blank
Ketua PWI Jateng menyerahkan piagam kepada pembicara Dr Supari, Rektor USM bersama pembicara lainnya. Foto: R. Widiyartono

”Menghadapi tantangan AI, kita harus bersiap diri dengan kekuatan mental dan amal saleh,” tandasnya.

Di bagian lain, Rektor USM, Dr Supari menekankan jika wartawan dan perguruan tinggi memiliki ikatan penting. Keduanya harus bekerja sama untuk menyiapkan generasi terbaik di masa mendatang. Termasuk dengan memanfaatkan AI.

Dr Supari juga menyebut, bahwa ada istilah lain yang dimunculkan sekarang untuk artifisial intelligence selain kecerdasan buatan yaitu “akal imitasi”.

“Kita semua mesti beradaptasi, justru kita ikut membangun AI supaya bisa lebih banyak membantu pers, membantu pendidikan tinggi, tujuannya sama-sama untuk Indonesia Emas,” jelasnya.

M Qomaruddin dari Unissula menjelaskan, AI sebenarnya bukan barang baru. Bagi media, AI akan memanjakan para wartawan, tapi di sisi lain menjadi penyampai yang tak sesuai fakta. Di sinilah perlunya media beriorientasi pada fakta, kejujuran, dan etika.

”Revolusi industri yang keempat ini memang gaduh. AI sesungguhnya adalah tools atau alat yang membantu kita mengembangkan dunia jurnalistik lebih baik lagi, industri dan pendidikan lebih maju. Yang diwaspadai adalah dampaknya, karena cukup dengan mengetik kata kunci kita bisa terlena oleh ribuan informasi,” bebernya.

Di bagian lain, Guruh Fajar Shidik dari Udinus memberikan gambaran tentang perjalanan kecerdasan mesin sejak 1950, 1960,  1990,  2010 hingga 2022 melalui komputasi yang mutakhir. Menurutnya, setiap masa ada teknologinya, dan setiap teknologi ada masanya.

”Hasilnya salah satunya chat GPT. Anda bisa menggunakan Tiktok, YouTube, Tokopedia sudah ada profiling, klasifikasi yang Anda inginkan,” katanya.

Eny Winaryati dari Unimus mengatakan, pers atau wartawan harus mampu beradaptasi dengan kemajuan AI. Meskipun demikian, ada tiga hal yang menjadi rambu-rambu yaitu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani.

Perubahan Paradigma Perkuliahan

Sebelumnya, dalam sambutah selamat datang,  Rektor Unimus Prof Masrukhi menyampaikan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada kampusnya untuk memeriahkan HPN lewat dialog rektor.

“Seirama kemajuan teknologi, ada perubahan paradigma di perkuliahan. Dosen di era kini tak lagi menjadi sumber satu-satunya belajar,” kata Prof Masruchi.

Sementara itu, Ketua PWI Jateng, Amir Machmud menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada Unimus, dan semua pihak yang memberikan support atas terselenggaranya dialog ini.

Menurut Amir, setiap teknologi pasti memiliki sisi positif dan sisi negatif. Termasuk pemanfaatan AI dalam kerja-kerja jurnalistik.

Sisi positifnya, kata Amir, wartawan bisa memanfaatkan AI sebagai perangkat untuk memperkuat informasi-informasi yang akan disampaikan. Di sisi lain, AI juga bisa membawa dampak negatif.

Ia menambahkan, tantangan terbesar di dunia wartawan dan media massa saat ini adalah masalah penghayatan etika. Artinya, dalam menyampaikan informasi, wartawan harus mematuhi rambu-rambu yang ada seperti UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik.

Dengan begitu, wartawan tidak akan membuat berita bohong, berita pemecah belah, atau berita bermuatan SARA. “Jadi penggunaan AI itu kembali lagi pada masalah etikanya. Kalau etika dengan iktikad untuk menyelamatkan media, menyelamatkan dunia kewartawanan, menyelamatkan masyarakat, ini pasti akan melahirkan produk yang bermaslahat bagi semuanya,” tegasnya.

R. Widiyartono