blank

Jaminan Kesehatan dan Keselamatan

Bagi Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi 

Oleh: Ira Alia Maerani & Mohammad Aenul Yaqin

 

PANDEMI Covid-19 belum berakhir di negeri kita tercinta, Indonesia. Pemerintah telah melakukan segala cara, untuk menekan penyebaran virus yang berbahaya dan menyebar sangat cepat ini.

Mulai melakukan lockdown di berbagai kota, membatasi aktifitas masyarakat demi menekan penyebaran virus covid 19. Selama satu tahun sepuluh bulan lamanya kita hidup dengan segala pembatasan serta penuh kehati-hatian. Upaya pemerintah di dalam menekan penyebaran virus yang berbahaya ini terus dilakukan. Berbagai seruan dan himbauan untuk selalu menerapkan protokol kesehatan, seperti menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga etika batuk dan bersin terus ditekankan kepada masyarakat.

Jika semula merasa “terpaksa” dan “terlupa” memakai masker, hingga kini menjadi kebiasaan memakai masker setiap hendak bepergian.

Begitupun dengan menjaga jarak, meskipun sering terabaikan, akan tetapi kini telah banyak masyarakat yang saling mengingatkan. Akan tetapi tentunya kita juga harus memperhatikan di tengah-tengah masyarakat kita juga ada masyarakat yang berkebutuhan khusus, yaitu penyandang disabilitas yang karena kondisi keterbatasan yang dimiliki memaksa mereka untuk tidak mampu menjaga jarak seperti yang saat ini didengungkan yakni antara 1 hingga 2 meter. Mengingat keterbatasan yang mereka miliki, mereka membutuhkan bantuan dan sentuhan orang lain di sekitarnya.

Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menyebutkan bahwa Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

Sebagai orang yang memiliki keterbatasan, tentunya tidak jarang penyandang disabilitas membutuhkan bantuan orang lain yang berada di sekelilingnya. Penyandang Tunanetra misalnya. Tak jarang mereka membutuhkan bantuan orang lain saat hendak menyebrangi jalan raya, sebagai masyarakat yang berjiwa sosial, tentunya orang-orang di sekelilingnya membantu Tunanetra yang kesulitan menyebrangi jalan raya.

Proses menolong dan ditolong itu, tentunya kedua belah pihak saling berinteraksi, bahkan bersentuhan fisik. Misalnya bersentuhan tangan, atau Si Penolong memegang tongkat Tunanetra saat menyebrangi jalan raya.

Proses itu juga tentunya Si Penolong dengan yang Ditolong berjarak sangat dekat, dalam keadaan darurat seperti itu protokol kesehatan serrringkali tak lagi diperhatikan. Padahal kita tak tahu apakah orang yang menolong maupun yang ditolong telah terjamin bebas dari virus? Hal ini menjadi dilema, bagi sebagian masyarakat penyandang disabilitas, maupun masyarakat yang berada di lingkungan yang setiap harinya banyak dijumpai penyandang disabilitas. Lingkungan sekolah luar biasa, lingkungan universitas yang terdapat mahasiswa disabilitas, maupun lingkungan instansi pekerjaan yang mempekerjakan disabilitas.

Sebagai warga negara yang baik, tentunya tak mungkin apabila ada orang yang kesulitan kita hanya sekedar mendiamkan, tanpa berbuat apapun. sebagaimana bunyi sila kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini dapat diwujudkan dengan menolong sesama, membantu saudara kita yang kesulitan. Haruskah kita menjadi orang yang tak perduli sesama karena adanya pandemi ini? Tentunya tidak.

Sebagaimana  ALLOH SWT berfirman dalam surat Al-Maidah Ayat (2), yang artinya: “Tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa, dan janganlah kalian tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan.”

Melihat sila kelima di dalam ideologi negara kita Pancasila, serta melihat kutipan Al Qur’an surat Al-Maidah Ayat (2), maka hendaknya kita selalu perduli sesama, menolong saudara kita yang lagi berada didalam kesulitan. Terlebih menolong penyandang disabilitas yang hendak pergi ke tempat belajar, saat mulai pembelajaran tatap muka nanti. Menolong penyandang disabilitas yang hendak ke tempatnya bekerja, untuk mencari nafkah. Namun, selagi virus ini masih ada, amankah kita untuk saling tolong menolong?

Hal ini perlu juga mendapat perhatian pemerintah karena bagaimanapun juga keselamatan dan kesehatan penyandang disabilitas dan orang-orang disekelilingnya menjadi hal yang harus diperhatikan. Mengingat data  Badan Pusat Statistik 2020, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 22,5 juta atau sekitar 5 persen (Kemensos.go.id)

Jika dikaitkan dengan sila kedua pada ideologi negara kita Pancasila, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, maka hal ini berlaku bagi siapapun termasuk bagi penyandang disabilitas. Guna menjadikan manusia yang beradab, penyandang disabilitas juga berhak mendapatkan pendidikan yang layak, berhak bersosial, berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dan kesehatan saat menjalani aktifitas di masa pandemi.

Untuk itu, peranan pemerintah sangat penting di dalam mengedukasi masyarakat disabilitas, dan masyarakat yang kesehariannya sering mmenjumpai penyandang disabilitas. Bagaimana agar supaya penyandang disabilitas merasa aman ketika menjalani aktifitasnya saat segalanya kembali dimulai secara luring (luar jaringan/tatap muka/offline), termasuk dalam proses pembelajaran  dan dalam melakukan pekerjaan (bekerja).

Mengingat bahwa virus ini masih ada, penyandang disabilitas dan orang-orang di sekelilingnya yang banyak menjumpai penyandang disabilitas setiap harinya, bisa menjadi kalangan masyarakat yang lebih rentan terpapar virus. Baik penyandang disabilitas yang membutuhkan pertolongan saat menjalani aktifitas, maupun orang yang menolongnya.

Oleh karena itu, peranan pemerintah pusat maupun daerah di dalam menangani masalah ini sangat penting. Sarana umum yang ramah disabilitas sebaiknya lebih ditingkatkan, agar penyandang disabilitas dapat menjalankan aktifitasnya lebih mudah, sehingga tak terlalu bergantung dengan orang-orang di sekitarnya. Misalnya, tempat cuci tangan di tempat umum seperti sekolah, kampus dan tempat ibadah, serta kantor-kantor yang terdapat penyandang disabilitas sebaiknya berada di tempat yang mudah di akses kursi roda, dan mudah dihafal oleh penyandang Tunanetra.

Penyandang disabilitas Indonesia sangat mengharapkan solusi terbaik dari pemerintah dan kepedulian seluruh elemen bangsa, karena penyandang disabilitas juga berhak turut berpartisipasi di dalam menyongsong Indonesia emas tahun 2045.

Penulis:Dr. Ira Alia Maerani (dosen FH Universitas Islam Sultan Agung), danMohammad Aenul Yaqin (mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Islam Sultan Agung)

Suarabaru.id