blank
Ilustrasi kleptomania. Foto: ISt

Oleh: Rembidias Yulika Putri dan Meilan Arsanti, M.Pd.

PERMASALAHAN pencurian adalah suatu perbuatan mengambil suatu benda baik itu berwujud maupun tidak berwujud kepunyaan orang lain secara tidak sah dan melawan hukum. Pencurian adalah salah satu tindakan kriminalitas yang banyak kita dapatkan dalam masyarakat.

Pencurian sendiri tidak hanya dilakukan oleh orang yang normal jasmani dan rohaninya, tetapi ada juga tindakan pencurian yang dilakukan oleh orang yang mengidap penyakit kleptomania. Pengidap penyakit kleptomania yang mencuri tidak untuk mengambil keuntungan, namun hanya ingin memperoleh kepuasan tersendiri.

Kleptomania adalah penyakit jiwa yang penderitanya tidak dapat menahan diri untuk tidak mencuri, pengidap penyakit kleptomania merasa mendapat kepuasan tersendiri apabila keinginan telah tercapai.

Pada dasarnya benda-benda yang dicuri oleh penderita kleptomania tidak berharga, seperti mencuri sepatu bekas, kaus kaki bekas, sisir, permen dan benda-benda lainnya.Tindakan pencurian yang dilakukan oleh pengidap penyakit kleptomania itu secara sepontan atau tidak dalam perencanaan.

Pengidap penyakit kleptomania bukan karena tidak memiliki uang untuk membeli benda-benda yang dicuri, tetapi tindakan pencurian yang dilakukan atas dasar dorongan dari dalam diri.

Dalam beberapa kasus, kleptomania diderita seumur hidup, penderita juga mungkin memiliki kelainan jiwa lainnya, seperti kelainan emosi atau personalitydisorder atau disebut juga sebagai perilaku menyimpang karena memiliki kelainan pada jiwanya.

Kleptomania adalah penyakit jiwa, orang yang sakit jiwanya dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dijelaskan pada Pasal 44 ayat (1) dan (2) KUHP mengenai hal-hal yang menghapuskan.

Belum Diatur

Masalah kleptomania tersebut belum diatur secara jelas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Indonesia. Sedangkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Indonesia hanya mengatur tentang tindak pidana pencurian yang diatur dalam pasal 362 KUHP yang berbunyi:

“Barang siapa mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.

Dalam pasal ini tidak dikatakan bahwa maksud dari pencurian itu adalah untuk memperkaya diri, akan tetapi sekedar untuk memiliki barang yang bukan miliknya.

Dalam hukum di Indonesia mengenai tindak pidana pencurian sudah diatur dalam Bab XXII KUHP yaitu Pasal 362 hingga Pasal 365. Agar seseorang memiliki aspek pertanggung jawaban pidana, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:

  1. Adanya suatu yang dilakukan oleh pelaku.
  2. Adanya unsur kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan.
  3. Adanya kemampuan bertanggung jawab.
  4. Tidak ada alasan pemaaf

 

Jika melihat pada ketentuan alasan penghapus pidana apabila dikaitkan dengan tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh kleptomania maka, pelaku kleptomania ini dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi alasan pemaaf.

Dikatakan demikian sebab perilaku yang dilakukan oleh pengidap kleptomania ini kesalahannya dihapuskan sebab yang bersangkutan mengalami gangguan kejiwaan. Alasan pemaaf ini terdapat dalam Pasal 44 ayat 1 KUHP: “Tiada dapat dipidana barang siapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal”.

Dalam buku Kitab Undang Undang Hukum Pidana yang disusun oleh R. Soesilo disebutkan, “Seorang terdakwa bisa lolos dari hukuman yang disebabkan oleh perbuatan yang dibuat, karena tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum sebab akal pikiran si pelaku yang kurang sempurna, apabila dijelaskan maksudnya akal disebut adalah kekuatan pikiran, dan kecerdasan seseorang seperti idiot (merupakan contoh orang dengan akal yang kurang sempurna)”.

Hukum pidana menurut Sudarto ialah nestapa yang diberikan oleh negara kepada yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang (hukum pidana), sengaja agar diberikan sebagai nestapa.

Nestapa yang diberikan merupakan hukuman yang diberikan atas perbuatan tindak pidana yang telah ia perbuat. Di dalam hukum pidana mengartur banyak hal termasuk pencurian. Pencurian dalam hukum positif diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) pada bab XXII.

Melihat dari ketentuan pasal 362 KUHP, maka seorang kleptomania yang mengambil barang milik orang lain dapat dipidana berdasarkan pasal 362 KUHP, akan tetapi perlu diingat bahwa dalam hukum pidana ada yang disebut dengan alasan pembenar dan alasan pemaaf yaitu sebagai berikut:

  1. Alasan pembenar adalah alasan yang menghapus sifat melawan hukum suatu tindak pidana. Jadi dalam alasan pembenar dilihat dari sisi perbuatannya (objektif). Misalnya, tindakan pencabut nyawa yang dilakukan eksekutor penembak mati terhadap terpidana mati (pasal 50 KUHP).
  2. Alasan pemaaf berarti alasan yang menghapus kesalahan dari si pelaku suatu tindak pidana, sedangkan perbuatannya tetap melawan hukum. Jadi, dalam alasan pemaaf dilihat dari sisi orang atau pelakunya (subjektif).

Misalnya, lantaran pelakunya tidak waras atau gila sehingga tidak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya itu (pasal 44 KUHP)

Kleptomania lebih mengarah kepada alasan pemaaf yang berhubungan dengan si pelaku sesuai dengan bunyi pasal 44 ayat 1 KUHP: “Tiada dapat dipidana barang siapa mengerjakan sesuatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berupa akal”.

Jadi status hukum untuk kasus pengidap kleptomania dapat dimasukan ke dalam kualifikasi diatas maka, akan masuk kedalam tidak mampu bertanggung jawab untuk sebagian. Maka kasus kasus yang diperbuat oleh pelaku kleptomania ini tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum pidana. Hal ini sudah pasti, mengingat yang kita ketahui bahwa si pengidap kleptomania ini terganggu jiwanya karena kegagalan menahan rekuen impuls.

Seseorang yang mengidap penyakit kleptomania tidak dapat dipidana, bukan perbuatannya tidak masuk dalam kualifikasi tindak pidana tapi disebabkan tidak memiliki kemampuan bertanggung jawab, karena dalam pertumbuhannya jiwanya terganggu.

Pasal yang berhubungan dengan kemampuan bertanggung jawab ialah Pasal 44 KUHP.Pasal ini menerangkan orang yang cacat jiwanya tidak dapat di pidana karena alasan pemaaf, dalam hal ini termasuk orang yang mengidap penyakit kleptomania. Orang yang mengidap kleptomania dikatakan cacat jiwanya karena dalam melakukan tindak pidana pencurian tidak menyadari perbuatan yang dilakukannya.

Rembidias Yulika Putri, (Mahasiswa Ilmu Hukum, FH Universitas Islam Sultan Agung Semarang) dan Meilan Arsanti, M.Pd, Dosen FH Universitas Islam Sultan Agung Semarang