blank
Wali Kota Muchamad Nur Azis foto bersama pewakilan pelaku seni dan budata serta para penari penyandang distabilitas, (Bag Prokompim, Pemkot Magelang)

MAGELANG (SUARABARU.ID) – Seniman di Kota Magelang harus terlibat aktif sebagai penentu arah pembangunan kota. Permintaan itu disampaikan Wali Kota Magelang Muchamad Nur Aziz dalam produksi ke – 25 ‘Njo Thethek Njo’, sebuah acara yang diinisiasi Komunitas Pinggir Kali, di Penadapa Pengabdian Magelang, beberapa hari lalu.

Acara dialog yang disiarkan langsung lewat kanal youtube Komunitas Pinggir Kali ini dihadiri para pelaku seni dan budaya Kota Magelang. Antara lain Oei Hong Djien (Pemilik Galeri Seni OHD), dr Reno, Bagus Priyana, Gepeng Nugroho, Mbilung Sarawita dan Muhammad Nafi sebagai moderator.

Aziz menyatakan, dialog ini merupakan awal yang baik baginya dan pemerintahan yang kini dinahkodainya untuk membangun semangat perubahan dan kesederajatan (egaliter).

Bahkan, dirinya meneladani sikap kepemimpinan Pangeran Diponegoro, seorang pahlawan nasional yang memiliki sejarah erat dengan Kota Magelang.

Menurutnya, kisah penjebakan dan penangkapan Pangeran Diponegoro menunjukkan bahwa, pemimpin Perang Jawa ini memiliki harga diri dan marwah seorang pemimpin besar. Sebelum ditangkap Pangeran Diponegoro datang ke karesidenan dalam rangka memenuhi undangan.

Dari situ kita dapat melihat bahwa Pangeran Diponegoro mempunyai nilai yang diturunkan kepada kita semua.

‘’Ini yang  saya bawa di Kota Magelang. Bahwa setiap orang itu mempunyai sebuah marwah, sebuah harga diri. Saya ingin Kota Magelang ini warganya punya harga diri, punya marwah, punya kebebasan dalam berpendapat. Pemimpin itu tidak selalu benar. Pemimpin harus siap dikritik dan siap dikoreksi,’’ tegas Aziz.

Terkait semangat perubahan dan kesederajatan, wali kota memastikan, baliho-baliho yang dipasang Pemkot Magelang kini akan terlihat berbeda. Dirinya tidak ingin fotonya terpasang sendirian, namun harus “nyawiji” (bersamaan) dengan para stakeholder seperti Forkopimda, anggota DPRD, ASN, bahkan bersama elemen-elemen masyarakat lainnya.

‘’Itu menunjukkan ada pesan di sana, yaitu wali kota bukan penentu segalanya. Penentunya adalah masyarakat. Mau dibawa kemana Kota Magelang ini, ini tergantung mereka,’’ tegasnya.

Azis mengajak para pelaku seni dan budaya untuk terus ikut membangun kota, dan tidak perlu segan untuk melontarkan ide kreatif. Ini agar Kota Magelang tidak kehilangan kebanggaan dan deretan prestasinya. Bahkan prestasi ini akan terus pertahankan dan ditingkatkan.

‘’Aset-aset budaya di Kota Magelang akan saya dorong. Saya tidak akan menutupi kelebihan-kelebihan dari warga Kota Magelang. Selanjutnya, kita akan sebarkan kepada seluruh masyarakat, bahwa Kota Magelang ini istimewa. Saya ingin orang Kota Magelang bangga dengan kotanya,” ujarnya.

Wali kota juga menyampaikan beberapa rencana pengembangan seni dan budaya Kota Magelang ke depan yang akan dimasukkan ke dalam rencana kerja pemerintah daerah.

Salah satunya adalah keinginannya untuk mengubah fungsi Taman Pancasila menjadi sebuah tempat teater terbuka yang gratis untuk umum.

‘’Jadi kalau budayawan dan seni budaya berkembang,  maka banyak orang datang. Kalau di Kota Magelang ada seni yang ditampilkan seperti itu, insya Allah orang yang mau ke Semarang, atau ke Jogja, tidak hanya lewat tapi juga mampir disini,’’ ujarnya.

Menurutnya, untuk melengkapi fungsi kota jasa, beberapa destinasi wisata unggulan seperti kawasan budaya Gunung Tidar, kawasan sejarah Mantyasih dan museum-museum akan terus dikembangkan.

Ke depan siap untuk dijadikan satu paket wisata. Gelaran festival, pentas seni dan budaya daerah juga siap digelar apabila pandemi Covid-19 berakhir.

‘’Biar Kota Magelang ini menjadi kota yang gemah ripah loh jinawi. Banyak orang datang, pasti banyak rezeki datang,’’ ungkapnya.

Acara wali kota dengan seniman dan budayawan dimeriahkan penampilan tari dari Sanggar Adya Gunita pimpinan Agung Tri Cahyo, yang menampilkan para penari penyandang disabilitas.

 

Penulis  : prokompim/kotamgl

Editor    : Doddy Ardjono