blank
Kelenteng Welahan Jepara, salah satu kelenteng tertua di Indonesia. (dok. Google)

Oleh: Khanif Hidayatullah

JEPARA (SUARABARU.ID)- Klenteng Hian Thian Siang Tee atau yang dikenal dengan Klenteng Welahan Jepara menjadi fakta arkeologis sejarah interaksi budaya yang berlangsung di Nusantara. Jepara merupakan kota pelabuhan di pesisir utara Jawa yang menjadi titik simpul jalur perniagaan maritim dari Malaka dan Maluku.

blank
Khanif Hidayatullah, anggota Yayasan Pelestari Sejarah dan Budaya Jepara

Letak geografis Jepara yang strategis menjadikan Jepara menjadi pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh berbagai bangsa seperti Arab, Eropa, dan Cina. Sebagai emporium pada masa tersebut Jepara menjadi kota yang heterogen dengan dihuni oleh berbagai bangsa. Salah satu warisan kebudayaan Cina dalah Klenteng Hian Thian Siang Tee yang terletak di Welahan, Kabupaten Jepara.

Klenteng Hian Thian Siang dibangun sekitar tahun 1600 Masehi. Menurut cerita rakyat yang berkembang, berdirinya Klenteng Hian Thian Siang Tee bermula pada kisah pemuda dari dataran Cina yang hendak menyusul kakaknya yang telah lebih dahulu tinggal di Pulau Jawa. Pemuda tersbut bernama Tan Siang Boe menemui kakaknya yang bernama Tan Siang Djie. Perjalanan berlangsung melalui transportasi laut dengan menumpang pelayaran dari pesisir Cina yang akan menuju negeri selatan.

Di dalam kapal yang Tan Siang Boe tumpangi, ia bertemu dengan seorang pendeta yang ikut dalam satu pelayaran. Suatu ketika, pendeta tersebut mengalami sakit. Melihat hal itu, Tan Siang Boe menjaga dan merawat pendeta. Dengan ilmu yang Tan Siang Boe pelajari dan perbekalan obat-obat tradisional yang ia bawa, akhirnya pendeta berhasil disembuhkan. Sebagai ungkapan syukur dan terimakasih, pendeta tersebut memberikan suatu bungkusan kepada Tan Siang Boe yang telah menyembuhkanya.

Bungkusan yang diberikan oleh pendeta kepada Tan Siang Boe merupakan benda-benda pusaka. Benda pusaka tersebut terdiri dari sien tjiang kertas halus berlukiskan Paduka Hian Thian Siang Tee, Pedang Tiongkok (po-kiam), satu jilid tjioe hwat sebuah buku yang berisi ilmu pengobatan serta ramalan, dan satu hio lauw (tempat abu).

Kapal menyusuri lautan di sepanjang kota-kota pelabuhan di Indocina dan memasuki lautan di kawasan Nusantara. Tan Siang Boe membawa bungkusan dari pendeta tersebut hingga pelayaran tiba di Pulau Jawa. Pendaratan pertama Tan Siang Boe berada di kota Semarang yang pada waktu itu sudah banyak permukiman masyarakat Cina (Pecinan). Tan Siang Boe berinteraksi dengan warga Tionghoa lainnya. Dalam interaksi tersebut kemudian mendapati informasi bahwa kakaknya tinggal di Welahan Jepara.

Tan Siang Boe memutuskan untuk melanjutkan perlayaran menuju ke daerah Welahan.Setibanya di Welahan, akhirnya Tan Siang Boe bertemu kakaknya yang bernama Tan Siang Djie yang selama ini ia cari.

Setelah tinggal di Welahan, Tan Siang Boe mempunyai kegiatan yang mengharuskanya keluar kota. Benda pusaka yang ia terima dari pendeta ketika pelayaran menuju Nusantara, ia titipkan di rumah keluarga Liem Tjoe Tien. Benda pusaka tersebut disimpan di dalam loteng rumah. Dikisahkan suatu ketika pada hari tertentu benda pusaka tersebut mengeluarkan daya gaib dan fenomena magis lainnya. Hari tertentu tersebut terutama ketika bertepatan pada hari lahir Hian Thian Siang Tee. Benda pusaka inilah yang menjadi awal mula dari sejarah berdirinya Klenteng Hian Thian Siang Tee yang terletak di dekat Pasar Welahan Jepara.

