blank

Oleh : Hadi Priyanto

Untuk mengetahui kegentingan seperti apa yang dihadapi Jepara  saat ini, mestinya kita bisa membaca angka-angka epidemiologi yang bukan saja berlaku nasional, tetapi juga internasional.  Sebab virus ini telah menjadi pandemi global.

Harapannya tentu saja agar  Jepara dapat menggunakan sisa waktu  PPKM Darurat sebagai momentum untuk melakukan evaluasi dan pembenahan  percepatan penanganan Covid-19 yang sering kali nampak kurang cekatan.

Pada angka penambahan kasus positif sejak awal meledaknya kasus pada awal bulan Juni lalu, selama 1 bulan tercatat sebanyak  5.740 kasus baru. Sementara pada bulan Juli hingga tanggal 7,  tercatat 2.034 orang. Sebagai perbandingan total warga Jepara yang terkonfirmasi sejak awal pandemi pada April 2020 hingga tanggal 7 Juni tercatat sebesar 15.925 orang.

Pada laporan Satgas,  setiap hari jumlah warga yang masih dalam status positif mulai Juni lalu  selalu berada diatas 1.300 orang. Dari jumlah ini 1.100 orang  lebih melakukan isolasi mandiri. Sementara  tempat tidur ruang isolasi hanya 241 buah dengan BOR rata-rata diatas 85 %. Padahal hampir 40 % warga Jepara yang dirawat di rumah sakit  berada di RS luar daerah.

Jumlah warga Jepara yang meninggal dengan kriteria probable, suspek dan positif Covid-19  juga terus bertambah. Bahkan sampai tanggal 7 Juli  angkanya telah mencapai 833 orang. Dari jumlah tesebut tercatat meninggal dunia pada bulan Juni 417 orang. Sementara kasus meninggal dunia bulan Juli hingga tanggal 7  sebanyak   118  orang.

Ini belum termasuk ratusan atau bahkan ribuan orang yang meninggal sejak Juni lalu  tanpa ada catatan medis, baik karena tidak mendapatkan fasilitas kesehatan maupun  tidak mau berobat kefasilitas kesehatan  sebab takut dengan stigma dicovidkan

Sementara pada indikator zonasi di Jawa Tengah  yang disusun berdasarkan 14 indikator epedemiologi, sejak Minggu ke 24 tahun 2021  Jepara telah masuk pada zona risiko tinggi atau zona merah dengan skore 1,57. Sementara pada hitungan  akhir Juni lalu Jepara membaik dengan skore 1,62.

Namun indikator ini sangat tergantung juga pada keakuratan  data yang diberikan oleh Jepara  kepada provinsi yang sering kali tidak sama. Alasannya tidak bisa melakukan entri data ke portal Diskominfo Provinsi Jateng.

Sementara positif rate harian  Jepara pada bulan Juli ini jika dilihat dari hasil px PCR, mencapai 70 % lebih. Ini angka yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan standar WHO, lebih kecil dari  5 %. Prosentase  ini menunjukkan penyebaran virus    sangat tinggi sekaligus mencerminkan kemampuan daerah yang rendah dalam penanganan kasus ini.

Quo Vadis PPKM Darurat

Jepara sebagai daerah yang ditetapkan oleh pemerintah pusat  harus menjalankan Pemberlakuan  Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Corona Virus Desease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali, memiliki  kewajiban untuk menjalankan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 15 tahun 2021. Instruksi itu ditujukan kepada para Gubernur, Bupati dan Walikota di pulau Jawa dan Bali.

Dalam Instruksi Menteri  Dalam Negeri tersebut juga diatur  sanksi. Pertama bagi Guburnur, Bupati dan Wali Kota yang tidak melaksanakan instruksi ini  dikenakan sanksi administrasi berupa teguran tertulis dua kali berturut-turut sampai dengan pemberhentian sementara.

Kedua, pelaku usaha yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana Instruksi Mendagri dikenakan sanksi adminstratif sampai dengan penutupan usaha.

Ketiga, setiap orang dapat dikenakan sanksi  bagi yang melakukan pelangaran  dalam rangka pengendalian wabah penyakit menular berdasarkan Undang-Undang tentang Penyakit Menular, Undang-Undang tentang  Kekarantinaan Kesehatan serta peraturan daerah, peraturan bupati dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait.

Dalam instruksi Mendagri ditegaskan, dalam kondisi penularan sudah meluas di komunitas, maka intervensi perlu dilakukan untuk membatasi mobilitas masyarakat secara signifikan.

