blank
Tersangka pinjol ilegal saat dihadirkan dalam konferensi pers di Mapolda Jateng. Foto: Dok/ist

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Jajaran Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng menggerebek kantor penagihan pinjaman online (Pinjol) PT. AKS yang beralamat di Jalan Kyai Mojo Tegalrejo Yogyakarta.

Ada ratusan komputer dan ponsel digunakan untuk menagih debiturnya yang telat membayar angsuran. Pelaku menagih korbannya dengan cara meneror dan menyebarkan konten porno melalui media sosial.

Kapolda Jateng, Irjen Pol Ahmad Luthfi mengatakan, pinjol ilegal tersebut menggunakan jasa debt collector untuk melakukan penagihan dengan cara ancaman dan menyebarkan konten pornografi.

“Hal ini meresahkan korban hingga akhirnya korban melapor ke Ditreskrimsus Polda Jateng. Setelah melakukan penyelidikan, tersangka kami tangkap di Jogja bersama perangkat komputernya,” ungkap Luthfi saat Konferensi Pers di Mapolda Jateng, Selasa (19/10/2021).

Luthfi menegaskan, pihaknya akan mengembangkan kasus tersebut karena sangat meresahkan masyarakat. Luthfi juga mengimbau kepada masyarakat agar melakukan kroscek jika akan melakukan transaksi pinjaman.

“Masyarakat silahkan kroscek ke Ditreskrimsus Polda Jateng agar tidak terjadi kasus serupa,” tuturnya.

Sementara Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Jateng, Kombes Pol Johanson Ronald Simamora mengatakan, pengungkapan korban mulanya mendapat sms berisi link aplikasi pinjol simple loan pada 4 Mei 2021. Korban ditawari pinjaman dengan bunga rendah.

“Korban mengisi aplikasi dan memberikan persetujuan mengaktifkan mikrofon, serta mengizinkan menyerahkan data kontak, maupun galeri di handphone korban,” jelasnya.

Kemudian pada bulan September 2021, perusahaan pinjol menghubungi korban melalui telepon maupun SMS memberitahukan bahwa telah mengirim uang Rp 1,3 juta dan Rp 2,2 juta. Namun saat di cek di rekening korban uang tersebut tidak ada.

“Tiga hari kemudian debt collector dari perusahaan pinjol tersebut menelpon korban bahwa pinjaman tersebut telah jatuh tempo. Korban diteror jika tidak membayar maka akan disebarkan ke kontak What’s app sebagai penipu,” terangnya.

Tidak hanya itu, korban juga diteror oleh debt collector menyebarkan gambar porno yang berwajah korban. Hal ini menyebabkan korban merasa malu.

“Korban melaporkan kejadian tersebut ke Ditreskrimsus Polda Jateng. Kami lakukan tindak profiling, dan ternyata perusahaan itu berada di Jogja,” ujarnya.

Johanson mengatakan ada tiga orang yang diamankan yakni debt collector, HRD, direktur perusahaan penagihan tersebut. Dari ketiga orang tersebut baru satu yang ditetapkan tersangka selaku debt collector berinisial A berjenis kelamin perempuan.

“Debt collector itu melakukan pemerasan, dan pengancaman. Setiap debt collector terdapat target setiap penagihan. Jika berhasil dia akan mendapatkan komisi berdasarkan prosentase dari total yang ditagih,” ujar dia.

Total keseluruhan karyawan ada 200 orang. Namun karena pandemi, karyawan tersebut dirumahkan. “Kami hanya menemukan tiga orang diantaranya adalah debt collector, HRD dan direktur sedang kami lakukan pemeriksaan. Jika memenuhi unsur akan ditetapkan tersangka. Kami juga akan memeriksa karyawan lainnya,” imbuh dia.

Menurutnya, ruko yang digerebek merupakan kantor penagihan. Kantor tersebut baru beroperasi selama enam bulan di masa pandemi corona.

“Kantor ini merupakan kantor penagihan yang terkait dengan aplikasi pinjol. Aplikasi ini dibuat kemudian ada kantor untuk penagihan. Satu kantor membawahi banyak aplikasi pinjol,” jelasnya.

Johanson menjelaskan, dalam penggerebekan tersebut polisi mendapati 300 unit komputer. Namun polisi mendapati yang masih aktif sebanyak 150 unit komputer. “Yang disita untuk dijadikan barang bukti sebanyak 10 unit komputer,” tuturnya.

Ia mengatakan, ada 34 pinjol ilegal yang dilaporkan ke Ditreskrimsus Polda Jateng. Pihaknya akan berkoodinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya, dan Bareskrim jika kasus tersebut berkaitan di wilayah lain.

“Tersangka dijerat Pasal 45 ayat 1 Jo pasal 27 ayat 1 UU Nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik dengan ancaman hukuman 6 tahun, dan denda Rp 1 miliar. Kemudian Pasal 45 ayat 4 jo pasal 24 ayat 4 UU Nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik dengan ancaman hukuman 6 tahun dan denda Rp 1 miliar. Selanjutnya Pasal 45 ayat 3 Jo Pasal 27 ayat 3 UU Nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik dengan ancaman hukuman 4 tahun dan denda Rp 750 juta,” bebernya.

Ning