blank
Ahmad Saefudin, M.Pd.I saat memaparkan materi.

JEPARA(SUARABARU.ID) – Moderasi Beragama merupakan program prioritas Kementerian Agama RI  berdasarkan regulasi Peraturan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Agama Tahun 2020-2024.

Oleh karena itu, Yayasan Relasi Nusantara Satu bermitra dengan Kementerian Agama RI melanjutkan kegiatan Pelatihan Peningkatan Kapasitas Moderasi Beragama bagi Guru PAI SMA/SMK di Kabupaten Jepara yang dilaksanakan pada belum lama ini  di Aula Lantai 3 Perpustakaan Kampus UNISNU Jepara. Agenda ini diikuti oleh 40 guru PAI SMA dan SMK dari pelbagai wilayah kecamatan, yaitu Bangsri, Jepara, Kedung, Mayong, dan Nalumsari.

Teknis pelaksanaan pelatihan moderasi beragama skema in kedua ini, sebagaimana paparan Ketua Yayasan Relasi Nusantara Satu, Atho’ Nugroho, ialah laporan masing-masing peserta tentang implementasi nilai-nilai moderasi beragama di SMA dan SMK.

Hasil laporan tersebut kemudian dievaluasi agar kendala yang muncul bisa dicarikan solusi. Secara rinci, tujuan kegiatan ini yaitu : 1) Peserta melaporkan proses simulasi pembelajaran rancangan RPP PAI yang sudah terintegrasi dengan nilai-nilai moderasi beragama di sekolah, 2) Peserta mendiskusikan kendala yang dialami dalam proses simulasi pembelajaran dan berusaha menemukan solusi, dan 3) Peserta saling mengevaluasi (mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan) RPP PAI yang sudah terintegrasi dengan nilai-nilai moderasi beragama.

Ahmad Saefudin, selaku Instruktur pelatihan, membagi peserta ke dalam 3 kelompok. Masing-masing kelompok mendiskusikan kendala yang dihadapi oleh peserta ketika mengimplementasikan RPP PAI yang sudah terintegrasi dengan nilai-nilai moderasi beragama di sekolah melalui simulasi pembelajaran. Kemudian kendala-kendala tersebut dicarikan solusi. Setelah itu, peserta diminta untuk melakukan evaluasi terhadap RPP yang sudah disusun. Evaluasi ini bertujuan untuk menemukan kelamahan, kelebihan, dan tindaklanjutnya.

Sebagian besar guru PAI masih mengalami kendala dalam menyampaikan konsep moderasi beragama kepada siswa. Hal ini karena istilah moderasi beragama yang diusung oleh Kemenag RI lekat dengan bahasa asing, terutama Bahasa Arab dan Inggris.

“Supaya lebih mudah dipahami oleh siswa, guru PAI harus memilih istilah lain yang lebih sederhana, tapi memiliki substansi makna yang sama dengan konsep moderasi,” kata Imron Abidin, Guru SMAN 1 Bangsri, ketika menyampaikan hasil diskusi kelompok.

Yusuf Nur Efendi, peserta yang lain, menyampaikan bahwa budaya moderasi beragama sejatinya sudah ada sejak dulu.  Buktinya, sekolah selalu membiasakan iklim saling menghormati dan memberi kesempatan yang sama kepada penganut agama lain dalam pembelajaran.

“Tapi upaya mem-formalkan Moderasi Beragama di sekolah melalui Kementerian Agama RI ini perlu didukung. Agar siswa terhindar dari sikap fanatisme buta,” pungkasnya.

Alvaros – AS