blank
WARUNG BINAAN : enam warung milik desa sekitar Pabrik Semen selalu ramai

REMBANG (SUARABARU.ID)-TANAH itu dahulu merupakan hutan jati yang gersang. Kebanyakan orang enggan untuk melewati kawasan hutan di wilayah Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang ini. Apalagi bila senja mulai tiba. Hanya ada gelap dan senyap. Yang menambah seram, masih banyak binatang liar seperti babi hutan, rusa, bahkan ada penduduk yang mengatakan pernah melihat harimau di hutan itu.

Warga di sekitar kawasan itu umumnya mengandalkan hidup dari hutan, seperti mencari rencek untuk dijadikan kayu bakar, dan apabila memungkinkan juga dijual. Bisa jadi, dahulu ada juga warga yang mengambil kayu hutan yang bukan haknya sebagai mata pencaharian. Banyak pula yang bertani dengan jagung sebagai tanaman andalan.

Air. Ya, air sebagai penopang utama kehidupan menjadi masalah paling utama bagi warga di sini. Mereka hanya mengandalkan air hujan. Air ibarat emas. Sangat mewah. Sampai-sampai ada ungkapan, “mending memberikan ciuman daripada memberikan minuman”, karena memang demikianlah realitas ketiadaan air di sana.

BACA JUGA: Kapolda Jateng Cek Posko PPKM Mikro Desa Bawang Banjarnegara

Wajar bila kemudian banyak warga yang mencari peruntungan di kota. Mereka menjadi buruh atau pekerja kasar untuk memenuhi kebutuhan hidup. Di lingkungan asalnya, tidak banyak yang bisa diharapkan oleh warga. Mereka bisa menanam padi, tetapi itu hanya sekali dalam setahun, mengandalkan sawah tadhah hujan.

Melalui proses yang panjang dan berbelit, pada 2014 dimulailah pembangunan pabrik Semen Gresik di Desa Kajar, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang. Sejauh mata memandang, desa yang semula hutan dengan tanah berkapur itu kini berubah menjadi kompleks pabrik yang sangat luas.

blank
Warung milik desa Tegaldowo, buka 24 jam di lokasi pabrik Semen Rembang

Tidaklah pernah terbayangkan oleh warga desa sekitar pabrik, di daerahnya akan berdiri sebuah pabrik besar. Seperti dituturkan Muntamah, warga Kadiwono. “Dulu saya ya ibu rumah tangga biasa. Suami saya bekerja di penggergajian kayu. Tidak mbayangke kalau sekarang jadi tempat yang seramai ini,” katanya.

BACA JUGA: Ketentuan dari Ganjar yang Harus Dipenuhi, Bila Seniman Ingin Pentas

Sekarang Muntamah bekerja di warung yang berlokasi di dalam kompleks pabrik. Melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), PT Semen Gresik Pabrik Rembang memberikan bantuan dan dukungan usaha, guna peningkatan perekonomian warga.

Di salah satu areal kompleks pabrik disediakan bangunan yang menjual makanan bagi para karyawan. Ada enam warung, masing-masing merupakan perwakilan enam desa di wilayah ring satu pabrik. Warung-warung ini merupakan unit usaha BUMDes.

Muntamah bekerja di warung tersebut, sedangkan pemiliknya adalah seorang yang mendapat kepercayaan dari BUMDes untuk mengelola. “Banyak warga yang ingin mendapat kesempatan seperti ini. Maka saya merasa beruntung. Penghasilan dari kerja di sini bisa untuk tambah-tambah biaya sekolah anak,” tuturnya.

BACA JUGA: Mbah Achid dan Warga Tak Mau Sekadar Nyawang Pabrik

Muntamah punya dua orang anak, masing-masing yang besar duduk di kelas 3 SMA, dan seorang lagi kelas 2 SMP. Suaminya bekerja di perusahaan penggergajian kayu. “Sekarang pekerjaan di penggergajian sudah tidak seramai dulu,” tambahnya.

Bangunan warung-warung di dalam kompleks pabrik itu sebelumnya masih berkesan seadanya, namun sekarang dibangun secara khusus, sehingga lebih representatif. Jumlahnya juga hanya tujuh, yang kemudian diberi label Wabi atau Waroeng Binaan.

Menurut Manajer CSR Semen Gresik Suwoko, untuk membangun warung itu dianggarakan sekitar Rp 700 juta, yang dikelola oleh BUMDes dari desa ring satu, yaitu Tegaldowo, Kajar, Pasucen, Timbrangan, Kadiwono, dan Desa Ngampel yang masuk wilayah Blora.

BACA JUGA: Memberdayakan Warga, Mengangkat Perekonomiannya

Pengelolaan warung ini terbilang unik. Ada tujuh lapak, yang diisi oleh BUMDes enam desa. Warung dari enam desa itu hanya menjual makanan, sedangkan minuman disediakan oleh warung di ujung paling barat yang bertuliskan Sinergi Mitra Operasi Rembang.

