blank
Kepala Dinas Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Tengah, Dra. Retno Sudewi Apt, M.Si, MM bersama Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen saat zoom meeting FGD 'Jo Kawin Bocah'. Foto: Ning

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Focus Grup Discussion (FGD) Peningkatan Peran Serta Lembaga Masyarakat dalam Membangun Ketahanan Keluarga melalui Gerakkan ‘Jo Kawin Bocah’ berlangsung melalui zoom meeting, Rabu (28/4/2021).

Kegiatan yang dibuka Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen dengan Narasumber Kepala Dinas PPPA Kabupaten Cilacap, Murniyah, dan Kepala Sub Bagian Rancangan Perda
Biro Hukum Setda Provinsi Jawa Tengah, Agus Nugroho Adi Prasetyo, SH, MH.

Kepala Dinas Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Tengah, Dra. Retno Sudewi Apt, M.Si, MM menyampaikan, melalui gerakkan ‘Jo Kawin Bocah’ ini merupakan implementasi dari Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga.

“Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada April tahun lalu sudah memperingatkan bahaya pandemi yang menyebabkan peningkatan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap perempuan dan anak,” kata Retno.

Retno menjelaskan, perilakunya tidak terbatas kekerasan secara fisik, seksual atau psikologis, tapi bisa termasuk pemaksaan pernikahan anak. Puluhan ribu anak perempuan di seluruh Asia dipaksa menikah oleh keluarganya yang putus asa setelah jatuh miskin di tengah pandemi.

Hal ini menjadi sebuah musuh baru bagi para pegiat yang masih berjuang untuk mengatasi praktik pernikahan anak.

“Di Jawa Tengah, berdasarkan data Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Tengah, bahwa dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, angka perkawinan usia anak pada tahun 2020 meningkat sangat tajam, yaitu 1.671 anak laki-laki dan 11.301 anak perempuan, sehingga total 12.972 anak, sedangkan data tertinggi ada di Kabupaten Cilacap dengan 1.019 kasus perkawinan usia anak,” jelasnya.

Selama 4 tahun terakhir, dispensasi kawin di Jawa Tengah selalu meningkat, yakni pada 2017 ada 2.703 dispensasi, 2018 ada 2776 dispensasi, 2019 terdapat 5007 dispensasi, dan 2020 meningkat menjadi 13.398 dispensasi kawin yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Agama.

Selain pandemi, kenaikan ini juga dikarenakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan mulai berlaku pada 15 Oktober 2019, dimana batas usia perkawinan laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun.

Terlebih lagi adanya ajakan nikah muda dari influencer atau selebgram, yang mengkampanyekan indahnya nikah muda atau istilah kerennya ‘uwu’.

“Pernikahan usia anak memiliki banyak akibat negatif, seperti kematian ibu, kematian bayi, kurang gizi pada anak, juga berdampak untuk ekonomi. Anak yang menikah di bawah 18 tahun karena kondisi tertentu memiliki kerentanan lebih besar dalam mengakses pendidikan, kesehatan, sehingga berpotensi melanggengkan kemiskinan antar generasi, serta memiliki potensi besar mengalami kekerasan,” sebutnya.

Dinas Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Tengah telah menginisiasi gerakan bersama yang masif untuk pencegahan perkawinan usia anak yang diberi nama ‘Jo Kawin Bocah’, yang telah dilaunching pada 20 November 2020 bertepatan dengan Hari Anak Sedunia.

Selanjutnya tanggal 20 Maret 2021 gerakkan ‘Jo Kawin Bocah’ direlaunching oleh Gubernur Jawa Tengah.

“Selain melaksanakan sosialisasi secara masif, menerbitkan buku saku, meluncurkan website, mengeluarkan gerak dan lagu, membangun aplikasi APEM KETAN, kami juga sedang menyusun regulasi berupa Peraturan Gubernur sebagai aturan yang mengikat untuk memperkuat pelaksanaannya,” ungkap Retno.

“Rencana dalam waktu dekat ini, kami juga akan membangun care center layanan aduan pencegahan dan penanganan perkawinan anak,” imbuh dia.

Pihaknya berharap FGD ini mendapat masukkan, rekomendasi, dan usulan dari masing-masing lembaga dalam pentahelix sebagai bentuk sinergitas untuk penyempurnaan struktur regulasi pencegahan dan penanganan perkawinan anak di Jawa Tengah.

Ning