BERBICARA soal candi, Jawa Tengah adalah pusatnya. Kita tentu mengenal Candi Borobudur, yang merupakan candi terbesar di dunia. Lalu ada Candi Prambanan, Mendut, Pawon, Dieng, Gedongsongo, dan candi-candi lainnya.
Candi-candi kecil mungkin kita tak banyak mengenalnya. Ada Candi Asu, Candi Lumbung, Candi Sojiwan, Candi Bubrah. Di Dieng sendiri masing-masing nama candinya mungkin banyak yang tidak tahu. Candi Arjuna, Bima, Dwarawati, dan sebagainya.
Di wilayah Kabupaten Semarang juga ada candi. Candi Gedongsongo sudah banyak yang tahu. Tetapi siapa yang sudah kenal nama Candi Klero? Ya Candi Klero yang berlokasi di Desa Ngentak Lor, Kelurahan Klero, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah merupakan wisata yang belum masyarakat mengetahuinya.
Candi ini pertama kali ditemukan pada tahun 1995. Kondisi saat itu sudah nyaris runtuh. Masyarakat setempat juga sering menyebut candi ini dengan nama Candi Tengaran. Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCP) kini menjadi pengelola candi mempunyai bentuk bangunan yang unik setelah menjalani restorasi.
Morfologi candi klero terdiri dari bagian atap, tubuh, dan kaki. Dan pada bagian atasnya terdapat tonjolan yang mengitari tubuh candi. Dan pada salah satu sudut dinding teras, terdapat prasasti pendek beraksara Jawa Kuno yang sudah dalam kondisi aus.
Menurut informasi di dalam Candi Klero juga terdapat arca Dewa Syiwa. Dengan alasan keamanan arca tersebut dipindahkan oleh Kantor Dinas Pelestarian.
Kunjungan Siswa
Meski masyarakat umum belum banyak mengenalnya, namun Candi Klero cukup dikenal oleh masyarakat sekitar dan sering kali menjadi tujuan wisata untuk beberapa siswa, baik dari tingkat SD, SMP, maupun SMA. Berkunjung ke Candi Klero memang tak dipungut biaya.
Dan, masyarakat sudah dapat menikmati pemandangan indah di kawasan Candi Klero ini. Namun, karena belum menjadi tujuan utama para wisatawan, maka di sana juga yang berjualan makanan dan minuman.
Banyak warga masyarakat setempat yang berharap bahwa Candi Klero dapat membuka ladang rezeki bagi masyarakat lokal. Seperti yang diungkapkan Wiwik, warga sekitar candi.
“Saya berharapnya banyak yang mengetahui keberadaan candi ini, karena jika kita lestarikan dengan baik dan banyak pengunjung sepertinya akan membuat masyarakat lokal lebih semangat untuk berjualan di sini,” ungkap Wiwik.
Memang tampakmya masyarakat masih belum banyak berkunjung karena fasilitas yang kurang memadai. Namun mereka merasa bangga juga jika melihat ada sebuah candi yang indah dan berada di pelosok desa, dengan pemandangan yang masih asri, tidak menutup kemungkinan semuanya akan betah jika berada di sana dan juga sembari berswafoto untuk kenang-kenangan atau mengunggahnya di media sosial.
Lulu Afidatul-wied