blank
Anggota Komisi IV DPR RI Vita Ervina SE MBA ketika menyerahkan alat pertanian kepada Bupati Wonosobo. Foto : SB/Muharno Zarka

WONOSOBO(SUARABARU.ID)-Bupati Wonosobo Afif Nurhidayat mengatakan di era globalisasi seperti sekarang ini, untuk bisa menjadi petani handal para petani yang mau belajar. Jika hanya bertani tradisional, kesejahteraan petani tidak akan cepat meningkat.

“Wonosobo merupakan daerah agraris. Sektor pertanian menjadi tumpuan pemerintah dan masyarakat. Karena itu, petani harus bisa mengoptimalkan potensi pertanian yang ada. Lahan pertanian perlu dikelola dengan tehnologi modern,” katanya.

Afif Nurhidayat mengatakan hal itu, ketika membuka Bimbingan Tehnis “Pemupukan Berimbang untuk Menuju Pertanian Sehat dan Berkelanjutan” di Ball Room Hotel Kresna Wonosobo Jawa Tengah, Rabu (22/9).

Dalam acara yang digelar Balai Penelitian Tanah Balitbangtan Kementerian Pertanian RI dengan Anggota Komisi IV DPR RI Vita Ervina SE MBA itu, hadir Kepala Balai Penelitian Tanah Balitbangtan Kementan RI Lidiyani Retno Widowati

Menurut Afif, di era kondisi alam yang telah berubah, petani juga dituntut harus terus belajar bagaimana bertani yang baik dan benar. Sehingga akan menghasilkan produk produk pertanian yang baik dan berkualitas.

Guna peningkatan hasil pertanian yang baik, pemerintah mendorong Dispaperkan untuk melakukan telaah dan penelitian berkaitan dengan kondisi struktur tanah di Wonosobo yang digunakan untuk areal pertanian.

“Saya ingin ke depan warga punya produk unggulan di masing masing desa. One village one produk. Kalau itu tidak memungkinkan ya satu wilayah satu produk. Ini tentunya tidak bisa hanya melihat pola pertanian yang tradisional,” tegasnya.

Pemkab Wonosobo melalui Dispaperkan harus terus melakukan penelitian tentang pertanian dan struktur tanah yang ada di masing wilayah di Wonosobo. Sehingga akan diketahui jenis tanah yang ada dan tanaman yang paling cocok dibudidayakan di daerah tersebut.

“Setelah dilakukan penelitian bagaimana kondisi tanah tiap wilayah maka bisa menentukan tanaman apa yang akan ditanam dan cocok di wilayah tersebut. Karena tiap wilayah mempunyai kondisi tanah yang berbeda beda,” jelasnya.

Pupuk Bersubsidi

blank
Bimtek pemupukan pertanian diikuti penyuluh pertanian dan kelompok tani yang ada di Wonosobo. Foto : SB/Muharno Zarka

Dikatakan Bupati, dalam pertanian setiap wilayah mempunyai tradisi yang berbeda beda dan tingkat kesulitan yang berbeda beda pula. Pola pertanian di daerah Leksono akan berbeda dengan daerah Kejajar dan sebaliknya.

“Menanam itu hal yang mudah, tetapi merawat tanaman itu yang susah. Seperti yang disampaikan Balitbangtan Kementan RI bahwa pola pemupukan teratur dan berimbang ini yang agak susah. Jadi kalau menanam pohon apapun ya harus dirawat, ya harus dipupuk dan dialiri air,” tegasnya.

Sementara itu, anggota Komisi IV DPR RI, Vita Ervina menyampaikan bimbingan tehnis terkait pemupukan merupakan dukungan pemerintah pusat bersama Komisi IV DPR RI pada masyarakat di sektor pertanian untuk membangun Indonesia tangguh melalui pembangunan pertanian.

“Pemerintah juga akan terus memberikan dukungan program bantuan yang langsung menyentuh dan berpihak kepada petani. Mulai dari sisi hulu hingga hilir dan pendampingan budidaya tanaman hingga pasca panen. Semua itu untuk mewujudkan swasembada dan ketahanan pangan,” ungkapnya.

Fokus bimtek ini, lanjutnya, adalah tentang sistem budidaya pertanian yang berkelanjutan terkait dengan teknologi pemupukan berimbang dan pembuatan pupuk organik dengan teknologi pengomposan.

“Kalau berbicara pupuk, pikiran langsung tertuju pada masalah carut marut pendistribusian pupuk bersubsidi. Masalah yang rasa-rasanya klasik tanpa solusi yang dihadapi oleh teman-teman petani,” bebernya.

Saat ini, Komisi IV DPR RI sedang bekerja berusaha mengurai dan membenahi tata kelola subsidi pupuk, dengan membentuk Panja Pupuk Bersubsidi dan kartu tani. Pemberian pupuk bersubsidi sampai saat ini masih belum menghasilkan titik temu yang mampu memenuhi kebutuhan petani dan tepat sasaran.

“Minimnya anggaran hanya mampu memenuhi 37,19 persen kebutuhan alokasi, serta disparitas harga yang sangat tinggi antara pupuk bersubsidi dan non subsidi mengakibatkan berbagai permasalahan yang terjadi,” jelas Vita

Selain itu, ada beberapa hal yang mempengaruhi t ketidakvalidtan data E-RDKK untuk pupuk bersubsidi. Tingginya dosis pemakaian pupuk urea yang dapat merusak kelestarian lahan dan lingkungan dan rumitnya penebusan pupuk bersubsidi.

Muharno Zarka