blank

JEPARA (SUARABARU.ID) –  KPU RI sudah merancang desain penyederhanaan surat suara yang akan digunakan untuk pemilu 2024. Untuk saat ini, KPU membutuhkan masukan dari banyak pihak untuk penyempurnaan sebelum ada keputusan final seperti apa surat suara yang akan digunakan pada pemilu 2024.

Hal itu dikemukakan anggota KPU Kabupaten Jepara Muhammadun, Selasa (31/8). “Secara internal, KPU RI sudah merancang desain surat suara yang akan digunakan pada pemilu 2024. Rancangan desain ini membutuhkan kajian atau masukan dari banyak pihak. Kami yang di KPU kabupaten juga akan menyampaikan rancangan ini ke stakeholder di Kabupaten Jepara,” kata Muhammadun.

Muhammadun mengatakan, rancangan desain penyederhanaan surat suara itu disampaikan KPU Provinsi Jawa Tengah kepada KPU kabupaten/kota di Jawa Tengah, Jumat pekan lalu setelah sebelumnya KPU RI menyampaikannya ke KPU provinsi se-Indonesia.

“Surat suara merupakan bagian penting dalam penyelenggaraan pemilu karena menjadi sarana ekspresi pemilih dalam memberikan suara sebagai salah satu bentuk hak politik,” kata Muhammadun.

Ia mengatakan, ada beberapa pertimbangan KPU merancang penyederhanaan surat suara. Pertama, mempertimbangkan kemampuan pemilih dalam mengenali kandidat dan partai politik yang menjadi peserta pemilu. Ini penting agar pemilih dapat memberikan suara dengan benar dan sah. Kedua, mempertimbangkan akurasi dalam penghitungan suara. Ketiga terkait dengan sistem pemilu yang dijalankan. Dan keempat mempertimbangkan undang-undang atau peraturan yang berlaku.

Dari pemilu ke pemilu di Indonesia, sejak 1955 hingga pemilu terakhir 2019 ada dinamika desain surat suara dan cara pemilih memberikan suara. Pada pemilu 1955 dilakukan dengan mencoblos dan atau menulis, pemilu 1971 (mencoblos), 1977, 1992, dan 1997 (mencoblos), 1999 (mencoblos), 2004 (mencoblos), 2009 (mencontreng). “Perubahan dari mencoblos ke mencontreng ini diwarnai dinamika tersendiri. Ada tantangan tersendiri,” ungkap Putnawati.

Lalu pada pemilu 2014 kembali dengan mencoblos dengan beda waktu antara pemilu legislatif dengan pemilihan presiden-wakil presiden.  Untuk pemilu 2019 mengacu pada UU No 7/2017 (masih berlaku sampai sekarang) pemungutan suara dilakukan dengan mencoblos. Berbeda dengan pemilu 2014, pemilu 2019 ini dilakukan secara serentak dalam satu waktu untuk lima jenis surat suara (surat suara pemilihan presiden-wakil presiden, DPR RI, DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota).

Muhammadun menjelaskan, ada tiga rancangan desain surat suara yang disampaikan KPU Provinsi Jawa Tengah kepada KPU kabupaten/kota di Jateng pada pekan lalu. Racangan desain itu dari KPU RI. Pertama, model 1, yakni lima surat suara (surat suara pemilihan presiden-wakil presiden, DPR RI, DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota) dijadikan menjadi hanya satu surat suara. Dalam memberikan suara, pemilih menuliskan nomor urut calon pada kolom yang disediakan.

Kedua, model 5, yakni memisah surat suara pemilihan DPD RI dengan surat suara pemilihan presiden-wakil presiden, DPR RI, dan DPRD. Jadi ada dua surat suara. Cara memberikan suara adalah dengan mencoblos pada nomor urut, nama calon, dan tanda gambar parpol.

Ketiga, model 6, yakni memisah surat suara pemilihan DPD RI dengan surat suara pemilihan presiden-wakil presiden, DPR RI, dan DPRD. Sama dengan model 5 (ada dua surat suara), namun cara memberikan suara dengan mencontreng nomor urut dan tanda gambar parpol.

Catatan penting khusus terkait mendesain rencana penyederhanaan surat suara terkait metode pemberian suara dengan cara menandai dan menuliskan perlu dilakukan perubahan undang-undang. Karena UU No 7/2017 tentang Pemilu yang sekarang berlaku menyebutkan cara pemberian suara adalah dengan mencoblos.

Rancana penyederhanaan desain surat suara ini dilatarbelakangi beberapa hal. Di antaranya pada pemilu 2019, dengan mencoblos lima surat suara, banyak surat suara yang tak sah. Mengacu pada infografis KPU RI yang dipublikasikan pada 21 Mei 2019, surat suara tak sah untuk pemilihan presiden-wakil presiden 2,37 persen, DPR RI (11,12 persen), dan DPD RI (19,02 persen).

Selain itu juga pemilih kesulitan dalam memberikan suara. Karena banyaknya surat suara (lima surat suara) sehingga menyebabkan banyak yang tak sah. Dari sisi pemilih, pada 2019 sulit dan butuh waktu relatif lama untuk membuka, mencoblos, dan melipat serta memasukkan ke kotak suara.

Di luar itu rencana penyederhanaan surat suara juga dilatarbelakangi alasan efisiensi karena jumlah surat suara dan kotak suara menjadi lebih sedikit, juga lebih menyederhanakan tugas KPPS.

Hadepe

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini