Pelabuhan Perikanan sendiri memiliki 4 tipe yakni Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS), Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI).

Dari data yang ada Andang memaparkan, 11 pelabuhan perikanan sudah resmi beroperasi, sedang 46 pelabuhan perikanan lainnya beroperasi tapi belum ada kejelasan status Pelabuhan Perikanannya.

Bahkan, Andang mengungkapkan, Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Tambak Lorok sudah lama tidak berfungsi, hal ini yang membuat data hasil produksi sektor kelautan dan perikanan di Jawa Tengah cenderung lebih rendah dari potensi sesungguhnya.

Menurutnya, persoalan terkait data ini sangat penting sebagai landasan kebijakan, berangkat dari hal tersebut dirinya berharap ada perhatian khusus dari pihak pemerintah melalui instansi terkait.

“Semua berawal dari data, sehingga apabila data tersebut akurat maka akan menghadirkan kebijakan yang lebih presisi. Terlebih jika ingin mengkonektivitaskan nelayan dan hasil produksinya dengan pasar, tentu perlu data yang sangat akurat sehingga program-program kebijakan akan tepat sasaran, tepat waktu dan tepat guna,” katanya.

Lebih jauh Andang menilai hadirnya pelabuhan-perlabuhan perikanan menjadikan nelayan lebih terorganisir, memudahkan pendataan Kartu Nelayan Jawa Tengah, mendekatkan pelayanan-pelayanan kenelayanan mulai dari mengakses Surat Tanda Daftar Kapal Perikanan (TDKP), rekomendasi pembelian BBM Bersubsidi, serta pas kecil dengan koordinasi bersama KSOP.

Menurutnya, pembangunan prioritas di sektor perikanan kelautan akan memberikan dampak yang signifikan terhadap penurunan angka kemiskinan di wilayah pesisir Jawa Tengah. Maka dari itu, infrastruktur pelabuhan perikanan perlu dihadirkan untuk nelayan kecil dimana di pelabuhan perikanan tersebut dilengkapi berbagai fasilitas penunjang usaha nelayan kecil.

Selain itu, pembangunan di sektor perikanan kelautan ini juga Andang harapkan sebagai upaya pencegahan menurunnya  jumlah nelayan dan angka sumber penghasilan utama penduduk desa tepi laut.

Berdasarkan data dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) jumlah nelayan mengalami penurunan, dari 3,44 juta pada 2004 menjadi hanya 1,69 juta pada 2018. Perubahan lainnya yaitu soal sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk desa tepi laut di Indonesia. Tahun 2014 penghasilan utama 90,42 persen desa tepi laut adalah subsektor pertanian termasuk perikanan, namun pada 2018 berkurang menjadi 89,38 persen.

“Penurunan angka dari data KNTI tersebut, jangan sampai terjadi ataupun mungkin sudah terjadi di Jawa Tengah. Sehingga kedepan perlu langkah kongkrit, program yang komprehensif serta ocean leadership yang mana menitikberatkan pembangunannya kepada sektor perikanan kelautan” pungkas Andang.

Hery Priyono