blank
Masjid Wali Baitul Mutaqqin Desa Tengguli, Jepara.

Oleh : Hadi Priyanto

Konon diceritakan, ketika Sultan Patah bersama  para wali membahas rencana pendirian masjid Demak, Sunan Kalijaga mendapat tugas untuk mencari  satu buah soko guru atau tiang utama  penyangga masjid. Demikian juga sunan yang lain.

Sunan Kalijaga kemudian berjalan kearah utara atau tepatnya di lereng utara  Gunung Muria. Sebab dikawasan tersebut terdapat hutan jati yang sangat luas.  Sunan Kalijaga berjalan dari satu kawasan hutan ke kawasan hutan yang lain.

Ia mencari pohon jati yang dipandang cocok untuk dijadikan tiang masjid Demak. Walaupun didaerah tersebut terdapat banyak hutan jati, namun tidak mudah menemukan yang diinginkan oleh para wali, lurus dan tidak berlubang.

blank

Dalam perjalanannya ia  berhenti menemukan  mata air yang airnya sangat jernih. Pada saat itu hari sudah siang, sehingga Sunan Kalijaga memutuskan untuk mandi dimata air  tersebut. Oleh masyarakat, mata air  tersebut dinamakan sebagai Kedung Sunan.

Selesai mandi  Sunan Kalijaga berwudlu dan melaksanakan sholat Dhuhur dengan menggunakan daun pisang di pinggir sungai.  Setelah mengerjakan sholat, Sunan mendirikan rumah kecil dari batu bata yang berserakan di pinggir sungai untuk bersinggahan dan sholat selama mencari pohon jati.

Karena ia yakin tempat tersebut akan menjadi kawasan pemukiman penduduk, maka Sunan Kalijaga  dengan dibantu Mbah Kemproh dan Mbah Kutho membuat tanggul atau bendungan  di sungai tersebut.

Harapannya dapat menyediakan air wudlu bagi siapapun yang ingin sholat.  Tanggul tersebut terletak disebelah barat masjid. Konon  oleh masyarakat waktu itu tanggul tersebut dinamakan Tanggule Wali. Dari nama  inilah diyakini  asal-usul  nama desa Tengguli, Kecamatan Bangsri, Jepara bermula.

Karena pada waktu itu hari sudah petang, maka Sunan juga melaksanakan sholat Maghrib dan sholat Isyak ditempat tersebut. Ia kemudian tidur ditempat tersebut dan keesokan harinya  kembali  mencari pohon jati lagi yang diinginkan.

Namun sehari penuh ia mencari,  belum juga ditemukan pohon jati yang memenuhi syarat. Bahkan ada keanehan,  sepanjang perjalanan, semua pohon jati yang ditemukan oleh Sunan berlubang.  Sunan pun kesal, sehingga beliau bersabda “dari sekarang sampai kapan pun pohon jati disini akan berlubang semua”. Sabda itu dipercayai masyarakat sampai sekarang.

Kemudian sunan melanjutkan perjalanan ke arah selatan. Di sana ada pendukuhan yang bernama Dukuh Pundung yang didiami oleh Ki Pundung dan anak cucu Ki Pundung. Lalu Ki Pundung menemani sunan untuk mencari kayu jati yang akan digunakan sebagai tiang masjid Demak.

Setelah malakukan pencarian beberapa hari, tiba-tiba di belakang rumah Ki Pundung sudah ada pohon jati yang besar dan tinggi. Akhirnya pohon jati itu ditebang.  Untuk membawa pohon jati tersebut,. pohon jati itu dihanyutkan ke sungai. untuk dibawa menuju Demak. Ia  dibantu oleh Ki Pundung dan masyarakat yang tinggal di daerah tersebut.

Sementara itu pembangunan masjid yang sudah dirintis oleh Sunan Kalijaga, konon dilanjutkan  oleh  Jumadil Kubro, seorang pengelana  yang melakukan syiar Islam di tempat tersebut. Lelaki yang tidak diketahui asalnya itu menetap hanya sebentar di desa itu.

Ia tinggal sementara karena di desa itu belum ada tempat ibadah. Ia ingin membuat tempat shalat bagi warga yang telah menerima ajaran Islam. Karena itu dengan ketekunan Jumadil Kubro  mulai membuat batu bata. Setelah dirasa cukup ia mulai membangun tempat shalat.

Setelah selesai, ia  berdiam di desa itu beberapa waktu dan kemudian lelaki itu kembali berkelana lagi. Sementara masjid yang dimulai dibangun oleh Sunan Kalijaga dan Jumadil Kubro kini dikenal sebagai masjid Wali Baitul Mutaqqin  Desa Tengguli, Kec.Bangsri Jepara. 

Penulis adalah Ketua Forum Pelestari Sejarah Jepara dan Wartawan SUARABARU.ID