blank
Foto: dok/ist

Oleh: Hastin Atas Asih

blankPERKEMBANGAN teknologi dewasa ini semakin menunjukkan perkembangan yang sangat signifikan. Meski tak selalu menguntungkan, karena adanya dampak negatif yang banyak mewarnai. Namun di sisi lain, berkembangnya teknologi juga bermanfaat besar bagi kehidupan manusia. Hampir seluruh aktivitas manusia saat ini tersentuh teknologi.

Seperti sarana komunikasi, pendidikan, sarana medis, ekonomi, dokumentasi. Pun demikian untuk kegiatan penyimpanan arsip juga tak lepas dari sentuhan teknologi. Dan nyatanya, memang inovasi teknologi memberikan kemudahan yang sangat membantu manusia dalam menjalankan aktivitas.

Berbicara mengenai pengaruh perkembangan teknologi khususnya terhadap penataan, penyimpanan maupun pengarsipan dokumen, keberadaannya memang benar-benar dirasakan.

Sejenak kita menilik proses penataan, penyimpanan dan mekanisme pencarian dokumen pada era dahulu. Semuanya membutuhkan ruang dengan kapasitas besar, pencariannya pun membutuhkan waktu yang cukup lama. Itu pun tidak bisa dipastikan berapa lama dokumen yang dicari tersebut dapat ditemukan.

Bahkan bisa-bisa dokumen yang dicari tersebut tidak dapat ditemukan. Belum lagi adanya gangguan lain seperti jamur, serangga, bahkan bencana/musibah yang sangat berkemungkinan merusak atau menghilangkan dokumen.

Kondisi tersebut sekarang sudah sangat berbeda. Perkembangan teknologi dengan berbagai inovasi, mampu menjadi alternatif lain dalam pengelolaan dokumen. Ruang memang masih dibutuhkan untuk penataan serta penyimpanan dokumen yang berupa hard.

Namun kekhawatiran dokumen hilang, rusak, atau terbakar sudah dapat diatasi dengan adanya teknologi yang berkembang saat ini. Begitu pula dalam pencarian dokumen, tinggal klik saja dokumen yang dicari langsung bisa ditemukan.

Perkembangan teknologi informasi direspon baik oleh berbagai pihak, termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dalam menata dokumen hukum, KPU membentuk dan mengembangkan sistem informasi Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH).

Pada dasarnya, pengelolaan dokumen hukum dengan pembentukan JDIH di Lingkungan KPU, merupakan tindaklanjut dari amanat Pasal 86 ayat 3 huruf b Undang-Undang 7 Tahun 2017, tentang Pemilihan Umum. Di pasal tersebut disebutkan, Sekretariat Jenderal KPU wajib mengelola arsip dan dokumen pemilu termasuk dokumen hukum.

Tak hanya itu, pembentukan JDIH di lingkungan KPU juga merupakan wujud pelaksanaan Pasal 5 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012, tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional.

Di pasal tersebut ditegaskan, pimpinan instansi wajib membentuk organisasi JDIH di lingkungannya. Anggota JDIH wajib melakukan pengelolaan dokumentasi dan informasi hukum dengan menyediakan sarana prasarana, serta SDM dan anggaran.

Sementara yang dimaksud JDIH di Peraturan Presiden tersebut adalah, wadah pendayagunaan bersama atas peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum lainnya secara tertib, terpadu dan berkesinambungan. Serta merupakan sarana pemberian pelayanan informasi hukum secara mudah, cepat, dan akurat.

Sejarah
Menurut sejarah, gagasan tentang pentingnya pembentukan JDIH sebenarnya telah dikemukakan lama, yaitu pada Seminar Hukum Nasional III tahun 1974 di Surabaya. Mengingat pentingnya keberadaan dokumen dan perpustakaan hukum adalah hal yang mutlak untuk pembinaan hukum di Indonesia, gagasan tersebut kemudian direspon positif oleh Badan Pembina Hukum Nasional.

Menindaklanjati gagasan tersebut, kemudian dilaksanakan lokakarya-lokakarya di beberapa daerah. Selang tiga tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1978, dalam sebuah lokakarya yang diselenggarakan di Jakarta, telah menghasilkan suatu kesepakatan, bahwa Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) sebagai Pusat JDIH berskala Nasional.

Sedangkan yang menjadi anggota JDIH adalah Biro-biro hukum Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara. Setelah kegiatan jaringan dokumentasi dan informasi hukum berjalan lebih dari 20 tahun, pada 1999 Pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 91 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 135), tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional.

Keputusan Presiden inilah yang kemudian dijadikan sebagai dasar hukum untuk lebih meningkatkan dan mengembangkan JDIH ke arah yang lebih baik, lebih maju untuk kepentingan bangsa dan negara.

Program pengembangan sistem JDIH terus berkembang, maka pada 2012 Presiden telah menetapkan kembali tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional melalui Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012. (jdih.lipi.go.id)

Di Lingkungan KPU, JDIH mulai dibentuk pada tahun 2013, atau selang satu tahun usai JDIH ditetapkan Presiden melalui Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012. Di tahun tersebut, pengembangan JDIH yang dilakukan berupa mackup dan dummy website.

