blank
Ilustasi/okezone nasional

Oleh: JC Tukiman Tarunasayoga

blank
JC Tukiman Tarunasayoga

Siapakah (parpol ataukah professional) bakal menikmati terbitnya terang setelah dalam beberapa hari terakhir “mengalami gelap” terkait reshuffle kabinet? Jawabannyahanya satu, ialah sapa kang meleng pujane kuat.

Ingar-bingar (apalagi mung grudak-gruduk waton rame) pasti akan tumbang dan dapat dikalahkan oleh orang-orang yang hidup batiniahnya kuat/konsisten.

“Kegelapan” dunia saat ini memang sedang terjadi justru di alam rame karena diramaikan oleh berbagai berita dan media yang memang benar-benar sedang suka heboh atau menghebohkan.

Saat ini, sebuah selumbar di seberang sana dapat menjadi berita menghebohkan atau diheboh-hebohkan, bahkan dapat mengalahkan  “seekor gajah” yang ada di depan mata. Hebohnya sebuah berita (reshuffle kabinet contohnya) sangat mungkin “menggelapkan” sementara kenyataan yang terjadi jan-jane biasa wae. 

Sebenarnya, – lagi-lagi harus ditekankan –  segala ingar-bingar itu pasti kalah/dikalahkan oleh sapa sing meleng pujane kuat. Akan terbitlah terang bagi mereka yang “kegelapan” oleh berbagai isu asal gelem lan sregep meleng puja.

Meleng Puja

Bacalah meleng sebagaimana Anda mengucapkan bener, sregep, tentrem, peteng, atau juga seperti Anda mengucapkan segera dan sementara.

Arti meleng sebagaimana diucapkan bener seperti ini, ialah (a) mengilap, contohnya ireng meleng, artinya hitam mengilap; (b) khusus, seperti contohnya: “Aku mung meleng mrene, ora mampir-mampir,”dan (c)  terfokus atau terpusat. Arti inilah yang bila digabungkan dengan kata puja, sehingga menjadi meleng puja, bermakna ngeningake cipta utawa semedi.

Baca Juga: Lagi-lagi Isu Resuffle: Nyawat Ambalang Wohe

Orang bersamadi itu artinya orang sedang berdiam diri mengolah batin, ora grudag-grudug.  Orang disebut meleng puja jika secara kasat mata orang itu ora kakehan omong lan polah apalagi suka menebar isu dan hoax. Meleng puja tergambar pada diri orang yang focus atau terpusat perhatian dan kerjanya dan tidak memedulikan hiruk-pikuk yang tidak jelas.

Meleng puja juga menggambarkan betapa orang itu bersikap dewasa dalam menghadapi apa pun; sikapnya juga tenang, ora gampang mubal (mengeruh) karena memang orang itu wis menep pikire.

Bagaikan air keruh, sekeruh apa pun akan ada bagian (atas) yang bening manakala air itu “tenang” dalam arti didiamkan sehingga kotorannya mengendap. Nah…seperti itulah yang disebut wis menep itu, yaitu sudah memiliki kemampuan batin untuk mengendapkan segalanya, sehingga ada kejernihan berpikir dan berucap.

Orang semacam inilah termasuk orang yang “mendapatkan terang” dan biasanya dicari (oleh Bapak Presiden??) Meleng puja menggambarkan orang itu mampu terfokus pada kerjanya.

Sebagai catatan, janganlah Anda ucapkan meleng seperti Anda mengatakan selera atau kereta, atau bendera; karena bila diucapkan seperti itu, maknanya berbeda yakni berkebalikan. Tegasnya, meleng dengan ucapan seperti selera justru berarti lengah bahkan dapat cenderung abai.

Kalau Anda sedang pegang kemudi, jangnlah sedetik pun meleng, karena berbahaya. Pasti bukan orang semacam inilah yang dicari dewasa ini, apalagi suka meleng: Wis ora terfokus, membahayakan lagi.

Bapak Presiden saat-saat ini pasti juga semakin sering meleng puja, agar ora keguh,,  tidak terpengaruh oleh sodoran nama Badu ataupun  sodoran dari kelompok Dadap. Sebab, akan terbitlah terang bagi ingkang meleng puja.

(JC Tukiman Tarunasayoga, Pengamat Kemasyarakatan)