Oleh : Zakariya Anshori
Dinamika politik sebagai akibat tersumbatnya komunikasi politik antara eksekutif dan legeslatif agaknya akan memunculkan babak baru dalam politik lokal di Jepara. Persoalan ini bermula dari realokasi dan refocusing APBD Jepara 2020 yang dipandang oleh sebagian kalangan tidak transparan hingga berpotensi disalahgunakan
Sementara disisi lain, angka positif covid-19 di Jepara yang terus merangkak naik merangsang “libido politik” sebagian anggota DPRD Jepara untuk menggunakan hak konstitusionalnya sebagai anggota DPRD Jepara, yaitu : Hak Angket terkait percepatan penanganan ¬coronavirus disease (COVID) -19.
Memang pada pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) disebutkan tentang Hak angket.
Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b Hak Angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Benarkah dengan kemunculan isu penggunaan hak konstitusional berupa hak angket akan mampu memberikan solusi konstruktif bagi percepatan penanganan Covid-19? Ataukah justru ini membuka peluang ‘perang terbuka’ yang berujung pada upaya pemakzulan? Ataukah ini merupakan upaya mengirim sinyal gertak sambal untuk menaikkan bargaining position akibat minimnya akses terhadap informasi anggaran realokasi dan refocusing?
Andai saja para pemangku kebijakan mempunyai sedikit sense of crisis dan tidak berasumsi bahwa politics as usual, sangat boleh jadi ketegangan politik ini tidak akan berlangsung lama. Bagaimanapun kredo politik adalah The Art of Impossible, seni ketidakmungkinan.
Kelambanan penanganan Covid-19 mestinya diurai dulu persoalannya. Bagaimana landasan yuridis formalnya? Adakah celah hukum yang bisa menjadi pijakan untuk melaksanakan fungsi pengawasan DPRD pada proses realokasi dan refocusing APBD 2020.
Hasil rapat konsultasi antara Bupati dan Pimpinan DPRD Jepara pada Jumat (10/7/2020) sore, di Kantor DPRD Jepara sebagaimana dilansir situs resmi jepara.go.id disebutkan bahwa Anggaran yang disiapkan untuk recofusing penanganan Covid-19 di Kabupaten Jepara sebesar Rp203 miliar.
Anggaran ini termasuk untuk upaya pencegahan, penanganan hingga setelah wabah Covid-19. Dana tersebut terbagi dalam sejumlah pos anggaran antara lain, yakni sebesar Rp137 miliar untuk jaring pengaman sosial (JPS), dan Rp12 miliar untuk bidang kesehatan. Sementara Rp37 miliar untuk recovery ekonomi.
Kejanggalan minimnya anggaran kesehatan dan besarnya anggaran recovery ekonomi inilah yang membuat tanda tanya besar dalam situasi krisis kesehatan yang berdampak pada persoalan sosial dan ekonomi. Terlebih tersiar kabar sebagian dari anggaran recovery ekonomi ini untuk “subsidi bunga”. Padahal pemerintah pusat telah mempunyai program relaksasi. Disamping itu anggaran juga tidak disampaikan dalam bentuk rinci.
Akankah usulan Hak Angket ini bisa terjadi dalam tempo yang cepat? Setidaknya sudah ada lebih dari 7 anggota DPRD Jepara dari 2 Fraksi, yaitu Fraksi Nasdem dan Fraksi Gerindra yang telah menggalang usulan Hak Angket sehingga ambang batas menurut Peraturan Tata Tertib DPRD telah terpenuhi.
Semoga saja anggota DPRD Jepara masih mempunyai hati nurani yang jernih. Kegaduhan dan manuver politik ini bisa saja tidak menguntungkan rakyat. Aspirasi rakyat memang perlu diperjuangkan melalui pokok-pokok pikiran yang rasional dan logis.
Kebekuan politik ini perlu dicairkan. Penguatan fungsi pengawasan DPRD melalui Tim Pengawas Percepatan Penanganan Covid-19 boleh jadi win-win solution.
Siapapun otak intelektual di balik skenario politik tak lazim ini tentu menyadari adagium vox populli vox dei, Suara Rakyat Suara Tuhan. Haruskah kita menghadap Tuhan??? Wallahu A’lam.
(Penulis adalah pemerhati masalah sosial tinggal di Jepara)