Menurut beberapa kalangan, Klenteng Hian Thiang Siang Tee merupakan Klenteng tertua yang berada di Indonesia. Anggapan ini berasal dari Klenteng Welahan yang menjadi tempat penyimpan benda pusaka kuno asli Tiongkok yang dibawa oleh Tan Siang Boe ke Pulau Jawa. Klenteng ini banyak dikunjungi masyarakat dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Sepanjang sejarah, Klenteng Welahan masyur sebagai klenteng tertua dan sebagai penyimpanan keilmuan pengobatan tradisional cina dari yang lama hingga ilmu baru.

Menurut riwayat, RA Kartini puteri seorang Adipati Jepara pernah mengunjungi Klenteng Welahan untuk berobat. Pada sekitar tahun 1940-an masa pemerintahan Hindia Belanda, Regent van Jepara dan asisten Resident van Kudus dikabarkan sempat mengunjungi Klenteng Hian Thian Siang Tee Welahan.

Welahan tidak dapat dipisahkan dengan sejarah perniagaan martim di Nusantara. Secara geografis, Welahan merupakan sebuah teluk yang strategis terletak di jalur transportasi selat Muria dan berada diantara pelabuhan besar Demak-Jepara pada masa kesultanan Islam Demak Bintoro. Pun demikian,secara historis Welahan sangat memungkinkan merupakan salah satu pintu masuk utama Kesultanan Kalinyamat yang pusat keratonnya berada di Desa Kriyan dan sekitaranya yang tidak terlampau jauh dari pusat emporium Welahan. Walapun belum ada penelitian lebih lanjut mengenai hipotesa tersebut.

Welahan sebagai bandar perdagangan wilayah selatan Jepara didukung pula oleh berbagai toponimi daerah yang berkembang. Asal-usul nama Welahan berasal dari kata welah yang berarti dayung. Dayung merupakan transportasi maritim yang digunakan pada masa lampau. Di sebelah selatan Welahan terdapat dearah bernama Bandaran (Wilayah Kab. Demak). Daerah tersebut satu rumpun geografis dengan Welahan yang hanya dipisahkan oleh Sungai Serang.

Nama Bandaran tersebut mengindikasikan bahwa Welahan dan sekitarnya pada masa lampau merupakan ‘bandar’ (tempat berlabuh kapal-kapal) perdagangan yang cukup ramai. Nama daerah Mijen (Wilayah Kab. Demak) yang berada di selatan Welahan berasal dari katamiji danijen yang bermakna ‘hanya seorang’. Diksi toponimi daerah Mijen ini merujuk pada kisah masa lampau mengenai delegasi kerajaan yang bertugas menjadi pengawas (syahbandar) di salah satu pusat perdagangan di pesisir utara Jawa yang dalam hal ini, kuat dugaan berada di Bandar Welahan.

Welahan merupakan wujud keberagamaan yang berada di Indonesia. Welahan hari ini menjadi miniatur kota pusaka yang menyimpan sejarah panjang Jepara. Keberagamaan yang berada di Welahan Jepara dapat kita jumpai dengan mengelilingi peninggalan kuno yang berasal dari masa lampau. Welahan mempunyai dua klenteng yang keduanya terdapat di dekat Pasar Welahan.

Klenteng yang berada di utara merupakan Klenteng Hian Thian Siang Tee (Dewa Langit) dan Klenteng Hok Tek Bio (Dewa Bumi) yang berada di selatan. Selain itu bangunan dengan gaya arsitektur kebudayaan Cina masih banyak ditemui di sekitar Pasar Welahan, di sebelah utara seberang jalan raya terdapat bangunan yang diperkirakan peninggalan pada masa kolonial Belanda, di sekitar pusat keramaian masih terdapat wilayah Kauman yang masa lampau sebagai pemukiman warga masyarakat bangsa Arab.

Welahan merupakan daerah Jepara yang memiliki sejarah panjang. Keberagaman populasi masyarakat Welahan dan sekitarnya yang terjalin ratusan tahun yang lalu menjadikan Welahan telah terbiasa memahami perbedaan dan saling toleransi. Perbedaan bukan merupakan halangan untuk pembangunan. Masyarakat Welahan yang heterogen hidup bersandingan dengan rukun, tentram, saling membantu sama lain, dan senantiasa guyub rukun dalam membangun bangsa dan negara melalui desa.

(Khanif Hidayatullah, Pelestari Sejarah dan Budaya Jepara, tinggal di Jepara)