Pada lingkungan hukum, ujar Sapto, perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas dan aturan hukum yang mengancam kemerdekaan pers (penggunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) dalam kasus pemberitaan membuat indikator ini memiliki angka rendah (68,43 dan 67,14).
Demikian juga dengan penanganan kasus pers yang menggunakan instrumen lain di luar UU Pers dan mekanisme kerja sama Polri-Dewan Pers.
Kekerasan dan serangan digital terhadap insan pers, paparnya, juga menjadi salah satu indikator penting yang membuat kemerdekaan pers merosot. “Ini beberapa kali terjadi saat media memberitakan kasus korupsi maupun isu-isu lingkungan,” ungkap Sapto.
Sedangkan Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, meminta agar Dewan Pers dan semua pihak tidak berkecil hati lantaran angka IKP yang kembali turun.
“Perlu kita cari langkah untuk mengembangkan model bisnis pers di masa depan dengan melakukan intervensi dalam arti positif dari ekosistem yang ada,” paparnya.
Ia juga menyarankan pendanaan melalui berbagai cara. Hal itu untuk mengatasi hambatan insentif dan mempercepat proses terciptanya iklim dan ekosistem pers yang kondusif.
wied