blank

SUARABARU.ID Bulan Ramadan yang penuh berkah telah berlalu dari kita semua. Bulan yang akan menjadi saksi dan akan membela setiap orang yang bersungguh-sungguh di dalam mengerjakan ketaatan kepada Allah. Atau sebaliknya dia akan menjadi saksi yang bisa jadi akan menghujat setiap orang yang memandang remeh, memandang rendah bulan Ramadhan.  Beberapa hal yang menjadi pertanyaan adalah amalan apakah yang telah kita kerjakan di bulan Ramadan yang telah lalu. Apa hikmah dan manfaat yang bisa kita petik dari bulan Ramadhan yang telah kita jalani?. Adakah pengaruh bulan Ramadhan tersebut terhadap jiwa akhlak maupun perilaku kita.

Kita perlu meneladani generasi para Sahabat dan para Salafus Saleh dimana hati mereka merasa sedih seiring dengan berlalunya Ramadhan. Mereka merasa sedih karena khawatir bahwa amalan-amalan yang telah mereka kerjakan di bulan Ramadhan itu tidak diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala.  Para sahabat berdoa kepada Allah selama enam bulan agar mereka dapat menjumpai bulan Ramadhan. Kemudian mereka pun berdoa selama enam bulan setelahnya agar amalan-amalan yang telah mereka kerjakan itu diterima oleh Allah. Sepanjang tahun para Sahabat berdoa kepada Allah.

Para Sahabat senantiasa berkonsentrasi di dalam menyempurnakan dan menekuni amalan-amalan yang mereka kerjakan kemudian setelah itu mereka memfokuskan perhatian agar amalan mereka itu diterima karena mereka khawatir bahwa amalan tersebut ditolak oleh Allah.  Ali Bin Abi Thalib Radhiallahu Anhu pernah mengatakan hendaklah kalian itu lebih memperhatikan bagaimana agar amalan kalian itu diterima daripada hanya sekedar beramal banyak, namun tidak yakin amal itu diterima atau tidak.  Firman Allah Azza wa Jalla “innama yataqobbalallahu minal muttaqin” Sesungguhnya Allah itu hanya menerima amalan dari orang-orang yang bertakwa.

Diantara balasan bagi amalan kebaikan itu adalah amalan kebaikan yang ada sesudahnya sedangkan hukuman bagi amalan yang buruk itu adalah amalan buruk yang ada setelahnya. Artinya barangsiapa mengerjakan kebaikan kemudian melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas terkabulnya amal yang pertama. Jika seseorang melakukan suatu kebaikan lalu diikuti dengan amalan yang buruk, maka hal itu merupakan tanda dari tertolaknya amal yang pertama.

Melanjutkan berbagai amalan yang telah diggencarkan di bulan Ramadhan itu menandakan diterimanya amalan-amalan tersebut karena apabila Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerima amal seorang hamba pasti dia akan menolongnya di dalam meningkatkan perbuatan baik setelah dia melakukan perbuatan baiknya tersebut.

Jika bulan Ramadhan telah berlalu maka seorang mukmin tidak akan terputus dalam melakukan ibadah puasa meskipun bulan Ramadan itu sudah berlalu karena sesungguhnya puasa itu terus disyariatkan sepanjang tahun. Seorang mukmin masih bisa mengerjakan berbagai macam amalan puasa setelah bulan Ramadan diantaranya adalah puasa enam hari di bulan Syawal. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah bersabda “siapa yang mengerjakan puasa Ramadan kemudian dilanjutkan dengan enam hari puasa di bulan Syawal maka seakan-akan dia seperti puasa sepanjang tahun”.

Selain puasa  enam hari di bulan Syawwal seorang muslim juga masih bisa mengerjakan puasa sunah lainnya seperti puasa Senin Kamis juga puasa  Ayyamul Bidh atau puasa tiga hari di setiap bulannya pada tanggal 13,14, dan 15.

Ada satu orientasi besar yang perlu kita renungkan dan harus tetap diingat berkaitan dengan tugas kita sebagai seorang muslim yaitu “Attaqwa”. Ketakwaan sebagaimana kita ketahui bahwa tujuan utama disyariatkannya puasa adalah membentuk jiwa dan pribadi muslim yang bertaqwa. Oleh karena itu tugas kita selepas Ramadhan adalah bagaimana agar berbagai aktivitas ibadah yang telah dilakukan pada saat ramadhan itu dapat diaplikasikan dengan baik. Sehingga menjadi modal yang sangat penting untuk mengisi kehidupan sehari-hari pada 11 bulan setelahnya.

*Disampaikan oleh Dr H Ghofar Shidiq MAg. (Dosen Fakultas Agama Islam Unissula) dalam kultum Bakda Sholat Dzuhur di Masjid Abu Bakar Assegaf Kampus Unissula