Oleh : Hadi Priyanto
Adigium keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi atau Salus Populi Suprema Lex Esto. Adigium ini pertama kali diperkenalkan oleh filsuf Romawi kuno, Marcus Tullius Cicero dalam bukunya De Legibus. Menurut Cicero, dibawah ancaman situasi darurat maka keselamatan rakyat harus menjadi tujuan yang paling utama.
Adigium itu harusnya menjadi dasar bagi semua komponen masyarakat, termasuk aparatur pemerintah dan juga aparatur negara dalam menghadapi Covid-19 yang semakin ganas. Apalagi didaerah- daerah dengan zona risiko tinggi seperti Jepara.
Meledaknya kasus Covid-19 di Jepara pasca libur lebaran yang dimulai dengan penemuan klaster baru di Desa Nalumsari akhir Mei dengan cepat berkembang dan tidak dapat dikendalikan..
Sebab disamping ratusan tenaga kesehatan dan 5.740 orang lebih warga terpapar dari tanggal 1- 29 Juni, angka warga Jepara yang meninggal pada bulan Juni juga melesat. Hingga tanggal 30 Juni 2021 tercatat 417 kasus kematian dengan kriteria probable dan terkonfirmasi Covid-19.
Ini belum termasuk angka kematian dengan jumlah tidak wajar yang nampak seperti pagebluk tanpa status dan kriteria yang jelas.
Tingginya angka kematian ini salah satunya karena daya tampung rumah sakit rujukan Covid -19 di Jepara yang juga overload. Sebab tidak mampu lagi menampung semua warga yang sakit, termasuk yang masuk kriteria berat dan kritis.
Positif rate harian Jepara yang menjadi alat ukur kemampuan dalam mengendalikan penyebaran virus ini juga menunjukkan angka yang sangat tinggi. Di atas 35 %. Padahal angka patokan badan kesehatan dunia hanya 5 %. Sementara skore zonasi Jepara di angka 1,45. Ini skore yang mencerminkan tingkat risiko Jepara yang sangat tinggi, termasuk angka reproduction number Jepara serta laboratorium px PCR yang overload.
Persoalan lain yang kemudian muncul adalah banyaknya sample spesimen swab PCR yang menumpuk di Laboratorium Kesehatan Daerah. Juga di puskesmas-puskesmas. Sebab sejumlah tenaga laboratorium RSUD RA Kartini Jepara juga terpapar Covid-19 dan harus menjalani isman. Padahal laboratorium PCR RSUD RA Kartini selama ini menjadi tempat utama pemeriksaan px PCR Jepara.
Yang harus dipahami
Dalam penanganan Covid-19 yang harus dipahami adalah sumber wabah ini berupa virus yang kemudian bisa menular, dan bahkan berkembang variannya dengan cepat. Karena itu dalam menangani kasus Covid-19 ini dikenal istilah trias epidemiologi yang terdiri dari tiga komponen yaitu host (penjamu) , agent (SARS – Cov – 19) dan environment (lingkungan). Perubahan pada satu atau lebih komponen dapat menaikkan atau menurunnya terjadinya infeksi akibat virus corona.
Karena itu dalam penanganan virus Corona dengan menggunakan pendekatan trias epidemiologi ada lima langkah yang harus dilakukan berurutan.
Pertama ; health promotion kesehatan yang dapat dilakukan dengan penguatan 5 M. Kedua spesific protection dengan vaksinasi, ketiga early diagnosis and prompt treatment dengan memperkuat testing, trecing dan treatment serta keempat disability limitation untuk mengurangi cacat dan rehabilitation untuk mengembalikan cacat fisik dan mental warga terpapar.
Saran – saran
Terkait dengan hal tersebut serta mengingat kondisi Jepara maka ada beberapa pemikiran yang mungkin dapat menjadi pertimbangan bagi para pemangku kepentingan dan juga masyarakat.