Kemudian pengembangan terus diupayakan, dan tahun 2014 dilakukan dengan trial hosting, dimana JDIH terhubung dengan website utama KPU, sebagai link pencarian produk hukum.

Tahun 2016 KPU meresmikan JDIH KPU melalui Keputusan KPU Nomor 134/Kpts/KPU/Tahun 2016, tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum. Di tahun 2019, KPU mulai melakukan pembentukan JDIH pada 34 satuan kerja KPU Provinsi di Indonesia.

Untuk pengembangan JDIH di lingkungan KPU kabupaten/kota dilakukan secara bertahap. Pada tahun 2020, pengembangan dilakukan di 370 kabupaten/kota, sedangkan tahun 2021 dilakukan di 144 KPU kabupaten/kota yang tersisa.

Perhatikan Komponen
Dalam membangun sistem informasi perundang-undangan (JDIH), ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan. Yaitu hardware, software, brainware dan content. Sistem informasi membutuhkan perangkat (hardware) yang mumpuni, antara lain computer server, jaringan internet, dan storage (ruang penyimpanan). Aplikasi antar muka (software yang digunakan untuk mengoperasikan sistem informasi, juga harus friendly.

Sumberdaya pengelola JDIH juga harus memiliki keahlian dalam mengoperasikan aplikasi dan memahami perundang-undangan. Selain itu, data dan informasi yang disajikan dalam JDIH merupakan dokumen perundang-undangan dan informasi produk hukum.

Untuk informasi hukum yang disajikan pada JDIH, juga harus memenuhi beberapa kriteria. Di antaranya adalah, mudah diakses oleh siapa pun, kapan pun dan dimana pun, memenuhi konsep dasar informasi yaitu valid, relevan, akurat, mutakhir dan tepat waktu, serta mudah dipahami oleh pembaca, dan tidak membuat pembaca kesulitan.

Perlu Ruang JDIH
Dalam pengelolaan dokumen hukum, tentu saja tidak hanya fokus pada pegembangan sistem informasi saja. Penyediaan ruang yang representatif juga sangat dibutuhkan untuk menunjang pengelolaan JDIH.

Karena hard dokumen juga harus diarsipkan dengan baik. Ruang JDIH tersebut selain sebagai tempat penyimpanan dokumen, juga dapat menjadi ruang baca, ruang diskusi, serta perpustakaan dokumen hukum.

Penataan dokumen hukum (hard), dapat dilakukan dengan cara menata dokumen yang sudah tersusun, kemudian disimpan pada rak arsip dengan penataan yang sistematis dan tidak memakan tempat. Klasifikasi dokumen serta penyediaan daftar dokumen, juga perlu dilakukan untuk memudahkan dalam pencarian dokumen.

Terkait pembentukan ruang JDIH, pengelola perlu memperhatikan luasan ruangan, sarana prasarana serta sistem penataannya. Ruangan sebaiknya dilengkapi sarana prasarana yang memadai, seperti meja baca, internet, komputer dan sebagainya. Kenyamanan pengunjung pun perlu diperhatikan, agar nyaman dan betah di ruangan JDIH.

Sosialisasi dan Koordinasi
Pembangunan JDIH yang baik tentu saja sangat memberi banyak manfaat untuk lembaga maupun publik. Namun begitu, sesuatu yang baik ini akan sangat disayangkan jika keberadaannya tidak diketahui oleh publik.

Karena itu sosialisasi tentang keberadaan JDIH juga merupakan prioritas, agar masyarakat tahu dan merasakan manfaat atas keberadaan JDIH. Untuk meningkatkan aksesibilitas JDIH, dapat dilakukan dengan berbagai cara.

Di antaranya dengan memanfaatkan platform media sosial, yaitu dengan memberikan informasi kepada pembaca, mengenai telah terbitnya produk hukum, substansi penting dalam produk hukum, serta informasi hukum lainnya.

Selain itu, sosialisasi JDIH dengan metode tatap muka, memanfaatkan radio atau televisi juga penting dilakukan.

Koordinasi antar-pengelola JDIH juga perlu untuk saling menguatkan dalam pengembangan JDIH lembaga masing-masing. Koordinasi tersebut bisa memunculkan kesepakatan untuk memasukkan link JDIH lembaga lain pada website JDIH yang dikelola, dan sebaliknya.

Dengan terkelolanya JDIH secara baik, maka fungsi JDIH sebagai media penyuluhan perundang-undangan, penyediaan sarana pembangunan bidang hukum, memudahkan pencarian dokumen hukum, dan meningkatkan penyebarluasan dan pemahaman pengetahuan hukum dapat terwujud. Dengan adanya JDIH yang baik, dokumen hukum benar-benar terwadahi, dan tak ada lagi dokumen yang terserak.

— Penulis Anggota KPU Kabupaten Demak, Divisi Hukum dan Pengawasan —