu di Utrecht, Venlo, Haarlem, dan Amsterdam.
Sementara, RA Kardinah merupakan adik perempuan RA Kartini yang lahir di Jepara pada 1 Maret 1881. Budaya literasi yang diajarkan oleh kakaknya mendidik RA Kardinah sebagai seorang perempuan yang berwawasan luas dan visioner.
RA Kardinah merupakan istri dari Bupati Tegal, Ario Reksonegoro X. Sebagai istri Bupati, RA Kardinah mempunyai kekuatan yang lebih leluasa untuk menciptakan gerakan yang memajukan rakyat Bumiputera.
Pendidikan yang tidak bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, membuat RA Kardinah begerak memberikan pelayanan pendidikan. RA Kardinah mendirikan Sekolah Kepandaian Puteri Wismo Pranowo yang didirikan pada tahun 1916 bertetapan pada hari ulang tahunnya yang ke 35. Di instansi pendidikan tersebut, keilmuan seperti budaya Jawa, bahasa Belanda, membaca Alquran, pendidikan karakter, dan produksi kerajinan kesenian diajarkan. Sekolah yang didirikan RA Kardinah ini juga sempat dikunjungi oleh tokoh pendidikan, Dewi Sartika dan Ki Hadjar Dewantara.
BACA JUGA Menelusuri Jejak VOC di Jepara
RA Kardinah bersama kakaknya RMP Sosrokartono mendirikan sebuah perpustakaan yang diberi nama “Panti Sastra”. Literasi dianggap sebagai kebutuhan yang penting bagi masyarakat luas. Pendirian perpustakaan Panti Sastra RA Kardinah dan kakaknya tersebut merupakan sebuah upaya untuk memberikan literasi yang bisa dikunjungi oleh masyarakat luas dan sebuah bentuk kegiatan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pada tahun 1927, RA Kardinah mendirikan rumah sakit yang bernama “Kardinah Ziekenhuis” (Rumah Sakit Kardinah). Balai pelayanan kesehatan ini diperuntukkan untuk menanggapi serba keterbatasan yang dialami oleh masyarakat akan fasilitas layanan kesehatan yang memadai. Rumah sakit tersebut didirikan dengan biaya RA Kardinah sendiri sebesar 16.000 gulden yang berasal dari royalti buku yang ia tulis. Rumah sakit yang ia dirikan kemudian menjadi RSUD Kota Tegal.
Kontribusi RA Kardinah di bidang pendidikan, sosial, dan kesehatan telah dapat dirasakan oleh masyarakat. Kemasyhuran Wismo Pranowo, Panti Sastra, dan Kardinah Ziekenhuis membuatnya dikenal sebagai pejuang rakyat. Gerak langkah RA Kardinah turut serta diketahui oleh pemerintahan hingga kerajaan Belanda memberikan penghargaan berupa Bintang Ridder van Oranye-Nasau.
Saudari RA Kartini dalam Het Klaverblad lainnya adalah RA Roekmini. Seorang perempuan pertama yang menjadi delegasi Kongres Perempuan Asia pada Januari 1931 di Lahore, Pakistan bersama Sunaryati Sukemi. Keikutsertaan RA Roekmini dalam Vereeniging voor Vrouwenkiesrecht (VVV) pada posisi badan ekskutif dijadikan sebagai wadah perjuangan terhadap hak perempuan di bidang sosial dan politik.
Perempuan yang hobi melukis dan kerajinan kayu tersebut lahir di Jepara pada 4 Juli 1880. RA Roekmini yang lebih menyukai aktivitas praktik ketimbang teori membuatnya menciptkan sekolah kejuruan atau vokasional. Pendidikan yang ia terapkan bertujuan untuk meningkatkan keahlian bagi masyarakat.
Sebagai tokoh yang aktif dalam Kongres Perempuan dan VVV, RA Roekmini mengupayakan untuk mendirikan VVV cabang Kudus. Melalui gerakan organisasi yang berada di daerah dianggap dapat memberikan pendidikan dan wawasan bagi masyarakat sekitar.
BACA JUGA RA Kartini, Promotor Awal Seni Ukir Jepara
Perjuangan terhadap bangsa dan kemanusiaan yang dilakukan Het Klaverblad van Japara, tokoh perempuan asal Jepara tersebut akan senantiasa menjadi inspirasi bagi generasi ke generasi. Dengan belajar sejarah diharapkan generasi penerus akan mempunyai pandangan futuristik kedepan.
Pahlawan dan pejuang perempuan asal Jepara RA Kartini, RA Kardinah, dan RA Roekmini telah memulai perjuangan untuk rakyat atas cinta terhadap bangsa. Nilai perjuangan inilah menjadi penyulut gerakan bagi generasi muda terus berjuang membawa Bangsa Indonesia menjadi lebih baik; bangsa yang adil bangsa yang sejahtera.
Penulis adalah pegiat sejarah dan budaya Jepara juga anggota yayasan pelestari budaya dan sejarah Jepara yang tinggal di Jepara.
BACA JUGA Sehari Siswa 3 SD di Batealit Divaksin