blank
Ilustrasi.

blankSEBAGAI aparat kepolisian, sahabat saya dalam sebuah pengamanan musik dang-dut, pernah menjadi sansak hidup akibat ulah penonton mabuk. Berawal ketika ada MC memukul penonton dengan botol, yang mengakibatkan penonton lain marah lalu memburunya.

MC lalu menyelamatkan diri masuk rumah yang punya hajat. Para aparat  mencegah penonton masuk rumah, tetapi penonton yang sudah kalap mengancam, jika MC tidak dibawa keluar, rumah akan dibakar.

Mempertimbangkan risiko yang lebih besar, MC dibawa bawa keluar rumah. Seperti sudah diduga, MC langsung disergap massa. Beberapa aparat melindunginya. Sebagian terluka, hingga memilih mundur.

Salah satu aparat ada yang bertahan melindungi MC sambil jongkok memeluk tubuhnya. Akibatnya, aparat itu jadi sasaran lemparan kursi, kayu, botol, sepatu, dan sebagainya. Dia selamat. Dia mengaku tidak sakit maupun terluka. Benda-benda yang mengenai tubuhnya seperti lemparan karet saja. Beliau punya “Ilmu Selamat”

Tak Harus Percaya Dulu

Pada tahun 1994 ada mahasiswa akan kuliah di Jerman. Sebelumnya  bersama kedua orang tuanya mendatangi sahabat saya Bang Beni Budaya di Bogor. Intinya, anak tersebut ingin belajar ilmu kebal untuk menjaga diri di negara orang.

Di hadapan mereka Bang Beni bercerita ilmu kebatinan dan aplikasinya. Tetapi mahasiswa itu mengatakan tidak memercayai apa yang disampaikan tuan rumah. Bang Beni menjawab tidak memerlukan dia percaya atau tidak, tapi tuan rumah akan memberikan pertunjukan yang dapat membuat tamunya percaya.

Bang Beni lalu bacakan bait kata-kata mantra dan dia bertanya apakah dia mengerti makna dari kata-kata itu? Dia pun menjawab tidak mengerti dan menganggapnya sebuah pantun berbahasa daerah saja.

Selanjutnya Bang Beni berkata, kata-kata itu bisa menimbulkan keajaiban, tetapi dia menjawab tidak mungkin, sambil tersenyum, walau Bang Beni tahu dia sudah mulai penasaran.

Selanjutnya mahasiswa itu disuruh membeli jarum jahit di toko. Setelah dia kembali dari toko dengan membawa beberapa jarum, Bang Beni  mengatakan, ketajaman jarum itu tidak mampu menembus kulitnya.

Bang Beni lalu pegang lengannya sambil membaca mantra dengan suara yang kedengaran oleh semua yang ada di ruangan itu. Setelah selesai, Bang Beni suruh dia menusukkan jarum pada lengannya, tetapi dia ragu dan takut melakukannya, tetapi Bang Beni terus memberi dorongan dan keyakinan bahwa semua akan berlangsung dengan selamat dan tidak akan terjadi apa-apa.

Awalnya dia menusuk lengannya dengan ragu, karena itu Bang Beni membantunya, bahkan dia ikut mendorong jarum itu kuat-kuat, hingga jarum tersebut bengkok.

Setelah kejadian itu, dia pun menjadi yakin. Untuk lebih memantapkan ilmunya, dia lalu disuruh  menghafalkan apa yang dianggap pantun daerah itu, dan dia yakinkan ilmu kebalnya bisa dicoba kapan saja, dengan syarat, yakin!

Ilmu Selamat Sulaiman

Selain yang dialami Pak Polisi dan Bang Beni, ada juga “keajaiban” yang dialami sahabat saya.  Saat mengalami kecelakaan lalu lintas, dia merasa terlindungi karet kenyal. Ilmu itu didapatkan dari almarhum kakek.

Beliau mengijazahkan ilmunya ketika sahabat saya itu kelas IV SD. Beliau namakan ilmu itu sebagai “llmu Selamat Kanjeng Nabi Sulaiman AS. Ketika dia latihan disebuah perguruan Pencak Silat.

Ketika itu dia masih SMA Kelas II. Dalam perjalanan hidup itu, dia  mendapatkan “ilmu hidup pasrah saking kersaning Gusti Allah”, dengan menghayati dan mengamalkan doa “hasbunallahu wa ni’mal wakil”.

Dan dia bersyukur, bukan karena sakti, melainkan karena kasih sayang Allah maka dia sampai sekarang masih hidup dan selamat walau beberapa kali mengalami kejadian yang luar biasa.

Salah satu pengalaman yang paling berkesan, ketika dia masih kuliah di Bandung. Suatu hari dia  pulang ke rumah orangtua di Sawangan, Bogor, dengan kendaraan umum Colt L300. Pada sebuah tikungan di Puncak, terjadi kecelakaan dan kendaraan terguling hingga beberapa putaran.

Saat kejadian itu, dia refleks melindungi kepala dengan kedua tangan. Tiba-tiba dia merasakan seolah tubuhnya dilindungi karet atau bola yang kenyal. Dia merasa seperti dikocok-kocok, tetapi tidak merasakan apa-apa bahkan seperti ada yang menariknya keluar lewat jendela kendaraan yang sudah tak berbentuk jendela lagi.

Saat itu dia selamat, namun hingga beberapa menit merasa linglung, hingga ada orang yang memberinya minum teh hangat. Sesudah itu, dia tidak ingat lagi. Mungkin karena dianggap tidak apa-apa, maka orang di sekitar tidak memedulikannya dan sibuk menolong korban yang lainnya.

Tidak Kebal, tetapi Selamat

Zaman muda dulu, saya punya teman yang nakal dan hobi judi. Beberapa kali digrebeg Polisi dan selalu lolos, semantara teman yang lain tertangkap. Peristiwa tragis pernah dia alami, ketika tetangga desa sedang dirazia aparat karena penjarahan kayu jati.

Dia menonton sekaligus ikut “hore-hore” memberi semangat tetangga yang mau diciduk. Walau razia dilakukan besar-besaran, warga tidak menampakkan rasa takut. Justru mereka meledek para aparat untuk menembak.

Pikir kami aparat tidak bakalan berani menembak. Namun dugaan itu meleset. Salah satu aparat ada yang marah lalu mengokang senapan panjang tua lalu terdengar suara tembakan.

Saya terkena sasaran tembak. Baju saya hancur tetapi saya selamat. Saya jadi ingat zaman muda dulu pernah diwejang “Ngelmu Selamet’ Doanya : “Assalamualaikum salam. Kudhungku Allah. Tangkis mburi Allah, Tangkis kiwaku Allah, Tangkis tengenku Allah. Rapet, rapet, rapet Saking kersane Allah”.

Selain harus puasa mutih satu minggu. Kata si mbah, jika ilmu itu sudah sudah mendarah daging, akan terjaga dari bahaya.

Masruri, konsultan dan praktisi metafisika tinggal di Sirahan, Cluwak, Pati