blank
Ilustrasi kain pelangi

Oleh : Hadi Priyanto

R.M.Ng. Natawijaya adalah putra ke – 8 Adipati Jepara Raden Mangkuwijaya atau Adipati Tjitrosomo V yang menjadi Bupati Jepara tahun 1784 – 1800. Sebelum ditugaskan di Jepara,  Raden Mangkuwijaya adalah  Bupati Kudus dengan gelar Tumenggung Rangga Jayasentika. Ia dikenal sebagai bupati yang sangat kaya karena usaha perdagangan dan pertaniannya.  Sebelum menjadi Bupati Kudus ia adalah  Patih Jepara.

Sedangkan Raden Mangkuwijaya adalah putra Ki Wuragil Jiwosuto yang kemudian dikenal sebagai Adipati Tjitrosomo I. Semasa pemeritahan Paku Buwono I, Ki Wuragil mendapatkan kepercayaan sebagai Bupati Prangwedono Pesisir Timur Pulau Jawa yang berkedudukan di Jepara  dan kemudian ia mendapatkan kepercayaan menjadi Bupati Jepara tahun 1708 – 1742.

Setelah Adipati Tjitrosomo V meninggal tahun 1800, R.M.Ng. Natawijaya kemudian menggantikan  menjadi Bupati Jepara dengan gelar Adipati Tjitrosomo VI. Ia dikenal sebagai seorang pemuda yang pintar, berani, jujur   dan digdaya. .   Ia tentu saja ingin segera dapat membangun Jepara yang telah dibangun leluhurnya dan juga pemimpin Jepara sebelumnya.

blank

Namun pada tahun 1815 ia mendapatkan tugas ke Tuban untuk mengatasi konflik akibat perebutan kekuasaan di Mataram. Sementara kedudukannya sebagai bupati Jepara diisi oleh R. Adipati Surahadimenggala yang dikenal sebagai Tumenggung Cendol. Akhirnya ia mendapatkan kepercayaan sebagai Bupati Tuban dengan gelar Pangeran Haryo Tjitronegoro menggantikan Raden Soeroadiwidjojo. Selama di Tuban, ia  didampingi  patih bernama Raden  Supeno yang merupakan putra pertamanya

Kemudian pada tahun 1821 ia ditugaskan sebagai Bupati Lasem yang dijalani hingga tahun 1823, karena ia harus kembali ke Jepara untuk menggantikan ayahnya Adipati Tjitrosomo V  yang meninggal dunia.

blank

Mas Natawijaya atau Adipati Tjitrosomo VI mengakhiri masa dinasnya atau pensiun sekitar  tahun 1836 dalam usianya yang cukup tua. Ia mendapatkan gelar Kanjeng Pangeran Tjotrosomo VI.   Sebab kebijaksana dan kearifannya  telah membawa ketenangan di daerah Jepara, Tuban dan Lasem, tiga kota pesisir yang pernah dipimpinnya.

Pensiun membuat kain pelangi

Setelah Kanjeng Pangeran Adipati Tjitrosomo VI pensiun, ia  pindah tempat tinggal di Bonjot, Jepara.  Didirikannya rumah  yang besar dan indah  di atas tanah Donoreja atau tanah pemberian raja  yang kemudian dikenal juga dengan sebutan Bonjot.

blank

Di belakang rumah yang indah itu terdapat gedung susun yang digunakan  memelihara ulat sutera.  Untuk makanan ulat tersebut disediakan tanaman murbei atau dadap seluas ± 1 hektar. Hasilnya kemudiaan dipintal dan digunakan untuk membuat kain pelangi Jepara.

Apa yang dilakukan oleh Tjitrosomo VI   menjadikan  kain pelangi Jepara semakin termasyur kala itu. Sebab kain pelangi kemudian mulai dikerjakan oleh masyarakat sekitar dan dijual keluar Jepara.

Kain pelangi ini diperkirakan mendapat pengaruh langsung dari India yang dibawa oleh para pedagang India ke Jepara dan Lasem. Mereka membawa kain cindai (patola) dan bandhana yang juga menggunakan teknik ikat dalam memproduksi varietas hiasnya.

Kain putih diikat (teknik pelangi) dan dipintal (teknik tritik) sesuai dengan desain yang dibutuhkan dan kemudian kain diwarnai menjadi bahan pewarnaan. Proses mengikat dan mewarnai ini dilakukan berulang kali. Bagian yang diikat dan diisolasi tahan air dan akan menghasilkan berbagai ornamen pelangi yang unik dan menarik termasuk bentuk geometris seperti bintang, lingkaran dan segitiga yang diproses dengan elemen tanaman dan kerawang.

blank

Dua teknik utama digunakan untuk membuat pola kain putih polos dengan mengikat resist (pelangi) atau dengan menjahit dan mengumpulkan (tritik). Keduanya dilakukan sebelum merendam kain dalam bak pewarna. Pewarna tidak dapat menembus resist dan berkumpul tahan air, sehingga menciptakan pola putih. Proses ini diulang untuk setiap warna

Dulu, kain pelangi digunakan sebagai sarung, kain penutup dada dan selendang untuk wanita dan pengasuh kaum bangsawan. Karena usaha itu kemudian banyak warga Jepara kala itu yang membuat kain pelangi. Hasil produksinya banyak di jual keberbagai kota.

Penulis adalah pegiat sejarah dan budaya Jepara