Jepara – Sebagai salah satu tokoh sentral dalam sejarah Jepara yang memiliki peran besar dalam perjalanan bangsa Indonesia, Ratu Kalinyamat tidak boleh hanya dipahami oleh anak-anak lewat karnaval atau bahkan tarian. Apalagi berdasarkan Peraturan Daerah No 9 Tahun 1988, penobatan putri Sultan Trenggono sebagai penguasa Jepara ini telah ditetapkan menjadi Hari Jadi Jepara, sehingga setiap tahun orang Jepara memperingatinya. Bahkan dalam karnaval tingkat desa, selalu ada penampilan Ratu Kalinyamat.
Pemikiran tersebut yang melatar belakangi digelarnya Diskusi Perumusan Nilai-nilai Keutamaan Ratu Kalinyamat yang diselenggarakan oleh Yayasan Kartini Indonesia bekerjasama dengan Yayasan Dharma Bhakti Lestari, Jum’at (16/8) di Telaga Sejuta Akar Bondo. Acara ini juga didukung oleh PT PLN Pembangkitan Tanjungjati B.
Diskusi yang diikuti kurang lebih 150 peserta dari kalangan guru dan pelajar SMA, mahasiswa, pegiat budaya, akademisi dan anggota DPRD ini menghadirkan dua orang pembicara, Iskak Wijaya dan Hadi Priyanto. Diskusi dipandu oleh Winarto Asma serta diiringi kerawitan anak dari sanggar budaya Cakra Abadi pimpinan Kunarto Kumis. “ Kami ingin mengajak masyarakat mulai berfikir tentang nilai-nilai keutamaan apa yang bisa kita warisi dan relevan untuk kita jadikan sebagai sumber inspirasi dan motivasi. Diskusi ini baru tahap awal dan perlu terus dilakukan dengan kajian yang mendalam. Harapannya kelak akan ada kesepakatan kolektif masyarakat,” ujar Sekretaris Yayasan Kartini Indonesia, Indria Mustika saat mengantarkan disikusi ini.
Sementara itu, Edi Hidayat dari Yayasan Dharma Bakti Lestari menyatakan, membumikan nilai keutamaan dan perjuangan Ratu Kalinyamat perlu terus dilakukan. “Apalagi kini masyarakat Jepara bersama-sama ingin menjadikan Putri Retno Kencono sebagai Pahlawan Nasional. Naskah akademis tengah disusun oleh para ahli dengan mengedepankan aspek – aspek kesejarahan, “ ujar Edi Hidayat.
“ Perumusan nilai keutamaan Ratu Kalinyamat ini menjadi penting, sebab beban kurikulum disemua satuan pendidikan yang demikian padat, menyulitkan para guru untuk mengajarkan nilai-nilai keutamaan pahlawan lokal Jepara. Apalagi literatur tentang Ratu Kalinyamat sangat minim. Akhirnya penguasa yang dicatat sejarah pernah menyerang kolonialisme Postugis di Malaka sebanyak dua kali ini hanya dikenal lewat karnaval, sebagai ratu Jepara yang sangat cantik. Bahkkan hanya dikenal mitos dan legendanya,” ujar Hadi Priyanto saat mengantarkan diskusi. Padahal banyak nilai yang dapat dijadikan sumber inspirasi bagi warga masyarakat dan bahkan bangsa dan masih sangat relevan.
Sementara Iskak Wijaya dalam paparannya menyatakan, perumusan nilai dan pemahaman sejarah ini sangat penting. Sebab mereka yang tidak memahami sejarah akan melakukan kesalahan yang berulang-ulang. Mengapa? Karena seperti kata Cicero: “historiavitaemagistra” – sejarah adalah guru kehidupan. “Ada banyak nilai yang dapat kita ambil jika kita mau belajar dari sejarah Ratu Kalinyamat. Kala itu beliau telah mengembangkan spirit nasionalisme yang tidak sempit, semangat pluralisme, kesetaraan politik perempuan, komitmen relejiusitas yang kuat serta kepercayaan diri yang teguh” ungkap Iskak Wijaya.
Duta Sejarah Lokal
Menyikapi beban kurikulum sekolah serta minimnya referensi tentang Ratu Kalinyamat serta sejarah lokal, Galuh Citrasari, guru sejarah SMA Bangsri mengusulkan kepada pemerintah kabupaten agar dapat menyelenggarakan pembekalan sejarah lokal untuk mencetak guru sebagai duta-duta sejarah. “ Para guru dilatih memahami aspek kesejarahan lokal, termasuk nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Dengan demikian mereka memiliki bekal yang cukup untuk mengajarkan sejarah lokal kepada murid-muridnya. Hasil pengajaran bisa saja dilombakan dalam bentuk karya tulis, pidato, cerita dan bahkan pembuatan film dokumenter “ ujar Galuh Citrasari. Minimnya literatur tentang sejarah dan budaya Jepara juga diungkapkan oleh Damitri, mahasiswa Universitas Negeri Malang. “ Saya kesulitan untuk mendapatkan buku tentang sejarah ukir Jepara di Perpustakaan Daerah saat akan mengadakan penelitian,” keluh Damitri.
Sementara Muh Fakhrihun Na’am dari Universitas Negeri Semarang yang tengah melakukan penelitian tentang spirit dan fenomena Ratu Kalinyamat sebagai ide dasar penciptaan karya seni mengungkapkan, perumusan nilai-nilai keutamaan ini sangat penting. Sebab ada banyak karya sastra yang inspirasinya diangkat dari cerita lisan atau legenda tentang Sang Ratu, justru mendiskriditkan eksistensi beliau. “Karena itu, kami sedang menggarap pameran batik yang ide dasarnya dari spirit dan fenomana Ratu Kalinyamat. Rencana pamaran akan dilakukan bulan November di Cemeti Art Gallery Yogyakarta dan Musium Kartini Jepara,“ ujar Muh Fakhrihun Na’am Dosen Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Fakultas Teknik dan Pendidikan Seni, S-2 Pasca Sarjana Program Studi Pendidikan Seni, Universitas Negeri Semarang. (SuaraBaru.Id/Ulil Abshor)