JEPARA (SUARABARU.ID) – Guru Besar Pidana Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof Dr M. A. R. G Andri Wibisana, SH, MLLM dihadirkan sebagai saksi ahli dalam persidangan Daniel Frits Maurits Tangkilisan Jumat (15/3-2024) di Pengadilan Negeri Jepara. Daniel didakwa melanggar pasal 27 ayat 3 pencemaran nama baik dan ujaran kebencian sebagai mana diatur pasal 28 ayat 2 UU Informasi Transaksi Elektronik
Prof Dr M. A. R. G Andri Wibisana, SH, MLLM dalam kesaksiannya mengungkapkan, kasus kriminalisasi aktivis lingkungan hidup dengan UU ITE semestinya tidak berakhir di persidangan jika aparat penegak hukum memedomani SKB Jaksa Agung, Kapolri dan Menteri Komunikasi dan Informatika.
Sebab menurut Prof Dr M. A. R. G Andri Wibisana, karena pasal yang mengatur tentang pencemaran nama baik dan ujaran kebencian dalam UU ITE multi tafsir maka dikeluarkan SKB SKB Jaksa Agung, Kapolri dan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Pedoman Kriteria Implementasi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) untuk impelementasi sejumlah pasal dalam UU ITE yaitu pasal 27, 28 29, 36.
Disamping itu, Jaksa Agung juga mengeluarkan pedoman No. 8 tahun 2022 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Juga telah ada Surat Edaran Kapolri dan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup yang harusnya menjadi pedoman,” terang Prof Dr M. A. R. G Andri Wibisana.
Dalam menerapkan pasal 27 ayat 3 dan pasal 28 ayat 2, menurut Prof Dr M. A. R. G Andri Wibisana memahami latar belakang dan apa yang diperjuangkan oleh aktivis lingkungan yang diperkarakan sangat penting. “Kalau itu ada, kasus seperti ini tidak perlu ada,” tegas Prof Dr M. A. R. G Andri Wibisana yang tahun lalu menjadi Widyaiswara Hukum Lingkungan di Kejaksaaan Agung.
Pedoman ini penting agar dapat dilakukan identifikasi sejak awal sehingga kasus seperti ini tidak perlu ada di pengadilan. Jaksa seharusnya sudah menghentikan di kejaksaaan. Kalaupun masuk ke pengadilan, hakim menghentikan sejak awal sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung. “Idealnya kasus-kasus seperti ini dihentikan di kajaksaan. Itu kalau jaksa menerapkan Pedoman Jaksa Agung diterapkan,” ujar Prof Dr M. A. R. G Andri Wibisana yang menjadi salah satu penyusun Peraturan Mahkamah Agung.
Jangan sampai orang yang sedang memperjuangkan hak atas lingkungan yang baik justru digugat karena kritik yang disampaikan. Sebab kalau itu yang terjadi, orang akan takut menggunakan hak menyampaikan pendapat. Percuma, dia memiliki hak tetapi kemudian digugat,” terangnya
Ia juga menjelaskan, jika ada dua norma yang berbeda dalam UU ITE, maka norma yang dilindungi adalah norma untuk kepentingan lingkungan. “Kalau ada pencemaran nama baik dan ada perjuangan lingkungan hidup maka, pencemaran nama baik tidak dianggap sebagai melanggar hukum,” terangnya.
Sedangkan Dr Ahmad Sofyan, ahli hukum pidana dari Universitas Bina Nusantara Jakarta yang dihadirkan dalam persidangan oleh penesehat hukum Daniel mengungkapkan, SKB memedomani SKB Jaksa Agung, Kapolri dan Menteri Komunikasi dan Informatika sangat penting dalam menangani kasus pencemaran nama baik dan ujaran kebencian yang ada dalam UU ITE.
“Sebab 27, 28 29, 36. Dalam UU ITE multi tafsir hingga dengan mudah menjadi alat untuk melakukan kriminalisasi aktivis lingkungan hidup,” terangnya. Penyebaran kebencian ditandai dengan konten yang mengajak dan menghasut dan mengadu domba. Motif pelaku adalah untuk membangkitkan kebencian berbau SARA, tambahnya
Ia juga menjelaskan, untuk menerapkan pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik harus ada identitas pribadi yang jelas dari nama yang tercemar. “Tidak bisa kelompok apalagi dengan mengatasnamakan masyarakat,” tegasnya
Hadepe