blank
Para siswa SD Negeri Bumi Solo, melakukan aksi bersih-bersih mencuci Monumen Kebangkitan Nasional Tugu Lilin di Penumping, Laweyan, Surakarta. Foto:Mayor

SOLO (SUARABARU.ID) – Para siswa SD Negeri Bumi Jalan Kebangkitan Nasional Nomor: 102 Surakarta, punya cara unik dalam memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) Ke 114 Tahun 2022.

Sejumlah murid SD yang terletak di RT 102/RW 4, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah ini, melakukan aksi mencuci monumen.

Presiden Republik Aeng-Aeng, Mayor Haristanto, yang tampil menjadi pemrakarsa, semalam, menyatakan, hari Jumat (20/5) ada 15-an siswa melakukan aksi mencuci Monumen Tugu Lilin. Yakni Monumen Kebangkitan Nasional yang terletak di Jalan Dr Wahidin, di Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah.

Mayor, tokoh kreatif Kota Bengawan yang pernah menerima 31 anugerah pemecahan rekor dunia dari MURI, mengatakan, aksi mereka itu menjadi bagian dari kegiatan outing class, yaitu sebagai kiat belajar mengenal sejarah perjuangan bangsa.

Mereka mendatangi munomen dengan membawa aneka piranti kerja bakti kebersihan, seperti sapu, alat pel, ember, kain lap. ”Dan mendapatkan bantuan air dari mobil tangki Dinas Lingkungan Hidup Kota Surakarta,” tutur Mayor.

Menurut Mayor Haristanto, aksi bersih-bersih monumen cagar budaya ini, diharapkan sebagai media edukasi agar siswa lebih mengenal secara nyata. ”Teori saja, rasanya belum cukup,” tuturnya.

Usai melakukan aksi mencuci Monumen Kebangkitan Nasional, acara dipungkasi dengan berbagi buku bertema kepahlawanan. Terdiri atas 3 paket buku pahlawan olahraga Indonesia, hibahan buku dari Erly Bahtiar, mantan fotografer tabloid BOLA Jakarta.

Raja PB X

Berikut buku berjudul Jejak Taufik Hidayat di Indonesia Terbuka, serta Buku Pahlawan Olahraga Indonesia Asian Para Games 2018 dan Asian Games 2018.

Hadir sebagai “guru” Al  Momi Satyotomo  dan Prabang Setyono yang memaparkan asal muasal pendirian monumen. Kata Mayor,  belajar boleh di mana saja, dengan siapa saja, dan kapan saja.

Tugu Kebangkitan Nasional (Tugu Lilin) dibangun dalam rangka memperingati 25 tahun berdirinya Boedi Oetomo. Niat pendirian tugu ini dicetuskan oleh perwakilan masyarakat Surakarta (Solo) saat mengikuti Kongres Indonesia Raya I pada Tahun 1931 di Surabaya.

Pelaksanaan pembangunan dipercayakan kepada KRT Woerjaningrat, menantu Paku Buwono PB X yang juga merupakan Wakil Ketua Boedi Oetomo.

blank
Presiden Republik Aeng-Aeng Mayor Haristanto (kedua dari kiri) didampingi “Guru” Al Momi Satyotomo dan Prabang Setyono (masing-masing mengenakan peci pejuang), membagikan buku bertema Pahlawan. Foto:Mayor

KRT Woerjaningrat dibantu panitia yang terdiri atas tujuh orang yang dipimpin oleh Mr Singgih. Panitia ini mengadakan sayembara pembuatan rancangan yang sekiranya bisa dijadikan tanda pergerakan kebangsaan Indonesia.

Ada tiga orang yang mengikuti sayembara ini, dan rancangan yang dibuat oleh Ir Soetedjo dipilih oleh panitia. Karyanya dianggap memenuhi harapan mengungkapkan cita-cita kebangsaan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat umum.

Pembangunan monumen di Surakarta, karena mendapatkan izin dan dukungan dari Pakubuwono X selaku Raja Kasunanan Surakarta. Ini terjadi, setelah sebelumnya gagal dibangun di beberapa kota seperti Batavia, Surabaya, dan Semarang.

Batu Pertama

Peletakan batu pertama dilakukan pada awal Desember 1933, dan pembangunannya diserahkan kepada RM Sosrosaputro. Namun, pemerintah Hindia Belanda menolak pembangunan tugu tersebut.

Residen Surakarta sempat menghambat pembangunan tugu ini. Bahkan, Gubernur Jenderal Hindia Belanda (saat itu) Bonifacius Cornelis de Jonge mengundang Pakubuwono X untuk membicarakan masalah ini.

Pembangunan masih terus dilanjutkan dan selesai pada Oktober 1934. Tugu ini kemudian diberi nama “Toegoe Peringatan Pergerakan Kebangsaan 1908-1933”. Nama tersebut ditolak oleh pemerintah (Belanda) dan mengancam akan membongkar tugu tersebut.

Pakubuwono X kemudian ikut turun tangan agar mendapatkan izin dari pemerintah. Di akhir Januari 1935, PB X datang ke Batavia untuk bertemu Gubernur Jenderal. Namun, usahanya ini menemui kegagalan.

Pada bulan April 1935 Residen Treur kembali mengancam akan membongkar tugu tersebut, jika usulan teksnya yang berbunyi “Toegoe Peringatan Kemadjoean Ra’jat 1908-1933” tidak diterima. Usulan dari Treur ini terpaksa diterima, dan dituliskan pada prasasti di tugu tersebut.

Di lokasi Tugu Lilin itu ditanamankan gumpalan tanah dari berbagai penjuru tanah di Nusantara. Para anggota PPPKI yang tersebar di seluruh Nusantara, datang ke Solo dengan membawa gumpalan tanah dari daerah mereka masing-masing.

Pada Tahun 1948 Tugu Lilin dijadikan simbol peringatan Kebangunan Nasional yang pertama. Pada tahun 1953, Tugu Lilin dijadikan bagian dari logo Kota Surakarta.

Bambang Pur