Ini juga yang menjadi salah satu  kelemahan sejak awal pemberlakuan pembatasan kegiatan masyatakat mulai PSBP, PSBL, PSBB Transisi hingga PPKM dan PPKM Darurat. Sebab  implementasi dan eksekusinya menjadi tidak mudah.

Namun sanksi hukum sekali atau dua kali  tetap perlu diterapkan untuk menumbuhkan rasa  takut jika melanggar dan sekaligus memberikan dampak psikis pada masyarakat, dan juga para pemangku kepentingan. Juga untuk menumbuhkan  kepercayaan masyarakat atas berbagai reguilasi.

Pada kondisi masyarakat yang  tertekan selama pandemi ini, sulit kalau hanya mengandalkan himbauan lewat media, spanduk, baliho, dan publikasi keliling yang hanya mencapai ranah kognitif. Jika yang ingin dicapai adalah perubahan perilaku, sikap, dan tindakan maka yang disentuh adalah ranah psikomotorik sebagaimana teori taksonomi Bloom.

Karena itu yang diperlukan masyarakat bukan hanya  ucapan yang didengar tetapi motivator yang selalu siap untuk tatap muka,tatap hati dan tatap pikiran. Motivator harus berada disemua aktivitas masyarakat yang senantiasa mengingatkan, mengajak dan memberikan contoh protokol 6 M.

Protokol 6 M ini adalah memakai masker dengan benar, menjaga kebersihan tangan, menjaga jarak, mengurangi mobilitas, menjaga pola makan sehat dan istirahat yang cukup serta menjahui kerumunan. Persoalannya, sampai saat ini  tidak ada OPD yang mendapatkan tugas khusus dan bertanggung jawab terhadap penumbuhan kesadaran ini.

Penguatan 3 T

Disamping itu dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri juga diatur tentang penguatan 3 T yang meliputi testing, tracing dan treatment.

Testing

Untuk testing jika sebuah daerah memiliki positivity rate mingguan lebih tingga dari 25 %, ditentukan jumlah tes per 1000 penduduk per minggu sebanyak 15 orang. Jepara pada instruksi ini ditargetkan jumlah orang yang dites per hari adalah 2.751 orang.

Testing ini perlu terus ditingkatkan dengan target positivity rate  <10 persen. Sedangkan sasaran testing adalah mereka yang bergejala dan juga kontak erat dengan pasien positif.

Tracing

Pelacakan kontak erat ini perlu dilakukan lebih dari 15 kontak erat per kasus konfirmasi sekaligus dilakukan karantina pada orang yang teridentifikasi  sebagai kontak erat. Setelah teridentifikasi juga harus segera diperiksa .

Jika hasil pemeriksaan positif maka harus dilakukan isolasi. Pada hari kelima karanrina perlu dilakukan pemeriksaan  untuk melihat apakah virus terdeteksi selama masa inkubasi. Jika negatif maka pasien dianggap selesai karantina.

Treatment

Perlu dilakukan dengan komprehensif sesuai dengan berat gejala. Hanya pasien bergejala sedang, berat dan  kritis  yang perlu dirawat dirumah sakit. Isolasi perlu dilakukan dengan ketat untuk mencegah penularan.

Vaksinasi

Untuk menurunkan laju penularan maka perlu percepatan vaksinasi untuk melindungi sebanyak mungkin  orang. Dalam vaksinasi ini mengutamakan keselamatan mereka yang rentan seperti lansia dan orang yang memiliki komorbit.

Jika kita melihat angka positivy rate Jepara yang dalam minggu pertama bulan Juli ini selalu diatas 70 persen berdasar hasil px PCR, penambahan rata – rata  warga yang terkonfirmasi lebih dari 280 orang /  hari, maka jika testing dan tracing dikuatkankan sesuai Instrusi Mendagri, akan terjadi ledakan kasus. Namun itu cara yang bisa dilakukan untuk mengendalikan penyebaran Covid-19 jika treatment juga dilakukan dengan baik.

PMKM Darurat memang sedang  diuji efektivitasnya, termasuk menguji kemampuan dan kesungguhan para pemangku kepentingan untuk mengendalikan dan keluar dari tekanan virus ini.

Tentu perlu ditumbuhkan partisipasi dan kesadaran masyarakat, termasuk para tokoh masyarakat di semua jenjang. Semua harus digerakkan  agar bergerak bersama untuk ambil bagian dalam penanggulangan penyebaran Covid-19.

Panulis adalah Wartawan SUARABARU.ID Jepara