Selamatkan nyawa, harusnya ini menjadi ikhtiar utama para pemangku kepentingan dengan menambah kapasitas tempat tidur ruang isolasi sehingga dapat menampung semua warga yang terkonfirmasi dan kondisinya menjadi semakin kritis. Caranya dengan merubah rumah sakit umum menjadi rumah sakit khusus Covid atu mendirikan rumah sakit darurat. Disamping itu juga perlu disediakan tempat karantina terpusat dengan dilengkapi SDM, obat, vitamin dan logistik yang cukup.
Jangan biarkan mereka lapar dan terkapar, warga yang telah menjalani isman sebaiknya dicukupi kebutuhan logistiknya, obat serta vitaminnya untuk satu keluarga. Sehingga mereka dapat melakukan isman dengan tenang dan tidak harus berpikir dari mana mereka makan.
Perkuat 5 M yang merupakan hulu dari persoalan penyebaran wabah ini. Disamping harus ada OPD / Unit Kerja yang bertanggung jawab, pelibatan tokoh agama seperti ulama, kiai, ustadz, pendeta, bikhu, pastor, sangat diperlukan. Juga para pegurus ormas keagamaan di semua jenjang kepengurusan. Bukan hanya diimbau, tetapi juga harus diberikan pengetahuan tentang Covid-19 serta dana operasional untuk sosialisasi.
Pelibatan elemen masyarakat yang lain juga perlu diperkuat sepeti partai politik, LSM, seniman, budayawan, wartawan, para pegiat medsos, kalangan akademisi, ormas kepemudaan, orgaisasi perempuan kesehatan, dan elemen lain.
Dengan jumlah 195 desa / kelurahan, Jepara bisa melibatkan 1.950 tokoh agama dan pengurus organisasi kemasyarakatan yang tersebar di semua desa.
Kejar target testing dan trecing untuk menemukan kasus baru dan memutus mata rantai penyebaran covid-19. Jangan kemudian justru dikendalikan hingga angkanya nampak landai. Testing 1 : 1000 orang per minggu serta tracing 1 pasien positif terhadap 15 orang adalah standar nasional yang harus dipenuhi. Karena itu pengadaan peralatan PCR baru dan penambahan SDM sangat diperlukan.
Jujur pada angka epidemiologi membuat analisis terhadap penyebaran dan penanggulangan virus ini menjadi lebih mudah, sebab menggunakan basis data yang benar.
Lakukan penegakan disiplin, jika pemerintah atau satgas sudah mengeluarkan aturan dan bahkan larangan, maka harus ditegakkan dengan konsisten, baik yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten. Sebab peraturan tanpa penegakan disiplin justru akan menurunkan kepercayaan masyarakat.
Susun peta jalan, dalam penanganan kasus luar biasa seperti ini sebaiknya segera disusun peta jalan percepatan dan penanggulangan Covid-19 secara komprehensif. Tujuannya untuk pegangan semua pemangku kepentingan. Peta jalan ini harus juga disusun dalam frame extra ordinary, bukan lagi tindakan dan langkah biasa. Juga perlu pelibatan para pengusaha atau investor di Jepara.
Lindungi keselamatan nakes, sebab jika garda terdepan ini banyak terpapar maka yang dirugikan adalah masyarakat luas dan bahkan bisa menggangu sistem pelayanan kesehatan. Contoh kecil, jika ada 5 atau 6 nakes yang bertugas sebagai operator di laboratorium PCR terpapar, maka dapat dipastikan akan mengganggu testing, trecing dan bahkan penegakan diagnosis di Kabupaten Jepara.
Kibarkan bendera putih, jika angka kedaruratan semakin tidak dapat dikendalikan, demi dan untuk menyelamatkan warga sebaiknya segera menyerahkan atau meminta bantuan penanganan Covid-19 kepada Gubernur, Pangdam IV / Diponegoro dan Polda Jateng serta pemerintah pusat.
Penulis adalah Wartawan SUARABARU.ID di Jepara