JEPARA (SUARABARU.ID) – Upaya pelestarian, pengelolaan, dan perlindungan terhadap Lingkungan Hidup (LH) di Jepara tampaknya belum optimal. Bahkan terkesan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) kurang memahami arti pentingnya lingkungan hidup bagi masa depan. Hal tersebut diungkapkan oleh pemerhati lingkungan hidup Jepara Didid Endro S saat melakukan refleksi pembangunan lingkungan yang berkelanjutan tahun 2024 di Sekretariat Celsius di Mlonggo Jepara, Rabu 1 Januari 2025
Menurut Didid, ini terbukti adanya beberapa kasus pelanggaran LH yang tidak terselesaikan dengan baik. Adapun beberapa kasus lingkungan hidup yang terjadi di Jepara adalah maraknya pertambangan liar (galian C) di berbagai tempat. Selain itu juga adanya proses izin lingkungan dan penyusunan Dokumen Lingkungan (dokling) yang tidak sesuai prosedur. “Pembangunan liar kawasan pantai untuk pariwisata di Jepara menjadi bukti,” tegasnya
Menurut pemerhati LH, Didid Endro S, hal ini terjadi salah satu penyebabnya adalah sikap apatis Pemkab terhadap kasus yang ada. Bagaimana tidak, lanjut Didid, beberapa persoalan sudah disampaikan secara detail baik melalui surat resmi atupun beberapa kali di forum audiensi, tetapi tindak lanjutnya tidak terlihat. Bahkan terkesan berhenti begitu saja.
“Kami bersama Celcius sudah berkali-kali menyampaikan hal ini kepada Pemkab tetapi belum terlihat hasil dari kerja mereka” ungkapnya.
Lebih lanjut, Didid memaparkan kasus LH secara riil, yakni pertambangan liar yang hingga sekarang masih ada. Kemudian proses izin lingkungan dan penyusunan dokumen lingkungan dari beberapa perusahaan yang tidak sesuai prosedur, tetapi tidak ditangani secara serius. “Bahkan kegiatan Pemerintah yang semestinya menjadi contoh dalam proses penyusunan dokumen lingkkungan justru menyimpang dari aturan yang berlaku,” terangnya
Seperti penyusunan dokumen lingkungan pembangunan pasar Bangsri. “Kegiatan pembangunan tersebut dimulai tahun 2018, tetapi sosialisasi penyusunan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), baru dilakukan pada tahun 2020,” papar Didid
“Jelas saja kami menolak atas proses tersebut. Pembangunan sudah dimulai dua tahun kok baru sosialisasi AMDAL. Ini kan aneh”, tegasnya. Lebih aneh lagi, tambahnya, setelah sosialisasi AMDAL tersebut dikomplain, tiba-tiba terbit Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH), tambahnya
“Kita sebenarnya sangat paham perbedaan AMDAL dengan DELH, tetapi kenapa tetap saja dilakukan. Padahal jelas kalau itu sesuatu yang keliru” tegasnya.
Selain pembangunan pasar Bangsri, ada juga kekeliruan yang dilakukan oleh pemerintah, yakni pembangunan Rumah Sakit (RS) dr. Rehata Kelet. “Dokling RS. Kelet disidangkan ketika pembangunannya sudah berjalan, yang menurut peraturan ini tidak boleh dilakukan,” ujar Didid
Ketentuannya adalah bahwa Pemrakarsa tidak boleh melakukan kegiatan pembangunan sebelum dokling diterbitkan. Tetapi selama ini selalu ada pembiaran ketika hal itu dilakukan oleh pemrakarsa.
Dari berbagai persoalan tersebut, Didid Endro S yang juga ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Celcius tersebut menyarankan agar Pemerintah benar-benar bijaksana dalam mengambil sikap terhadap segala bentuk pelanggaran LH. “Jika tidak, tentu akan menjadi preseden buruk di masa depannya,” tegasnya
“Penanganan kasus LH dibutuhkan orang-orang yang solid dalam berpikir. Tidak asal sesuai kebiasaan tetapi perhatian khusus dan berfikir masa depan” tandasnya.
Sampai hari ini, masih ada beberapa pabrik yang secara prinsip bermasalah dalam penyusunan dokumen lingkungannya. Ada pabrik yang melaksanakan pembangunan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan. Kemudian ada juga pabrik sudah mendirikan bangunan tetapi baru dalam proses pengajuan penyusunan dokumen lingkungannya
“Nah, hal ini harus segera disikapi oleh pemerintah agar tidak berlarut-larut. Pemerintah jangan takut kehilangan investor. Investasi boleh bahkan sangat diharapkan, tetapi harus sesuai prosedur”, tegas Didid.
“Pemkab harus berani melakukan terobosan dalam upaya pelestarian lingkungan. Jangan takut dan kalah dengan investor. Belum lagi kasus lingkungan yang terjadi di Karimunjawa. Masyarakat butuh ketegasan hukum, bukan sekedar angin segar yang menyesatkan” tegas Didid.
Menurutnya, karena Penanaman Modal Asing (PMA), dan kegiatan usaha multi sektor izin lingkungan dan dokumen lingkungannya ditangani langsung oleh pemerintah pusat, maka diharapkan Pemkab bisa diberi kewenangan melakukan pengawasan melekat pada setiap kegiatan usaha tersebut.
Sehingga hal-hal yang bersangkutan dengan persoalan LH bisa segera dilakukan penindakan sesuai kapasitas masing-masing. “Karena apapun yang terjadi, yang mengetahui secara langsung dan yang merasakan dampaknya adalah masyarakat sekitar, bukan orang-orang pusat.,” paparnya
Selain beberapa pabrik, Didid juga menyinggung tentang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Jati. Selama ini masih ada keluhan-keluhan dari masyarakat yang tidak tertangkap oleh pemerintah. “Untuk itu, Pemkab Jepara memiliki kewenangan melakukan atau merekomendasikan untuk dilakukan review terhadap dokumen lingkungan yang dimiliki PLTU,” pungkasnya. Apalagi PLTU merupakan salah satu Obyek Vital Nasional (Obvitnas), harus bisa dijadikan pilot projek terhadap seluruh kegiatan usaha yang ada di Jepara.
Hadepe