JAKARTA (SUARABARU.ID) – “Manchester United mengumumkan bahwa Ole Gunnar Solskjaer telah meninggalkan perannya sebagai manajer. Ole akan senantiasa menjadi legenda di Manchester United dan dengan penuh sesal kami mesti membuat keputusan ini.”
Pernyataan itu disampaikan oleh klub sehari setelah MU dibantai 1-4 oleh klub promosi Watford.
Solskjaer dipecat hanya empat bulan setelah memperpanjang kontraknya sampai 2024.
Dalam dua musim terakhir, pelatih asal Norwegia itu mengembalikan Manchester ke empat besar Liga Inggris, bahkan sekali mencapai final Liga Europa.
Musim ini mereka menambah kekuatan dengan mendatangkan superstar-superstar seperti Cristiano Ronaldo, Raphael Varane dan Jadon Sancho, tetapi malah babak belur.
Solskjaer seperti tak memiliki formula pasti agar United bermain dalam identitas yang jelas. Yang terjadi malah metode untung-untungan yang akhirnya membuat keretakan di dalam skuad.
Dan puncak keretakan itu terlihat jelas saat digasak Watford yang ironisnya tak pernah menang di kandangnya sepanjang musim ini sehingga terlihat lebih memalukan ketimbang takluk 2-4 kepada Leicester atau ambruk 0-5 di tangan Liverpool atau terkapar 0-2 dihantam oleh tetangga sekota, Manchester City.
Total, United sudah lima kali kalah dalam 12 pertandingan liga pertamanya, termasuk Aston Villa yang menjadi tim pertama yang mengalahkan MU dalam pertandingan liga musim ini.
Musim lalu, ketika Liga Inggris dipertandingkan dalam stadion-stadion kosong karena diharuskan protokol kesehatan COVID-19, United tampil bagus namun dicemooh oleh sejumlah kalangan termasuk pelatih Liverpool Juergen Klopp dan Jose Mourinho yang kini melatih AS Roma, karena ditolong wasit dan faktor kebetulan semata.
Klopp dan Mourinho ada benarnya karena ketika sekalipun sudah diperkuat salah satu superstar sepak bola dunia Cristiano Ronaldo, United musim ini malah terpuruk.
Ada pula yang beranggapan sukses Solskjaer dua musim lalu lebih karena faktor individu pemain, bukan karena teamwork.
“Solskjaer sudah sering sekali diselamatkan oleh individu pemain yang membuat Manchester United bisa bangkit kembali,” kata Louis Saha, mantan striker Man United, kepada BBC Radio seperti dikutip Reuters.
Sayangnya Solskjaer tak bisa terus mengandalkan dukungan individu pemain, sambung Saha.
Karena menggantungkan kepada individu pemain pula membuat Solskjaer menjadi terlihat pilih kasih sehingga dituding melakukan favoritisme oleh sejumlah pemainnya yang juga menganggap Solskjaer tak punya visi.
Sudah lama disfungsional
Bek tengah Eric Bailly kesal Solskjaer masih saja memasang Harry Maguire ketika MU kalah 2-4 melawan Leicester, padahal sang kapten tidak fit. Ronaldo kecewa berat oleh turunnya standar bermain timnya dan menilai rekan-rekan satu timnya terlalu gampang membuat kesalahan.
Yang lain mempertanyakan keputusan Solskjaer tak memainkan Donny van de Beek padahal Setan Merah dihadapkan kepada krisis di lapangan tengah. Mereka juga bersimpati kepada Jesse Lingard yang walau bermain cemerlang selama dipinjam West Ham United musim lalu, lebih sering didudukkan di bangku cadangan.
Keretakan dalam skuad bukan satu-satunya masalah Setan Merah. Klub ini juga sering pendek ingatan tapi tidak pernah tegas dalam memberikan penilaian.
MU lupa bahwa ketika dilatih David Moyes, Louis van Gaal dan Jose Mourinho yang merupakan pelatih-pelatih berpengalaman, tampil tidak konsisten dengan gaya bermain yang tidak jelas juga terjadi semasa ketiga pelatih pendahulu Solskjaer itu.
Man United, mengutip harian Inggris The Guardian, sudah disfungsional jauh sebelum Solskjaer melatihnya dan mungkin akan terus begitu setelah dia tak lagi melatih Setan Merah.
Kesalahan terbesar United adalah menyimpulkan Solskjær akar masalah, padahal skuad yang egoitis namun minim sosok pemimpin lapangan sehingga bermain hanya menurut egonya masing-masing, adalah juga masalah berat Man United yang juga tugas berat yang harus ditangani pengganti Solskjaer.
Tetapi, tak seperti Tottenham yang segera menendang Nuno Espirito Santo untuk kemudian nyaris instan digantikan Antonio Conte atau Aston Villa yang mendepak Dean Smith dengan merekrut Steven Gerrard, United terlihat tidak siap ketika harus memecat Solskjaer.
Alih-alih bertindak cepat mungkin menggaet pelatih-pelatih hebat seperti Zinedine Zidane yang saat ini tak terikat klub mana pun, United malah menunjuk salah satu staf pelatih Solskjaer, Michael Carrick, sebagai caretaker, yang disebutnya akan “memimpin tim dalam menjalani pertandingan-pertandingan mendatang, selagi klub menunjuk manajer sementara sampai akhir musim”.
Status caretaker untuk Carrick itu hanya menunjukkan manajemen United tak mempercayai kemampuan Carrick dan memperlihatkan sikap United tidak tegas mengenai siapa yang mereka inginkan sebagai manajer berikutnya.
Namun untuk saat ini memang tidak ada kandidat yang pasti, termasuk Zidane yang paling difavoritkan melatih mereka. Sayang, Zidane tak mau melatih pada pertengahan musim. Legenda sepak bola Prancis ini juga terkendala faktor bahasa dan keluarga yang tak ingin tinggal di Inggris.
Sebenarnya bisa saja hirarki United meyakinkan Zidane untuk mau melatih di Old Trafford. Masalahnya tak seperti klub-klub lain di mana urusan mencari manajer menjadi urusan orang-orang khusus yang diserahi tugas ini, taruhlah direktur sepak bola Ferran Soriano dan pemimpin senior klub Txiki Begiristain di Manchester City, situasi sama tak ditemui di Manchester United.
Urusan merekrut manajer malah menjadi urusan wakil ketua eksekutif Ed Woodward, direktur sepak bola John Murtough dan direktur teknik Darren Fletcher. Bahkan bos besar Joel Glazer ikut-ikutan mengurusinya, dan tak ketinggalan direktur pelaksana Richard Arnold.
Ini yang membuat MU lamban sampai-sampai Antonio Conte yang sudah bersedia melatih mereka pun akhirnya disambar Tottenham.
Oleh karena itu masih perlu dilihat lagi apakah memecat Solskjaer itu solusi atau malah menciptakan masalah baru.
Ant/Muha