Dengan warung yang khusus menyediakan minuman, dimaksudkan agar tidak muncul kecemburuan warga yang ingin berjualan di kompleks pabrik, yang arealnya memang terbatas. “Keuntungan yang didapat nantinya juga dibagi ke BUMDes anggota,” kata Suwoko.

Prinsipnya, pengelolaan usaha ini melibatkan penduduk setempat, sebagai bentuk pemberdayaan sumber daya manusia, dengan mengutamakan potensi warga. Baik BUMDes maupun pengelola warung ini tidak dipungut biaya apa pun meskipun membutuhkan fasilitas bangunan, air, listrik, dan perlengkapan lainnya.

BACA JUGA: Jemur Gabah, Warga Petanahan Meninggal Disambar Petir

Untuk memberdayakan potensi warga sekitar pabrik, dibangun pula Edupark. Pada salah satu lokasi di kompleks pabrik terdapat kandang sapi, domba, ayam arab, dan lahan untuk menanam sayuran. Di areal itu kita menangkap kesan dan realitas tentang industri yang kondusif untuk peternakan dan tanaman sayuran, menjadi semacam  noktah keindahan yang menebarkan perasaan ramah lingkungan. Lebih penting dari itu, merupakan bentuk pemberdayaan sumber daya manusia dari sisi yang lain.

Edupark dikelola oleh BUMDes Desa Kajar. Pengelolanya juga warga Kajar, di antaranya Ifan (21) yang menangani ternak sapi, domba Merino, dan ayam Arab, burung puyuh, ikan nila, dan lele. “Dulu saya bekerja di Semarang, tetapi sejak tahun lalu pulang ke desa untuk bekerja di sini. Saya merasa lebih senang karena bisa kumpul keluarga,” kata Ifan yang beristri warga Jatimalang, Desa Kajar ini.

Pilihan hidup yang sama dijalani oleh Asyhariyatuh Jannah. Perempuan lajang yang pernah sekolah pertanian di Bogor ini merasa cocok bekerja di Edupark, sesuai dengan passion-nya. “Saya sangat senang bekerja di sini, tidak harus menjadi pegawai di kantor. Saya memang punya cita-cita kembali ke desa setelah sekolah selesai,” katanya.

BACA JUGA: Yuk Kita Tengok Seperti Apa Sih Program KOPEK yang Diluncurkan Sat Lantas Polres Wonosobo

Di lokasi Edupark itu juga terdapat instalasi pengolah limbah kotoran sapi untuk dijadikan gas. “Ya, masih untuk kebutuhan sendiri di sini, untuk bikin kopi atau mi instan,” kata Ifan.

Kepala Desa Kajar Sugiyanto mengakui manfaat Edupark untuk menggenjot kualitas SDM warganya. Progam ini menjadi sarana untuk memberikan pembelajaran kepada warga untuk memberi nilai tambah pada tanaman dan hewan ternak yang selama ini ada di sekitar mereka.

“Progam ini juga memacu BUMDes Kajar Mbangun Deso lebih kreatif memaksimalkan berbagai peluang. Hasilnya kita sinergikan dengan UMKM baik di Desa Kajar maupun desa lainnya agar perekonomian lebih terangkat,” harap Sugiyanto.

BACA JUGA: Covid-19 di Kabupaten Magelang, Korban Meninggal 425 Orang

Di luar kompleks pabrik, pemberdayaan warga juga sangat terasa. Misalnya di Desa Ngampel, yang sudah masuk wilayah Blora. Manajemen pabrik semen mendukung warga melalui usaha peternakan dan perikanan. Di bidang perikanan dipelihara lele dan nila. Prasarana berupa kolam dari karpet sampai bibitnya disediakan. Bahkan ada juga tambahan mesin untuk membuat pelet, makanan ikan.

blank
Peternak Ikan Lele , berinovasi membuat pakan lele dari bahan baru yang lebih murah

Kelompok peternak ayam juga tak terlewatkan. Untuk ternak ayam, seperti disampaikan oleh peternak di Ngampel, Mulyanto, memang dibutuhkan dana besar, dengan minimal jumlah 500 ekor lengkap dengan kandang dan persediaan makan sampai ayam bertelur/ berproduksi.

“Untuk lima ratus ekor ayam berikut kebutuhan lengkapnya dibutuhkan dana Rp 120 juta. Kalau kurang dari jumlah ini, hasilnya tidak memadai,” kata Mul.

BACA JUGA: Kapolri Tinjau Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 Tahap II di  Polda Jabar 

Di kompleks pabrik juga terdapat lahan yang dikelola untuk menanam buah-buahan. Ada durian, kelengkeng, srikaya jumbo, jambu kristal, pisang cavendish, pepaya calina, dan pohon buah khas Rembang yakni kawis.

