SEMARANG (SUARABARU.ID) – Kesenian tradisional merupakan kekayaan budaya yang adiluhung. Tidak banyak yang menyukai, kemudian menggeluti dan berupaya untuk melestarikannya.
Adalah Iptu Subardho, S.H. Kanitreskrim Polsek Mijen Polresstabes Semarang, salah satu yang punya perhatian untuk itu.
Dia tak sekadar menyukainya. Namun, dia juga bersemangat untuk melestarikan budaya-budaya Jawa dengan membuka kursus/pawiyatan panatacara atau pamedhar sabda.
Pembukaan pawiyatan Panatacara atau Pamedhar Sabda Permadani Cabang Kecamatan Mijen, angkatan ke-3 atau Permadani Kota Semarang angkatan ke-104, dibuka oleh Ketua DPD Permadani Kota Semarang, Basuki Gunarto, S.Pd., di Balai Kinanti Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Semarang, Senin malam (1/11/2021).
“Ini angkatan ketiga di Kecamatan Mijen, ada sekitar 72 peserta yang mengikuti kursus panatacara atau pamedhar sabda, 8 orang diantaranya perempuan,” jelas Subardho, yang juga Ketua Permadani Cabang Kecamatan Mijen kepada awak media usai pembukaan Pawiyatan panatacara atau pamedhar sabda.
Dengan adanya kursus panatacara ini, lanjutnya, selain mendapat legalitas dari Permadani, sebagai wadah para panatacara dan pelaku seni budaya, diharapkan pula dapat melestarikan budaya adi luhung yang merupakan ciri dari budaya Jawa, agar tidak hilang begitu saja tergerus oleh kemajuan teknologi di zaman milenial ini.
“Diharapkan, dengan adanya kursus panatacara atau pamedhar sabda ini, masyarakat akan bangkit untuk ikut handarbeni, membangkitkan, menggali kebudayaan yang mungkin sudah hampir hilang sehingga masyarakat dapat memahami budayanya sendiri,” harap Abdi Dalem dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, yang telah diwisuda pada bulan Mei 2010 lalu, dengan gelar kehormatan Raden Bekel Sepuh Yudho Subardho, S.H.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua DPD Permadani Kota Semarang, Basuki Gunarto, S.Pd., mengatakan bahwa dengan belajar MC bahasa Jawa (panatacara/pamedhar sabda) adalah salah satu upaya melestarikan budaya nasional Indonesia.
“Pawiyatan ini adalah salah satu upaya melestarikan budaya nasional Indonesia. Karena kebetulan kita berada di wilayah Jawa, ya budaya Jawa ini yang berusaha kita jaga dan lestarikan,” ujar Basuki.
Permadani ini tidak hanya berada di Pulau Jawa saja, imbuhnya, namun di luar Jawa pun ada Permadani, yang juga mempunyai tujuan yang sama, yaitu melestarikan budaya di wilayah masing-masing.
Selain itu, disampaikan pula oleh Basuki, dalam hal pembelajaran panatacara atau pamedhar sabda ini, ada pedoman-pedoman tertentu dalam menjalankan kegiatannya (sesuai kurikulum) dan tidak asal-asalan namun diberikan materi lain selain belajar panatacara.
“Jadi disini tidak hanya diajarkan bagaimana menjadi panatacara atau pamedhar sabda saja, namun diberikan materi adat tata cara Jawa juga, mulai dari orang hidup dalam kandungan, kelahiran sampai kematian semua ada adat tata cara Jawanya,” urainya.
Dengan adanya kegiatan kursus untuk menjadi pembawa acara dengan adat Jawa ini, lanjutnya, diharapkan masyarakat memahami dengan baik tata cara menjadi seorang pembawa acara berbahasa Jawa sesuai dengan bahasa, sastra dan busana pada saat membawakan acara atau MC.
Sekretaris Kecamatan Mijen, Suharno, SE., MM, sangat mengapresiasi dengan adanya kegiatan pawiyatan yang dilaksanakan di oleh Permadani Cabang Kecamatan Mijen Kota Semarang.
“Sangat layak jika kegiatan ini menjadikan Wonolopo sebagai Kampung Seni dan Budaya. Ke depan akan kami upayakan agar kegiatan nguri-uri budaya Jawa ini agar mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah, dalam hal ini Kecamatan Mijen,” ungkap Harno.
Sedang Heru Sutomo, salah satu warga Wonolopo yang menjadi salah satu peserta kursus pembawa acara berbahasa Jawa ini, merasa bangga dengan adanya kegiatan pawiyatan panatacara atau pamedhar sabda yang dilaksanakan di wilayahnya.
“Ikut nguri-uri budaya Jawa yang penuh pitutur luhur dan budi pekerti agar jangan sampai budaya yang luhur ini luntur,” kata Heru.
Absa