blank
Foto ilustrasi penampangan pasir pantai dari Shutterstock

JEPARA (SUARABARU.ID) – Rencana penambangan pasir laut diperairan Jepara yang akan dilakukan  oleh PT  Energi Alam Lestari mendapatkan penolakan keras dari warga masyarakat pesisir dan para pemerhati lingkungan di Jepara.

Apalagi dalam pengumuman tersebut diinformasikan  luas yang akan ditambang dari perairan Jepara  mencapai 2.339 ha. Sedangkan hasil pasir akan digunakan untuk bahan baku material pengurugan reklamasi tanggul pantai. Ironisnya dari informasi yang didapat SUARABARU.ID,  bukan untuk reklamasi pantai Jepara.

Penolakan tersebut menyusul  telah diumumkannya AMDAL oleh  PT  Energi Alam Lestari Jakarta. Bahkan konsultasi publik telah dilakukan di Hotel Sukuro Village tanggal 16 Maret lalu. Konsultasi publik dihadiri oleh sejumlah organisasi perangkat daerah dan beberapa LSM di Jepara.

“Karena itu kami menyerukan dan mengajak semua elemen masyarakat untuk menolak keras. Sebab akan merusak terumbu karang, ekosistem laut, alur pelayaran, ombak dan abrasi di wilayah pantai Jepara. Juga akan berdampak terhadap fisiografi, geologi, dan perubahan arus,” ujar T. Hendy Irawan dari Ketua Yayasan Tanjungjati Bersatu.

Kontra Produktif

Menurut T.  Hendy Irawan,  dengan keberadaan PLTU Tanjungjati unit 1-6 saya beban lingkungan Jepara, utamanya perairan sudah sangat berat jika dilihat dari aspek pelestarian sumberdaya alam dan bahkan lingkungan hidup. “Saya yakin luas 2.339 ha akan sulit dikendalikan dan diawasi” ujarnya.

Oleh sebab itu ia minta kepada Pemerintah Kabupaten Jepara untuk menolak segala bentuk exploitasi sumber daya alam termasuk lautan. “Ini akan kontra produktif dengan keinginan Jepara untuk mengembangan pariwisata bahari dan peningkatan taraf hidup  nelayan,” tegasnya.

Sedangkan Aris Susanto dari Pusat Kajian Strategis Pemuda Pancasila menyatakan, Pemkab Jepara  harus mempertimbangkan dampaknya. Dampak terparah akan terjadi abrasi laut besar-besaran yang mengancam kawasan pantai Jepara.

“Apalagi luasannya mencapai 2.339 ha. Harusnya  ada pelibatan masyarakat pantai, nelayan dan bahkan warga masyarakat. Jangan sampai nantinya tiba-tiba investor sudah kantongi ijin,” tegas Aris

Ia justri meminta ada penegakan hukum yang tegas terhadap kejahatan lingkungan hidup yang melibatkan korporasi. Selama ini nampaknya pemerintah kurang  memiliki keseriusan dalam penegakan hukum atas kejahatan lingkungan oleh korporasi.

“Padahal hak atas lingkungan hidup adalah hak asasi manusia dan menilai kejahatan lingkungan hidup sebagai pelanggaran berat HAM,” ujar Aris Susanto.

Pemkab Harus Tegas

Rencana kegiatan penambangan pasir diwilayah pesisir laut Jepara oleh PT. Energi Alam Lestari (EAL) dari Jakarta juga mendapatkan tanggapan keras dari aktivis  Wapalhi Unisnu Jepara. Mapala yang aktif dan berkonsentrasi terhadap  kelestarian lingkungan menilai akan banyak konflik lingkungan yang ditimbulkan.

Menurut Fery Irawan Budiyanto, pendamping dan mantan Ketua Wapalhi Unisnu periode 2018-2020   dampak yang ditimbulkan dari aktivitas penambangan tersebut dapat mengancam kelestarian lingkungan dilaut Jepara. Sebab dapat membawa kerusakan yang parah

“Akan terjadi perubahan arus, perubahan gelombang, dan menyebabkan kekeruhan air laut yang meningkat sehingga merusak ekosistem karang sebagai rumah atau habitat dari organisme dan biota laut lainya,” tegas Fery.  Karena itu  harus ada ketegasan dari Pemkab  Jepara  dan OPD terkait.

Ia juga mengungkapkan dampak negatif yang ditimbulkan sangat besar dan sangat lama untuk pemulihanya yang merugikan masyarakat jepara nantinya. “Apalagi penambangan pasir tersebut untuk reklamasi wilayah lain dan dan dikhawatirkan pengambilanya tidak terkontrol karena luasya wilayah yang akan diambil pasirnya dengan luas 2.339 ha,” ujar Fery Irawan Budiyanto.

Sementara itu Kepala DLH Jepara, Farikha Elida yang dihubungi melalui pesan WA belum  memberikan penjelasan.

Hadepe-ua