Kebun buah ini “berstatus” sama dengan Wabi dan Edupark. Lokasinya di dalam pabrik, tetapi hasilnya secara penuh untuk peningkatan perekonomian warga melalui BUMDes. Pengelola pebun hortikultura ini juga warga setempat.

Pelibatan warga, seperti dituturkan oleh Nikmatus Syahrotin, istri Kades Ngampel, sangat intens. “Ini di luar BUMDes. Warga kami menerima bantuan dari Semen Gresik dana tunai Rp 16 juta untuk memanfaatkan lahan dengan menanam sayuran dan semacamnya yang bisa ditanam di pot,” katanya.

BACA JUGA: GP Ansor Laporkan Buku Ajar Agama Terbitan Tiga Serangkai yang Terindikasi Radikal dan Intoleran

Dana itu digunakan untuk membeli tanah sebagai media, polybag, pupuk, dan bibit. Semula bibit harus dibeli, tetapi sekarang sudah bisa dihasilkan sendiri. “Hasilnya sangat menggembirakan. Sayuran seperti kol, kangkung, tomat, cabai bisa memenuhi kebutuhan warga. Kami menjual hasilnya. Bahkan ada ibu-ibu yang datang memetik sendiri lalu ditimbang. Mereka lebih mantap, karena yakin sayuran produk warga kami adalah sayuran organik,” kata dia.

Para perempuan yang semula hanya ibu rumah tangga, kini punya kegiatan bertani tanpa membutuhkan lahan luas. Mereka cukup menyediakan pot, dan menanamnya di sekeliling rumah. Hasilnya benar-benar dirasakan. Setidak-tidaknya tiga hari sampai seminggu, mereka panen. Hasilnya dikumpulkan ke istri Kades Ngampel Nikmatus Syahrotin. Setelah terkumpul kemudian dijual ke pasar.

blank
Tumbuh subur aneka tanaman di setiap rumah di desa Ngampel selalu menarik wisatawan

Banyak ibu dari “kalangan atas” yang datang, memetik langsung sayuran. Ke depan, hal ini bisa dikembangkan menjadi wisata agro dengan atraksi wisatawan memetik langsung. Di desa yang satu wisatawan memetik sayur, di desa lain memetik buah, di desa yang lain lagi membeli telur langsung dari peternak, atau menangkap sendiri ikan lele yang akan dibeli.

BACA JUGA: Pemkab Magelang Dukung Pembangunan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani

Gambaran ini memproyeksikan, kawasan ring satu di seputar pabrik bisa menjadi magnet besar, dengan membuka atraksi wisata industri. Potensi pendukung sudah ada. Misalnya taman Pandansili di Kadiwono, yang sudah sangat siap dengan objek di pinggir jalur utama Blora – Rembang. Infrastruktur juga memadai, termasuk beberapa embung, ditambah peternakan dan pertanian. Tegaldowo yang menyimpan potensi panjat tebing, bisa diproyeksikan menawarkan wisata petualangan.

Diakui atau tidak, berlangsung perubahan besar bagi warga di desa-desa ring satu pabrik. Dari sisi sumber daya manusia, nyata benar betapa banyak orang yang kemudian mendapat manfaat.

Multiplier effect kehadiran pabrik ini banyak menarik kalangan muda yang kemudian terlibat. Para pengelola BUMDes rata-rata adalah anak muda yang energetik. Di Tegaldowo, misalnya, BUMDes berkembang pesat.

BACA JUGA: Kembali dari Penugasan, Satgas Yonif Raider 400/BR Diminta Tetap Profesional

Penggeraknya anak-anak muda seperti Iwan Adi Saputra. Sarjana ekonomi ini bisa mengajak warga membeli truk, kemudian truk-truk itu dikelola BUMDes untuk mengangkut hasil tambang yang dibawa ke pabrik. Warga menyambut baik. Dari pemilik truknya, lalu pengemudi dan kernetnya.

Begitu pula pendapatan warga dari hasil pertanian seperti budidaya sayuran. Kini sedang dirintis pengembangan pariwisata dengan memanfaatkan tebing karst tua yang eksotik di wilayah itu.

Manfaat juga dirasakan warga Desa Pasucen. Kelompok kesenian barongan dan reog menjadi salah satu usaha yang dikelola oleh BUMDes. Dari pengalaman selama ini, betapa berat menghidupi kesenian tradisional, namun dengan kesungguhan pengelolaan lewat BUMDes, khususnya sebelum pandemi Covid-19, kesenian ini beberapa kali mendapat job tanggapan ke luar daerah.

Simaklah betapa optimistis Kades Tegaldowo Kundari. “Tahun-tahun mendatang, tidak akan ada lagi warga desa yang mencari pekerjaan ke kota. Di sini banyak yang bisa dikerjakan. BUMDes memberi banyak peluang usaha. Tidak ada alasan untuk bekerja ke luar dari desa,” kata Bu Ndari.

 Suarabaru.id/Tim