blank
ilustrasi. Foto: Ist

blank

KETIKA rumah tangganya sedang diuji, agar segera turun pertolongan Allah, seorang pebisnis berwasilah seperti yang diajarkan para sesepuh  dengan cara ekstrem, yaitu : “Tebuslah keberuntunganmu, dengan benda yang sedang melekat di hatimu.”

Menurutnya, sedekah itu selain nilai ibadahnya, juga bisa  dijadikan wasilah dalam doa, bahkan ada cara “ekstrem” yang diajarkan para ahli hikmah yaitu, “Tebuslah keberuntunganmu, dengan benda yang (saat itu) sedang melekat dihatimu.”

Target yang diberi sedekah adalah mereka yang sangat membutuhkan. Setelah itu yakini bahwa harta itu tidak akan berkurang, bahkan akan mengajak “teman-teman”-nya untuk berdatangan kepadamu.

Alkisah, 15 tahun lalu ada hamba Allah yang rumah tangganya sedang diuji. Dia bertengkar dengan suami justru disaat bisnisnya sedang berkembang, bahkan mereka sering pameran ke berbagai negara.

Namun pada saat bersamaan, suaminya ada hati dengan wanita yang lebih muda, cantik dan kaya. Karena sedih, galau, kegiatan bisnisnya ditinggalkan. Dia  pergi dari rumah menjelang bulan puasa tanpa membawa apa-apa, selain pakaian, dompet, kartu ATM dengan isi (saldo) sekedar cukup untuk belanja.

Dia menenangkan hati dengan cara i’tikaf atau berdiam diri untuk bermuhasabah dari satu masjid ke masjid yang lain. Jika bajunya sudah kotor, dia membeli di pasar dan yang kotor dibuang.

Dalam kondisi seperti itu, tiba-tiba dia kepikiran datang ke rumah temannya, pasangan suami istri yang harmonis, namun diuji soal ekonomi. Rumah yang ditempati masih kontrak, berukuran kecil, utang di warung belum terbayar, dan SPP anak-anaknya nunggak lebih lima bulan. Tentu, kondisi yang mereka alami ini berbeda dengan yang dialaminya.

Walau secara materi ibu itu lebih baik, namun kedamaian hatinya belum terpenuhi. Dia berpikir, Tuhan membimbingnya untuk datang ke rumah itu agar dia dapat belajar dari apa yang dilihat. Maka tanpa pikir panjang,  semua perhiasannya dijual untuk membayar utang temannya,  termasuk melunasi uang sekolah anak-anaknya.

Saat itu bersamaan puasa hari pertama. Setelah kembali ke masjid dia  berzikir. Ketika sudah mulai tenang, tiba-tiba hatinya tergerak ingin pulang, padahal semula dia tidak ingin kembali ke rumah, namun malam itu terlintas wajah anak-anak yang masih kecil, hingga dia memutuskan pulang untuk menata keluarga yang lebih baik.

Setelah kejadian itu, suaminya meminta maaf, dan dia pun memaafkannya. Apalagi tradisi memaafkan itu termasuk yang diajarkan para leluhurnya, selain ajaran untuk melepaskan benda yang hati berat  untuk melepaskannya.

Menurutnya cara seperti itu adalah kunci mengundang keajaiban yang secara logika sulit dilakukan, dan polanya seperti itu. Maka yang secara logika tidak mungkin terjadi, namun bisa mudah karena uluran tangan-Nya. Kuncinya, rayulah Allah dengan tindakan dan keyakinan, maka dunia pun akan mengejar.