SEMARANG – Saat ini, semua negara di dunia sedang menghadapi pandemi Covid-19. Semua aktifitas dibatasi untuk mencegah penyebaran virus Corona, termasuk aktifitas pendidikan. Di Indonesia, sudah kurang lebih tiga bulan, semua aktifitas pendidikan, mulai dari tingkat dasar dan menengah hingga tingkat perguruan tinggi dilakukan secara daring, tanpa tatap muka antara pengajar dan peserta didik.
Pembelajaran daring, serta merta menyadarkan kita akan potensi luar biasa internet yang belum dimanfaatkan sepenuhnya dalam berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Tanpa batas ruang dan waktu, kegiatan pendidikan bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun. Terlebih lagi, di era dimana belum ada kepastian kapan pandemi ini akan berakhir, sehingga pembelajaran daring adalah kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Namun, dibalik setiap sisi positif suatu hal, pastilah tersimpan sisi negatif, atau setidaknya kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi. Meskipun secara formal kegiatan pendidikan masih bisa dilakukan secara daring, namun karena siswa dan mahasiswa harus belajar di rumah, pendidikan karakter selama masa pandemi ini, rasanya menjadi sedikit terabaikan.
Sebelumnya, ketika kegiatan pendidikan dilakukan di sekolah, pendidikan karakter dilakukan dengan pengawasan langsung dari guru atau dosen. Kegiatan-kegiatan yang mendukung pendidikan karakter juga bisa dilakukan langsung, secara intensif dan bisa diukur tingkat keberhasilannya.
Akan tetapi saat ini, ketika kegiatan pendidikan dilakukan secara daring, dimana yang terjadi lebih banyak hanyalah proses pembelajaran, atau transfer pengetahuan saja, tak ada yang bisa menjamin siswa atau mahasiswa mendapatkan pendidikan karakter dari kedua orang tua mereka sesuai dengan nilai-nilai yang selama ini diajarkan oleh institusi pendidikan.
Misalnya saja di beberapa sekolah Islam, yang menekankan pendidikan karakter dengan kegiatan peribadatan seperti sholat sunnah dan wajib secara berjama’ah, atau pengajian Al Quran, otomatis saat ini tidak bisa melakukan kegiatan tersebut, karena siswa-siswa harus belajar di rumah. Memang, mungkin saja beberapa sekolah telah membuat mekanisme pelaporan kegiatan ibadah siswa di rumah, namun tetap saja kehadiran guru dan pendidik serta interaksi mereka dengan para siswa secara langsung diperlukan untuk pelaksanaan pendidikan karakter yang komprehensif.
Keteladanan para pendidik yang dilihat dan dirasakan langsung oleh para siswa dan mahasiswa adalah kunci utama pendidikan karakter di lembaga pendidikan. Terlebih pada keadaan saat ini, dimana banyak orang tua yang teramat sibuk bekerja, khususnya di waktu-waktu pembelajaran daring dilakukan. Tentunya mereka tak bisa mengawasi langsung apa yang dilakukan oleh anak-anak mereka.
Banyak pengajar yang mengeluhkan partisipasi siswa dan mahasiswa ketika pembelajaran daring berlangsung. Pengajar kesulitan memastikan apakah siswa dan mahasiswanya mengikuti pembelajaran dengan serius. Karena sering terjadi, dalam pembelajaran daring, ada siswa atau mahasiswa yang sengaja memasang video yang sudah direkam, agar seolah-olah mengikuti proses pembelajarann, namun ternyata mereka melakukan hal lain.
Dalam proses evaluasi pun banyak kesulitan yang dihadapi. Apabila biasanya tes atau ujian, guru atau dosen bisa melakukan pengawasan langsung, sehingga siswa atau mahasiswa bisa dididik untuk jujur dalam mengerjakan soal, sekarang keadaannya berubah, tak ada yang bisa mengawasi dan memastikan apakah soal-soal yang diberikan, dikerjakan sendiri atau tidak ? ataukah sembari mencari jawaban dari internet kemudian tinggal “copy-paste” jawaban ?
Pembelajaran olahraga, dan praktikum di laboratorium, juga terbengkalai. Padahal materi pelajaran tersebut mendidik siswa dan mahasiswa untuk memiliki karakter positif seperti, teliti, tekun, jujur, hati-hati, tidak mudah menyerah dan menghargai proses.
Yang dikhawatirkan jika pandemi ini berlangsung lama, dan pembelajaran daring dilakukan selama setahun penuh atau mungkin lebih, generasi muda bangsa ini akan terbiasa dengan berbagai kemudahan-kemudahan yang tak mendidik dan mendewasakan. Mereka bisa jadi akan kehilangan setahun penuh dengan pendidikan karakter yang nilainya sangat berharga sebagai bekal menjalani kehidupan.
Bangsa ini tidak lagi menghadapi ancaman kekurangan orang-orang pintar di era internet seperti sekarang ini. Akses informasi tanpa batas memudahkan setiap orang untuk belajar apapun. Namun pembelajaran berbeda dengan pendidikan, apalagi pendidikan karakter. Bangsa ini butuh generasi muda yang karakter positifnya terbentuk, dan itu hanya bisa diraih dengan pendidikan karakter yang mengedepankan keteladanan para pengajar, yang harus disaksikan dan ditiru langsung oleh para siswa dan mahasiswa
Oleh karena itu, sudah saatnya Pemerintah dan segenap elemen pendidikan di Indonesia memikirkan bagaimana cara mengganti pendidikan karakter yang selama masa pandemi ini terpaksa harus terabaikan.
Jangan sampai hilangnya nilai-nilai pendidikan karakter juga menjadi bagian dari “new normal”. Sehingga nantinya kita tak lagi merasa aneh melihat generasi muda yang kehilangan karakter-karakter positif karena pendidikan kita akhirnya didominasi pembelajaran daring yang hanya mengedepankan transfer pengetahuan tanpa penanaman nilai-nilai akhlak yang mulia.
Itulah yang sangat diperlukan bangsa ini untuk memperbaiki keadaannya sendiri yang sedang dilanda banyak masalah seperti sekarang ini.