blank
Sepasang buruh tani sedang memanen padi di lahan sawah Desa Gemeksekti, Kecamatan Kebumen.(Foto:SB/Komper Wardopo)

KEBUMEN (SUARABARU.ID) – Anjloknya harga gabah pada panen raya di daerah Kebumen saat ini yang hanya laku Rp 380.000/kuintal, mendorong berbagai pihak menyarankan petani menunda menjual gabah panenannya.

Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kebumen Tri Haryono dihubungi Suarabaru.id mengakui, musim panen saat ini mayoritas tergolong cukup bagus. Namun perlu diketahui bahwa musim panen sekarang bersamaan atau serentak baik di daerah Kebumen maupun kabupaten tetangga.
“Saran kami petani jangan tergesa-gesa menjual gabah seluruhnya atau tunda jual dulu,”ujar Tri Haryono.

Kebumen sebagai daerah agraris merupakan salah satu penyanggga pangan di Jateng.Tiap tahun pada musim panen padi bisa surplus 150.000 ton-200.000 ton.

Beberapa petani memang memilih menyimpan gabahnya menunggu harga stabil. Mereka masih menjemur dan menyimpan gabah sampai kering. Sebab harga gabah habis panen hanya laku Rp 380.000/kuintal. Sedangkan gabah yang telah kering dan berkualitas bagus paling hanya laku Rp 400.000-425.000/kuintal.

Masalahnya, sebagian besar petani di Kebumen hanya memiliki lahan sempit, sektar 50 ubin sampai 150 ubin. Satu ubin setara dengan 14 meter persegi. Bahkan tak sedikit yang hanya buruh tani dan membeli sawah tahunan sehingga jika harga gabah jatuh dikurangi biaya produksi petani justru merugi.

Belum lagi mereka terdesak memenuhi kebutuhan sehari-hari mulai biaya anak sekolah, melunasi utang dan biaya produksi lainnya. Akibatnya, begitu usai panen hasil gabah langsung dijual.”Habis panen ini sisanya tinggal sekarung. Lainnya sudah habis untuk kebutuhan sehari-hari dan nyaur utang,” ucap perempuan petani di Desa Kawedusan, Kecamatan Kebumen.

Pendistribusian Pupuk Tidak Tepat Waktu

Sementara itu anjloknya harga gabah di musim panen diakui toko petani Bonorawan, Kecamatan Bonorowo, Kebumen, Wibisono Susanto, membuat petani merugi. Apalagi biaya produksi saat ini cukup tinggi.

Menurut Wibisono yang juga dikenal sebagai petani mina padi itu, terkait dengan keberadaan pupuk yang langka meskipun ada pupuk subsidi, pendistribusiannya tidak dibarengi waktu pemupukan. Petani sendiri masih sangat ketergantungan dengan pupuk bersubsidi.

“Problem petani dalam masa produksi hingga panen masih banyak ancaman yang tidak terduga. Mulai hama tanaman, ketersediaan air akan mengurangi hasil panen jika itu terjadi, sementara harga gabah rendah akan menambah keprihatinan lagi bagi petani,”tukas Wibi.

Presiden Joko Widodo dalam suatu kesempatan Jumat (26/3) menyatakan bahwa Pemerintah sampai dengan Juli atau masa panen raya tidak akan melakukan impor beras, kendati ada nota kesepahaman dengan Thailand dan Vetnam. Namun kesepahaman itu opsi yang dapat ditempuh sewaktu-waktu  untuk berjaga-jaga di tengah situasi pandemi yang penuh ketidakpastian ini.

Presiden menegaskan, untuk saat ini hingga Juli Perum Bulog dipastikan tidak akan mengimpor komoditi beras. Bahkan dalam tiga tahun terakhir tidak melakukan impor beras. Presiden menginformasikan, panen raya mendatang ini beras petani akan diserap oleh Perum Bulog.

“Saya telah memerintahkan Menteri Keuangan untuk menyiapkan anggaran yang diperlukan untuk menyerap beras dari petani lokal tersebut.”

Komper Wardopo