blank

Oleh : Hadi Priyanto

Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara tahun 2023–2043 telah mendapatkan persetujuan Menteri Dalam Negeri dan telah dikirim melalui Gubernur Jawa Tengah. Tentu Perda tersebut harus segera diimplementasikan setelah ditandatangani oleh Penjabat Bupati Jepara dan diundangkan dalam lembaran daerah oleh Sekda Jepara.

Setelah itu tentu publik, khususnya para aktivis lingkungan dan dunia pariwisata menunggu politik will para pemangku kepentingan untuk menutup tambak udang Karimunjawa yang menabrak berbagai regulasi

Atau akankah para petambak ilegal Karimunjawa tetap “sakti” hingga mampu membuat para pemangku kepentingan tak bertaji. Bahkan seperti tak bernyali dan tak sehati dalam menjaga kawasan konservasi itu agar tetap lestari.

Kasus gugatan PTUN yang pernah dihadapi Sekda Jepara selaku Ketua Tim Koordinasi Penataan Ruang Kabupaten Jepara yang menang di tingkat PTUN Semarang dan kemudian kalah di tingkat Pengadilan Tinggi PTUN Surabaya dan kemudian di tingkat kasasi di Mahkamah Agung karena dinilai tidak memiliki kewenangan untuk menolak permohonan informasi tata ruang, harus menjadi pembelajaran berharga.

Karena itu wajar jika politik will para pemangku kepentingan mulai pusat dan daerah dipertanyakan. Sebab itu pula yang di tunjukkan selama ini. Bahkan kemudian tambak udang ilegal menjadi potret buram penegakan hukum di tanah air dan sekaligus memunculkan kontroversi tentang komitmen pemerintah pusat terkait dengan pembangunan berkelanjutan yang berbasis lingkungan.

Sebab selama ini nampak dengan kasat mata, para pemangku kepentingan saling lempar tanggung jawab hingga pencemaran dan kerusakan lingkungan terus terjadi dan semakin luas. Disisi lain, para petambak mengeruk milliaran rupiah dari aktivitas budidaya yang dilakukan.

Ironis memang. Ketika mulai dikembangkan tambak udang intensif yang sebagian besar dilakukan oleh investor, kegarangan para penjaga konservasi ini tidak nampak. Bahkan seakan tak bernyali dan tak bertaji.

Berbeda saat menangani kasus penangkapan ikan oleh nelayan dengan apotas, bom, jaring cantrang/semacamnya, jaring murami/smacamnya, ngambai, jaring gondrong pinggir, dan alat tangkap lainnya yang tidak ramah lingkungan yang merusak ekosistem. Mereka menangani dengan tegas.

Ketentuan yang Dilanggar

Padahal seharusnya untuk menindak pelanggaran hukum yang mengakibatkan kerusakan lingkungan bukan hanya berdasar Perda RTRW Kabupaten Jepara 2023-2043. Ada juga seperangkat peraturan perundang-undangan yang telah disiapkan oleh pemerintah baik undang –undang maupun peraturan pemerintah.

Berdasarkan sidak Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan bersama Dirjen Perikanan Budidaya dan Dirjen Pengelolaan Ruang Laut tanggal 19 April 2023 ditenkan pelanggaran perijinan berusaha sebab para petambak tidak menerapklan Cara Budidaya Ikan yang Baik sebagaimana diatur dalam PP No. 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaan Perijinan Berusaha Berbasis Resiko.

Juga tidak memiliki Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut sebagaimana diatur dalam PP No. 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang dan tidak melaksanakan kewajiban pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan dan lingkungannya berupa pembangunan instalasi IPAL yang sesuai standar. Akibatnya aktivitas budidaya menyebabkan kerusakan sumber daya ikan dan lingkungannya.

Dengan demikian dapat dikenakan sanksi pasal 77 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2021 Tentang Pencegahan Pencemaran, Pencegahan Kerusakan, Rehabilitasi, dan Peningkatan Sumber Daya Ikan dan Lingkungannya.

