blank
Wakil Ketua Bidang Angkutan Distribusi & Logistik DPD Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jateng & DIY, Agus Pratiknyo. Foto: Dok/ist

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Beberapa hari belakangan ini media dipenuhi oleh berita tentang hal baru yang diterapkan di Jalan Tol T rans Jawa & Sumatera oleh Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, yaitu sistem tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE).

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Bidang Angkutan Distribusi & Logistik DPD Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jateng & DIY, Agus Pratiknyo di Semarang, Jumat (8/4/2022).

ETLE merupakan bentuk pengawasan dan penegakan hukum dengan mengandalkan sistem IT yang dianggap tercanggih saat ini, yang diharapkan dapat meminimalisir kontak langsung antara petugas penegak hukum dengan pelanggar aturan, guna meniadakan potensi terjadinya kongkalikong atau pungutan liar antara oknum penegak hukum yang bertugas di lapangan dengan pelanggar aturan.

Cara kerjanya adalah dengan meng-capture pelanggaran, kemudian mengidentifikasi kendaraan pelanggar aturan, lalu melalui kepolisian daerah setempat (locus delicti), mengirimkan surat kepada pemilik kendaraan dengan alamat sesuai yang tertera di Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNKB) berupa sanksi denda yang harus dibayarkan ke kas negara.

“Masyarakat tentunya menyambut baik penerapan ETLE yang mengandalkan hasil tangkapan kamera sebagai bukti valid dalam penegakan hukum, sehingga seperti yang pernah diucapkan oleh Kapolri, bahwa Polantas tidak lagi akan menilang di jalanan,” kata Agus.

Menurut Agus, sebelum ada teknologi ETLE ini sering terjadi perdebatan antara penegak hukum dengan pelanggar aturan persis seperti dalam permainan sepakbola sebelum digunakannya Video Assistant Referee (VAR)

Pemasangan sejumlah kamera yang digunakan untuk penerapan sistem tilang elektronik di beberapa titik sepanjang Jalan Tol Trans Jawa dan Sumatera, seperti yang dijelaskan oleh para pejabat Korlantas Polri dan kepolisian daerah yang sudah siap mendukung penerapan sistem tilang elektronik ini, bahwa penggunaan kamera tersebut adalah untuk menindak para pengemudi kendaraan yang sering memacu kendaraannya melebihi batas kecepatan yang diperbolehkan (overspeed) dan menindak kendaraan angkutan barang yang ditengarai melebihi batas muatan yang diijinkan (overloading).

“Penindakan terhadap kendaraan angkutan barang di jalan tol yang ditengarai bermuatan lebih (overloading) menggunakan sistem ETLE ini adalah sebagai bentuk dukungan Korlantas Polri untuk ikut mensukseskan program zero Over Dimension & Over Loading (ODOL) yang dicanangkan oleh Kementerian Perhubungan,” ungkap Agus.

Dimana, selama ini Kementerian Perhubungan dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Darat melalui Unit Pelayanan Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) yang menjadi garda terdepan dalam penindakan terhadap kendaraan ODOL masih menggunakan sistem manual.

Diharapkan dengan adanya dukungan dari Korlantas Polri dengan penggunaan sistem ETLE ini, maka pengawasan dan penindakan kendaraan kelebihan muatan akan lebih cepat, akurat dan bersih.

Agus mengatakan, pelaku usaha angkutan barang tentunya bertanya-tanya, dengan penerapan sistem ETLE ini. Apakah sistem yang dikelola oleh Korlantas Polri ini sudah terintegrasi dengan sistem yang digunakan oleh Kementerian Perhubungan yang selama ini digunakan di Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) atau jembatan timbang.

Kegundahan para pelaku usaha angkutan barang tentunya sangat beralasan, mengingat perjalanan kendaraan angkutan barang dalam beroperasi sehari-hari akan melewati beberapa ruas jalan tol dan ruas jalan nasional.

Jika menilik kewenangan penindakan pelanggaran angkutan barang, khususnya kelebihan muatan (over loading), ada dua institusi yang berwenang, yaitu Kepolisian dan Kementerian Perhubungan dalam hal ini UPPKB atau jembatan timbang.

Mungkinkah sebuah kendaraan bisa mendapatkan penindakan ganda dari dua institusi yang berbeda (Kepolisian dan Kemenhub) dalam suatu perjalanan mengangkut barang dari satu kota menuju kota tujuan.

Dan jika melihat potensi kendaraan yang melintas di jalan tol berasal dari berbagai wilayah apakah mungkin ETLE bisa mengidentifikasi dengan baik dan akurat?
Apakah registrasi antar kepolisian daerah sudah terhubung secara online?

Minimnya sosialisasi mekanisme aturan main penggunaan sistem ETLE ini kemudian memunculkan kekhawatiran baru diantara para pelaku usaha dalam menjalankan roda bisnisnya. Seakan bisnis angkutan barang ini bisa menjadi bulan-bulanan para petugas dilapangan dengan dalih penegakan hukum terhadap ODOL.

Harapan dan optimisme dengan adanya penggunaan teknologi IT oleh Korlantas Polri melalui penerapan sistem ETLE seakan tiba-tiba bisa menjadi momok baru bagi para pelaku usaha angkutan barang.

Amanah kepada Korlantas Polri sesuai dengan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas Dan Angkutan Barang dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi pengawasan dan penegakan hukum dalam penyelenggaraan berlalu lintas, seakan menjadikan penerapan sistem ETLE ini ‘ikut serta’ dalam carut marut penindakan program zero ODOL dilapangan yang sampai saat ini belum adanya kejelasan aturan atau sanksi hukum yang menyentuh pemicu awal terjadinya praktek ODOL, yaitu pemilik barang.

Pelaku usaha angkutan barang tentunya mempunyai harapan besar kepada para stakeholders, khususnya Kementerian Perhubungan dan Korlantas Polri untuk segera memberikan edukasi mekanisme aturan main dan klarifikasi mengenai integrasi sistem penindakan antara Korlantas Polri dan Kemenhub atas penerepan sistem ETLE ini ke kalangan pelaku usaha angkutan barang khususnya penerapan penindakan terhadap kelebihan muatan (over loading).

“Jangan sampai penerapan teknologi IT seperti sistem ETLE ini menimbulkan masalah baru bagi dunia usaha angkutan barang, hanya karena terjadi ego sektoral masing-masing institusi, dan membuat citra regulator menjadi negatif dimata para pelaku usaha angkutan barang dan masyarakat luas,” pungkas dia.

Ning