BLORA (SUARABARU.ID) – REMBANG – Kegiatan Forum Group Discusion (FGD) Kabupaten Rembang sekaligus melakukan sosialisasi tentang Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) kepada kepala desa di wilayah Kabupaten Rembang bertempat di Ruang rapat Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dipermades) Kabupaten Rembang. Rabu, (7/9/2022).
FGD ini diikuti oleh 40 Kepala Desa, 5 orang Camat yang mempunyai wilayah hutan di wilayah KPH Mantingan. Hadir dalam kegiatan ini Kabid Pemerintahan, Nur Wanto,
Kasi LHK Taufik Darwanto, Ir Marsaid Administrator KPH Mantingan dan jajaran camat diwilayah Kawasan Hutan serta kepala desa di wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) yang ada di Kabupaten Rembang.
Administrator KPH Mantingan Ir Marsaid menyampaiakan bahwa dengan adanya KHDPK perlu untuk disosialisasikan kepada eleman Masyarakat, unsur pimpinan, forkopimda, forkopimcam dan juga tokoh masyarakat serta kepala desa di sekitar wilayah hutan Mantingan.
Agar nantinya tidak ada hal-hal yang tidak diinginkan dan salah tafsir dalam menerapkan KHDPK di kabupaten Rembang. Dia juga berharap nantinya pemahaman masyarakat tentang KHDPK itu jelas dan tahu sebenarnya KHDPK itu merupakan program pemerintah, Perhutani akan mendukung sesuai dengan regulasi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
“Sambil menunggu proses Perhutani masih tetap melaksanakan kegiatan kehutanan sesuai dengan Rencana Teknik Tahunan (RTT) yang telah disusun,” jelas Marsaid.
Nara Sumber sosialisasi KHDPK yang juga Kepala Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Provinsi Jawa Tengah Wilayah I, Bambang Doso, S.Hut., MP. menyampaikan bahwa pada dasarnya dalam KHDPK itu Tidak mengubah fungsi pokok kawasan hutan, Tidak mengubah bentang lahan pada Hutan Lindung, Penutupan hutannya bukan merupakan hutan primer.
“Kepentingganya untuk KHDPK dalam Perhutanan Sosial antara lain, Penataan Kawasan Hutan dalam rangka Pengukuhan Kawasan Hutan, Rehabilitasi Hutan, Perlindungan Hutan dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan,” ungkap Bambang Doso.
Lanjutnya, Dan kriteria secara teknis dalam KHDPK itu meliputi Hutan Lindung dan Hutan Produksi yang telah memperoleh izin pemanfaatan Pengelolaan PS, Areal pengakuan dan perlindungan kemitraan kehutanan, telah dicadangkan untuk PS (PIAPS), dan telah dilakukan pengelolaan hutan atas inisiatif masyarakat.
“Telah mendapat persetujuan penggunaan Kawasan hutan, Telah dilakukan Kerjasama pangan dengan badan usaha, Areal HL dan HP yang tidak produktif, Areal rawan konflik dan ini yang harus diperhatikan oleh semua yang ingin masuk menggarap lahan kawasan hutan,” kata Bambang Doso.
Untuk itu, Bambang Doso berharap masyarakat memahami dulu dan sudah disosialisasikan oleh direktorat jenderal tentang KHDPK. Dan semua kegiatan yang ada di kawasan hutan dalam KHDPK itu tidak memungut biaya sepersenpun.
“Dan apabila ada yang mensosialisasikan bahkan menjanjikan dengan pengelolaan kawasan dalam KHDPK itu berbayar maka bisa dipidanakan dan dianggap pungutan liar. Dengan dalih apapun semua gratis dan tidak berbayar,” tandas Bambang Doso.
Sementara itu, Taufik Karwanto Kasi LHK menyampaikan bahwa prinsipnya pengelolaan kawasan hutan melalui KHDPK menunggu regulasi dari pemerintah walaupun Menteri LHK sudah mengeluarkan SK Nomor 287 tahun 2022 namun tetap harus menunggu regulasi dan persyaratan yang sudah ditetapkan.
Perlu diketahui bahwa Peraturan Perhutanan sosial Nomor 9 tahun 2021 belum bisa digunakan untuk pengajuan PS dikawasan hutan di P Jawa, sebagaimana pasal 197 ayat 1 bahwa pengaturan PS pada areal KHDPK di P Jawa akan diatur dengan Permen tersendiri. Bahwa Perhutanan sosial bukan Tenurial Obyek Reformasi Agraria (TORA) bukan bagi-bagi lahan, bukan sertifikasi hutan negara dan tidak bisa diperjual belikan,” ujar Kasi LHK.
Persetujuan Perhutanan sosial bukan merupakan hak milik atas kawasan hutan (Ps 230 PP 23/2021). Namun apabila ada kegiatan yang dilakukan oleh lembaga ataupun masyarakat dalam pengukuran, pendataan, itu belum masuk ranah pidana, tetapi perlu untuk diberikan sosialisasi tentang PS, imbuh Taufik Karwanto.
“Dan apabila di lapangan terjadi pemasangan patok batas oleh masyarakat maupun Lembaga ataupun LSM akan diberikan himabauan larangan. Tetapi bila tidak diindahkan dapat dibuatkan laporan pengaduan ke Kepolisian. Bila memenuhi unsur pidana makan langsung diambil tindakan untuk dilaporkan kepada Kepolisian,” tandas Kasi LHK.
Akhir FGD, Kepala bidang pemerintahan desa selaku moderator Nur Wanto berpesan untuk semua pemangku wilayah baik camat maupun kepala desa untuk dapat mengkondisikan masyarakatnya.
“Diharapkan agar tetap aman tentram dan terkendali dan tidak ada keonaran ataupun bentrok antar warga,” pungkas Nur Wanto sambil menutup acara FGD.
Kudnadi Saputro