Tidak adanya Izin Pembuangan Limbah Tambak ke Laut juga dapat dikenakan sanksi Pasal 104 UU PPLH, “Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah),”

Disamping itu setiap orang yang dengan sengaja melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan, dan pemasaran ikan, yang tidak memiliki SIUP, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar, sebagaimana diatur dalam pasal 92 UU 31/2004 Tentang Perikanan

UU 31 tahun 2004 Tentang Perikanan jo Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga mengatur Limpasan Bakteri yang dapat menyebabkan terumbu karang rentan terhadap pemutihan, rentan terhadap kerusakan, rentan terhadap bioeroder dan rentan terhadap penyakit juga dapat dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 98 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Petambak ilegal Karimunjawa juga melanggar UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem. Pada pasal 33 ayat (3) berbunyi : Setiap orang dilarang melakukan kegiatanyang tidak sesuai dengan fungsi zonapemanfaatan dan zona lain di taman nasiuonal,taman hutan raya dan taman wisata alam. Sedangkan sanksi tercantum padapasal 40 ayat (2) yang berbunyi :” Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama5 tahun dan denda paling banyak Rp. 100 juta.

Tantangan

Berdasarkan analisis penulis ada sejumlah tantangan yang akan dihadapi oleh Pemkab Jepara dan para pemangku kepentingan lain jika akan menjalankan Perda RTRW, yaitu :

Pertama, Hak Interpelasi DPRD : Molornya penetapan Perda Rencana Tata Ruang dan Rencana Tata Wilayah Kabupaten Jepara diduga ada pertarungan kepentingan para pemangku kepentingan di DPRD Jepara.

Bahkan ada yang beranggapan, pesanan dari para pemodal tambak udang yang tidak dapat diakomodir dalam Ranperda tersebut menjadi penyebabnya. Kemungkinan terjadinya hak interpelasi ini bahkan sudah disampaikan oleh seorang anggota DPRD Jepara dalam sebuah diskusi belum lama ini.

Judicial Review ke Mahkamah Agung : Dengan diundangkannya Perda RTRW Kabupaten Jepara tahun 2023 – 2043 membuka peluang bagi para petambak untuk melakukan Judicial Review ke Mahkamah Agung untuk menguji perda tersebut. Karena itu tentu akan dikerahkan energi untuk memenangkan pengajuan Judicial Review seperti saat guguatan PTUN.

Mafia Hukum: salah satu citra yang menempatkan hukum di Indonesia menempati posisi rendah adalah masih adanya mafia hukum. Dimana law enforcement terkontaminasi oleh faktor di luar hukum untuk mempengaruhi penegak hukum dan pejabat publik menyimpang dari ketentuan hukum yang ada.

Menjaga Kondusifitas: Akan dibangun skenario bahwa penertiban dan bahkan penutupan tambak udang ini akan mengganggu kondusifitas daerah menjelang pesta demokrasi tahun 2024. Dalam banyak kasus, penertiban dan bahkan penutupan sebuah kegiatan usaha ilegal sering dihalangi dengan pengerahan warga untuk menolaknya. Dalam prakteknya seringkali bekerjasama dengan oknum LSM, media dan bahkan warga yang telah menggadaikan dirinya.

Menebar Kebaikan Semu: Memberikan bantuan kepada warga sekitar baik dalam bentuk sembako dan kegiatan sosial lain akan menjadi pola untuk memperoleh dukungan masyarakat. “Kebaikan semu” itu akan menutup mata dan rasionalitas warga terhadap kerusakan ekosistem yang terjadi karena tambak udang ilegal.

Kini publik menunggu sikap tegas, komitmen dan konsistensi para pemangku kepentingan. Sebab pembiaran oleh pejabat yang berwenang terhadap kegiatan usaha tambak udang ilegal di KSPN Karimunjawa dapat dikategorikan melanggar UUPPLH 32 Tahun 2009 dan dapat dikenakan sanksi pidana dan denda.

Penulis adalah Wartawan SUARABARU.ID