Kurban Hewan Terbaik di Tengah Pandemi
Prime Topic dialog parlemen Jateng mengangkat tema Jiwa Berkurban di Tengah Pandemi, Jumat (18/6/2021)

SURAKARTA (SUARABARU.ID) – Hari raya kurban yang jatuh pada 20 Juli 2021 siap dirayakan kaum muslim dengan memberikan hewan ternak untuk berkurban. Baik kambing, sapi, atau kerbau siap untuk disembelih dan dibagikan kepada warga masyarakat.

 

Dalam acara Prime Topic dialog parlemen Jateng bertema ‘Jiwa Berkurban di Tengah Pandemi’ yang diadakan di Hotel Best Western Premier, Solo, Jumat (18/6/2021), Wakil Ketua DPRD Jateng, Quatly Abdulkadir Alkatiri, berkurban merupakan kewajiban bagi yang mampu.

 

“Salah satu rukun Islam bagi muslim itu adalah naik Haji bagi yang mampu, termasuk di dalamnya untuk berkurban, karena berkurban itu hukumnya adalah sunnah muakkad untuk menyempurnakan ibadah yang wajib (Haji),” katanya.

 

Tahun lalu, Quatly menjelaskan, kegiatan kurban berjalan baik pada saat pandemi. Semua protokol kesehatan (prokes) dijalankan penerapannya dan berlangsung lancar. Mulai dari penjual hingga pemotongan berlanjut ke pembagiannya kepada masyarakat berjalan dengan aman.

 

“Tahun lalu karena pandemi, petugas yang motong memakai APD, dan setelah dipotong dibawa ke tempat lain untuk dicacah lagi. Setelah itu daging dibungkus dan diedarkan ke warga, jadi kita tidak mendatangkan orang untuk ngambil tapi mengirim ke rumah,” katanya.

 

blank
Wakil Ketua DPRD Jateng, Quatly Abdulkadir Alkatiri.

Ditahun 2021, menurut politisi dari PKS ini mengatakan, dewan mendorong adanya perbaikan kegiatan berkurban pada saat Lebaran Haji kali ini bisa lebih baik. Contohnya untuk masalah kesehatan dari asal – usul hewan ternak yang dijual pedagang.

 

Dirinya meminta Pemprov Jateng melalui Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan bisa terjun langsung ke lapangan untuk memantau peredaran hewah – hewan ternak yang nantinya akan diperjual belikan mendekati hari raya Idul Adha tersebut.

 

Faktor kesehatan hewan ternak yang dikurbankan nantinya sangat penting, karena akan dikonsumsi kepada warga penerima daging kurban. Oleh karena itu sohibul kurban (pembeli) hewan kurban harus benar – benar yakin hewan yang dibeli dari penjual memenuhi syarat.

 

“Dari dinas harusnya memberi edukasi bagaimana hewan yang sehat layak jual. Selama ini di lapangan para penjual membeli kambing dari desa lalu kemudian dijual namun tidak diikuti regulasi, penjual tidak tahu asal hewan yang dibeli, tidak ada surat keterangan sehat dari dokter hewan, tidak tahu kondisinya, asalkan poel dibeli dan dijual lagi,” katanya.

 

Quatly berharap pemerintah daerah bisa proaktif kunjungan lapangan terhadap siapa saja yang menjual, didatangi, ditanya, serta dibimbing dan dijelaskan terkait kesehatan hewan. Bahkan kalau perlu ada dokter hewan yang mendampingi dan mengecek hewan yang dijual.

 

“Tak hanya dinas yang turun mengedukasi masyarakat, dari sisi penjualpun juga jangan segan bertanya balik ke dinas. Kalau hubungan ini baik maka masyarakat tidak canggung bertanya karena penjual dan sohibul kurban (pembeli) jadi lebih baik, memang ini prosesnya panjang tapi ini untuk pelayanan ke depan yang lebih baik,” katanya.

 

Sementara itu, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnak Keswan) Jateng, Lalu Muhammad Syafriadi, dalam acara dialog tersebut mengatakan, terkait pemotongan hewan pada saat kurban sebaiknya dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH), kalaupun harus di masjid maka wajib semua petugasnya menerapkan prokes dan menggunakan APD.

 

“Tahun ini 75 RPH se-Jateng sudah siap, termasuk ketersediaan hewan yang dikurbankan jumlahnya juga mencukupi. Tahun kemarin tempat penjualan hewan kurban secara keseluruhan ada 1.511, termasuk yang jualan dipinggir jalan. Di tahun 2020 hewan kurban ada sekira 401.000 ekor dengan rincian; kambing 234.505, sapi 92.000, domba 70.000, dan kerbau 2.800,” katanya.

 

blank
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnak Keswan) Jateng, Lalu Muhammad Syafriadi.

Lalu mengimbau, kepada para penjual hewan ternak kurban untuk memiliki Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dari dokter hewan untuk semua hewan ternak yang dijual pada saat mendekati hari raya Idul Adha.

 

SKKH tersebut, Lalu menjelaskan, sangatlah penting dan wajib karena menjadi bentuk garansi bagi hewan kurban yang dijual benar – benar dalam kondisi sehat, sehingga pembeli tidak ragu membeli hewan yang akan dikurbankan.

 

“SKKH jadi garansi hewan kurban yang dijual itu sehat, sehat itu dicirikan dengan beberapa syarat, seperti matanya cerah berbinar tidak kuyu, kulit terlihat berminyak segar, tidak ditemukan penyakit, tujuh lubang kumlah tidak keluar lendir. Dan semua hewan kurban harus dilakukan pemeriksaan antemortem sebelum disembelih,” katanya

 

Selama ini, Lalu menjelaskan, Disnak Keswan Jateng bersama Perhimpunan Dokter Hewan Jateng dan juga dinas dari Karesidenan/Kota yang membidangi peternakan hewan, terus melakukan pembinaan kepada para penjual hewan, utamanya dalam hal SKKH tersebut.

 

“Kami maunya tiap tahun ada edukasi sehingga ada kesadaran permanen, kami juga sudah sosialisasi dengan dinas di Kabupaten/Kota untuk turun sekaligus membawa alat untuk pengecekan hewan di tempat, tapi juga kami minta para penjual membawa surat keterangan asal hewan, karena ini penting untuk mengetahui sejarah hewan itu dari mana,” katanya.

 

Sementara itu masih diacara dialog yang sama, narasumber lain, Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, Syamsul Hidayat, mengatakan, syarat cara berkurban secara umum dari segi binatangnya adalah harus sehat.

 

“Kan bisa dilihat, hewannya harus sehat gemuk, tidak boleh kurus kering, tidak pincang, tidak boleh buta, artinya harus benar – benar sehat sempurna. Makanya SKKH itu jadi penanda kemaslahatan yang harus dimunculkan bagi umat,” katanya.

 

blank
Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, Syamsul Hidayat.

Menurut dekan yang juga pengurus PP Muhammadiyah Pusat ini, dalam kondisi pandemi saat ini seseorang mungkin punya kemampuan untuk berkurban. Dan berkurban itu ada aspek ritualnya, selain sebagai fungsi ibadah ada juga fungsi sosialnya, yaitu solidaritas.

 

“Saat pandemi ada orang yang mampu berkurban, tapi kemudian ada tetangga sebelahnya butuh pertolongan. Maka ulama berfatwa kalau menolong orang adalah wajib, sementara berkurban adalah sunnah muakkad, tapi kalau mampu keduanya maka itu lebih bagus,” katanya. (adv)