blank
Ilustrasi

blank

TAHUN 90-an saya sering diskusi dengan wartawan majalah yang misinya “meluruskan akidah”. Namun teman itu tidak konsisten. Ketika cintanya ditolak, dia malah belajar pelet. Dia yang semula anti  mistik, kemudian  belajar ilmu batin, suka tirakat, bahkan ritual malam di kuburan.

Setelah lama tak ada berita, dia datang lagi dan bercerita pengalaman mistisnya. Dia mengaku saat naik motor dikejar api. Saat tidur ada dua tangan mau mencekiknya. Lalu saya jawab, “Bro, ente balik ke organisasimu dulu saja, daripada pindah madzab malah kena santet setiap malam.”

Sejak itu, pertemanan kami agak renggang. Itu karena setiap dia cerita pengalaman “spiritualnya” saya sikapi dengan candaan, bahkan ide-idenya saya mentahkan hingga dia tak pernah datang lagi.

Tiga bulan kemudian ada kabar teman itu meninggal. Saat saya tanya pada teman lain penyebab kematiannya, dijawab aneh-aneh. Ada yang mengatakan kena santet, ada yang katanya tetanus karena setelah menekuni ilmu gaib, dia hobi menelan gotri dan cuilan baja berasmak.

Diundang Pikiran

Menurut saya, santet itu datang karena diundang oleh pikiran. Saya meyakini yang mistis-mistis itu ada, namun keberadaannya sering diada-adakan. Pada buku saya The Secret of Santet saya tulis, semakin sering pikiran kita menghadirkan “santet” berarti kita mengundang “santet” itu masuk melalui pintu waswas dan takut.

Karena itu, untuk menetralkan bayang-bayang menakutkan itu yang efektif  adalah dengan membiasakan berpikir positif, meningkatkan tawakal dan secara rohani membaca doa-doa perlindungan : An-Nas, Al Falaq, Ayat Kursy, dll.

Kasus Kebun Buah

Menangkal santet pada zaman ini, yang pegang peranan adalah  meningkatkan “Sumber Daya Manusia” melalui pendidikan, karena yang membahayakan dan membuat heboh masyarakat itu bukan santetnya, melainkan isu santetnya.

Sepuluh tahun lalu ada kejadian di sebuah desa yang warganya mayoritas  tamatan SD-SMP.  Tipikal orang berpendidikan rendah itu jika terprovokasi, akalnya pendek dan amarahnya panjang. Pernah ada kebun rambutan-milik orang kota-dirusak warga desa.

Itu berawal ketika ada anak-anak gembala mencuri rambutan dan durian, setelah dimakan, mereka sakit perut (indikasi maag). Kemudian menyebar isu kebun itu dipasang santet, hingga massa pun merusak kebun. Kasian pemilik kebun itu, sudah kehilangan masih juga kena fitnah juga.

Tak jauh dari desa itu,  ada juga warga yang diduga dukun santet. Saat ditelusuri, ternyata motifnya uang denda hasil rekayasa preman. Dan kejadian itu saya tulis dalam buku saya The Secret of Santet.

Pengalaman beberapa kali mengamati kasus (isu) santet, saya menyimpulkan, dibanding santet, isu santet jauh lebih berbahaya. Dan kejadian semacam itu lebih sering terjadi pada daerah dengan latar belakang pendidikan yang minim.

Untuk mengurangi bahaya isu santet yang berbuntut tindakan main hakim, yang efektif adalah membekali warganya dengan pendidikan yang cukup dan benar.  Sebab, jika SDM-nya rendah, mereka mudah terprovokasi dan main keroyok.

Anekdot Santet

Selain kisah seram, ada juga kisah lucu tentang santet. Tetangga desa saya saat berkunjung ke luar Jawa, karena penampilan sangar, ada yang menganggapnya dukun hingga ada bos mendekatinya dan minta agar dia menyantet lawannya, dan jika terbukti (target sakit), dia dibayar mahal.

Teman itu aslinya tidak bisa santet. Karena dia perlu uang, target yang sudah dicatat identitasnya itu ditemui secara rahasia dan diajak kerjasama. Dia diminta pura-pura sakit dan sesekali berteriak.

Syarat lain, dia bisa menjaga rahasia dan tak perlu tahu siapa yang pesan order, dan untuk itu dia dijanjikan sejumlah uang. Sandiwara pun berlangsung mulus. Yang memberi order puas, yang berperan dukun santet juga puas.

blank
Abah Dedika

Efek Buku Santet

Setelah menulis tiga buku santet, saya banyak didatangi pembaca. Diantara mereka ada yang merasa kena santet, ada yang mencari bahan skripsi, tesis, ada juga serombongan pengusaha yang direkomendasikan guru spiritualnya untuk diskusi tentang santet karena mereka pernah mejadi korban “dukun santet” ala media.

Hasil diskusi dengan mereka, saya menyimpulkan, banyak orang yang mencari nafkah dengan mengeksploitasi santet. Mereka mengklaim  sebagai tukang santet. Padahal, aslinya mereka tidah tahu dan tidak pernah belajar santet, paling tahu dari membaca buku, majalah, dsb.

Target utama mereka yang “mengaku” punya ilmu santet dan melayani order santet itu adalah uang muka (down paymen) dari yang order. Dalihnya untuk  beli syarat ritual.  Dan ketika nanti klien menagih hasilnya, jawabnya mudah, “Target punya benteng.”  Walau klien kecewa, tidak mungkin berkoar-koar diluaran, sebab jika itu dilakukan, berarti membuka aib sendiri.

Santet Banyuwangi

Berkaitan (rencana) Festival Santet di Banyuwangi, saya kontak sahabat saya, Abah Dedika. Menurutnya, sah-sah saja mengadakan festival, tapi  tajuknya jangan Santet. “Ganti nama yang tidak memberi kesan Banyuwangi sebagai daerah yang angker.”

Menurutnya, santet dan pelet itu satu paket, sama-sama menggunakan bacaan yang terkadang menyalahgunakan ayat-ayat suci. Abah juga mengaku pernah dikirimi ribuan ulat hijau dalam toples jamu dagangannya, dan lebih seminggu kiosnya tidak didatangi pelanggan.

Setelah diperiksa, di depan kiosnya ditemukan galian tanah baru berisi tulang kaki kambing dan saat tulang itu dipecah, di dalamnya ada ratusan jarum berkarat, padahal tulang itu tertutup rapat.

Menurutnya, untuk menangkal santet, selain dengan doa-doa, secara tradisional dapat dilakukan dengan cara tradisi, yaitu menanam tumbuhan yang memiliki kadar air banyak. Misalnya, tebu hitam (wulung), pepaya, kelor di depan rumah. Cara lain bisa dengan tapal kaki kuda bekas yang dipaku di atas pintu utama, atau  beberapa siung bawang digantung di teras bagian depan.

Dalam kehidupan modern, santet yang murni magis itu sudah langka. Yang banyak “beredar” saat ini adalah santet produk kebodohan pola pikir yang menimbulkan kecemasan dan rasa takut, dan itu yang memperparah penyakit alamiah yang sudah ada.

Karena itu, benteng dan obat yang manjur dari “santet-santet modern” adalah berbaik sangka, berpikir positif, selalu ceria, banyak tersenyum, jangan mudah percaya “katanya”  dan tawakal kepada Tuhan Yang Maha Melindungi.

Masruri, praktisi dan konsultan metafisika tinggal di Siarahan, Cluwak, Pato