blank
Pertunjukan Tari Encik

JEPARA (SUARABARU.ID) – Menghidupkan Seni Tari Encik yang hampir punah merupakan upaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Pemerintah Kabupaten Jepara melalui pertunjukan di Hotel Julia Bandengan Jepara (13/12-2021). Amin Ayahudi, S.Pd., M.H. Sekretaris Disparbud Jepara mengungkapkan dukungan dari masyarakat Jepara sangat diperlukan untuk mewujudkan dan melestarikan Seni Tari Encik.

blank
Para seniman Tari Encik dan mahasiswa UNNES membantu proses dokumentasi.

Menurut Amin Ayahudi, Tari Encik merupakan tari tradisional yang menyertai pertunjukan Reog atau Barongan. Namun pada kenyataannya keduanya tak saling melengkapi satu sama lain.“Hanya saja tidak semua pertunjukan Reog ada Tari Encik karena penarinya sulit didapat,” ujar Amin.

Penari Encik yang dimainkan oleh laki-laki hanya tersisa 4 orang di Jepara. Menurut Amin, tidak banyak orang yang bisa. Di Jepara hanya beberapa Kecamatan yang masih menyisakan penari Encik. Sifat tradisi Tari Encik turun temurun dan saling menyempurnakan,” ungkapnya.

Amin mengungkapkan, secara filosofi dan makna sebenarnya belum ditemukan. “Hanya saja gambaran isi Tari Encik adalah tari keprajuritan dengan adegan berhadapan membawa pedang dan melakukan adegan pencak silat,” jelasnya.

Konon masyarakat zaman dahulu menganggap kemampuan bela diri memberikan rasa aman. Selain itu, Kerajaan merasa diuntungkan karena bagi siapapun yang memiliki fisik bagus akan dijadikan prajurit Keraton.  “Tari Encik diduga ada saat zaman kerajaan Ratu Kalinyamat,” ujar Amin.

blank
Para seniman Tari Encik yang tidak lagi muda

Dispartabud memiliki tanggung jawab untuk menggali potensi budaya muatan lokal. Amin menyatakan, upaya revitalisasi dilakukan dengan cara mendesain menggali potensi, mempelajari, didiskusikan dan didesain ulang. “Durasi yang lama tradisi ini baru menguak di permukaan akan didesain ulang sesuai dengan waktu saat ini. Termasuk tata rias dan penampilan tanpa mengubah keorisinilan budaya Tari Encik. Sehingga Tari Encik ini akan mampu bersaing di kancah nasional maupun internasional,” jelasnya.

Ketercapaian menghidupkan kembali Tari Encik, harapan Amin, akan terwujud setelah dilakukan revitalisasi menjadi pelajaran kesenian bagi siswa berupa pelatihan dan untuk dilombakan.

Namun, mengingat hanya empat orang Encik yang tersisa, Muhari dari desa Ngeling kecamatan Kedung, Darsono dari desa Tanjung kecamatan Pakis Aji, Sarno dari desa Sukosono kecamatan Kedung, Sutawar dari desa Troso kecamatan Pecangaan, dan Salam dari desa Troso. Setelah vakum lima tahun, Salam menuturkan, Tari Encik akhirnya muncul di permukaan.

Bagi Disparbud Jepara, ini sebuah pengetahuan baru sebagai upaya menghindari kepunahan. Hal ini disampaikan Lia Supardianik Staf Dispartabud Pelestari Sejarah dan Budaya Jepara. “Sebuah tantangan bagi Disparbud untuk menggali budaya Tari Encik Jepara agar tidak punah. Melalui penampilan Tari Encik di Hotel Julia ini merupakan upaya mensosialisasikan kebudayaan Jepara. Kerja sama banyak pihak sangat dibutuhkan. Salah satunya yaitu kehadiran Indah Ita dari prodi Seni Tari UNNES membantu dalam hal koreografi dan dokumentasi,” ujarnya.

Muhari Penari Encik mengaku mengenal Tari Encik pada tahun 1965 diajarkan oleh almarhum mertua Sarbawi. “Sejak saat itu tidak pernah disampaikan asal usul Tari Encik. Saat itu saya dan rekan penari lain berlatih saat mau pentas saja,” kenangnya.

Properti utama tari yang digunakan adalah pedang menyerupai Samurai dan dilengkapi dengan pakaian lengan panjang tiga perempat, sarung motif kotak, dan celana. Kemudian diiringi dua kendang dengan karakter lanangan (berperan sebagai laki-laki) dan wedokan (berperan sebagai perempuan). Seperti halnya dua Penarik Encik berperan sebagai lanang (laki-laki) dan wedok (perempuan). Namun keduanya dimainkan oleh penari laki-laki. “Tujuannya untuk menghibur dan membuat penonton tertawa. Ada sisi humor dalam tarian ini,” ujar Salam Penari Encik. Tujuh langkah kaki sesuai dengan ketukan kendang wedok, lalu kendang lanang mengikuti, imbuhnya.

Urutan iringan musik Tari Encik diawali dengan instrument sompret, lalu kendang, dan dencong bersamaan dengan kenong. “Iringan musik pembuka Tari Encik ini menyusul ayunan langkah kaki para penari Encik ke tengah arena pentas,” tutur Salam.

Hampir punahnya tarian Encik ini meresahkan Dispartabud Jepara. Lia Supardianik mengupayakan lestarinya Tari Encik ini dengan mengusulkan para seniman tari Encik untuk membentuk paguyuban untuk memudahkan para seniman melakukan kolaborasi karya. “Selain itu, pembentukan paguyuban ini diharapkan menjadi fasilitator dan mediator kajian pengembangan seni tari Jepara,” ujarnya Lia Supardianik.

Alvaros